LIBIA (Arrahmah.com ) – Dengan tewasnya taghut Moammar Qaddafi, berakhir pula era rezim tiran keluarga Qaddafi yang berkuasa selama 42 tahun di Libia dengan kekuatan senjata dan peluru. Qaddafi telah mengangkat istri dan seluruh anaknya laki-laki maupun perempuan untuk memegang posisi-posisi strategis di bidang ekonomi, politik, dan militer untuk mengendalikan pemerintahan rezimnya.
Kini setelah beberapa bulan berlangsungnya revolusi rakyat, akhir nasib anggota keluarga rezim represif sosialis ini mulai terungkap. Sebagian mereka tewas mengenaskan, sementara sebagian sisanya masih samar. Moammar Qaddafi sang bapak tewas akibat luka tembak dalam pertempuran melawan pasukan revolusi rakyat di Sirte pada hari Kamis (20/10/2011). Kematiannya disertai tewasnya dua anak laki-lakinya, Saiful Islam dan al-Mu’tashim, yang juga tewas dalam pertempuran di hari dan tempat yang sama. Namun Saif Islam belum ada konfirmsi yang pasti atas kematianya.
Anaknya yang lain, Khamis, yang menjabat sebagai komandan beberapa jabatan militer dan memimpin pasukan bayaran telah tewas seminggu sebelumnya dalam pertempuran di kota Tarhunah, 90 km arah tenggara ibukota Tripoli. Stasiun TV al-Qanat yang pro Qaddafi melaporkan tewasnya Khamis.
Anak-anak Qaddafi yang lain tercerai-berai sebagai pelarian politik di beberapa negara Arab dan Afrika. Secara resmi Nigeria menyatakan bahwa anak Qaddafi yang bernama Sa’idi meminta suaka politik Nigeria. Nigeria menolak untuk menyerahkannya kepada Dewan Transisi Nasional Libia. Sumber-sumber media massa menyebutkan Sa’idi tinggal di sebuah apartemen mewah dengan pengawalan ekstra ketat di ibukota Nigeria.
Sementara itu pemerintah Aljazair mengakui secara resmi bahwa istri Qaddafi, Shafiyah, bersama anak perempuan sulungnya Aisyah dan kedua anak laki-lakinya, Muhammad dan Hanibal, bersama orang-orang terdekat Qaddafi telah tiba di Aljazair. Kemungkinan besar mereka juga akan mendapatkan suaka politik dan perlindungan keamanan dari rezim sekuleris Aljazair.
Kalau boleh dianggap sebagai keunikan, fakta Qaddafi memang menarik. Ia dilahirkan pada tahun 1942 M, dan berkuasa selama 42 tahun. Ia melakukan kudeta militer ‘tak berdarah’ pada tahun 1969 M, dan tewas mengenaskan dalam usia 69 tahun. Ia dilahirkan di kota Sirte, dan harus mengakhiri umurnya di kota kelahirannya sendiri. (Muhib al-Majdi / Arrahmah.com)