DAMASKUS (Arrahmah.com) – Menteri Perminyakan rezim Suriah mengklaim krisis bahan bakar parah yang melanda negaranya adalah akibat dari sanksi Barat, dan juga diduga karena ladang minyak di wilayah timur telah berada di bawah kendali pasukan Amerika dan milisi Kurdi Suriah yang didukung AS.
Menteri Bassam Tomeh mengatakan kepada Televisi rezim dalam sebuah wawancara yang disiarkan Rabu malam bahwa pasokan minyak telah ditunda karena situasi tersebut. “Kami memiliki saham yang kami coba kelola secara rasional,” ujarnya tanpa merinci lebih lanjut.
Sanksi AS terhadap Iran telah memperparah krisis bahan bakar yang dihadapi oleh rezim Suriah Bashar Asad. Teheran adalah sekutu utama Damaskus yang telah memasok minyak mentah selama sembilan tahun perang saudara Suriah, lansir AP (17/9/2020).
Secara terpisah, penyelundupan minyak ke Suriah dari negara tetangga Libanon telah turun baru-baru ini di tengah langkah-langkah ketat oleh otoritas Beirut karena Libanon telah dicengkeram oleh krisis ekonomi dan keuangan terburuk dalam beberapa dekade.
Sanksi AS terhadap Suriah diperketat pada bulan Juni dengan menargetkan siapa pun yang berbisnis dengan pemerintah Asad di mana pun mereka berada. AS mengatakan mereka yang berbisnis dengan Damaskus akan terkena pembatasan perjalanan dan sanksi keuangan.
“Sanksi Amerika menghalangi kami untuk mengimpor (cukup untuk) kebutuhan minyak kami,” kata Tomeh.
Di wilayah yang dikuasai rezim di Suriah, orang menghabiskan waktu berjam-jam menunggu dalam antrean untuk mengisi tangki mereka. Harga 20 liter (5,2 galon) bensin sekarang adalah 25.000 pound Suriah (11 USD) di pasar gelap sementara harga bersubsidi di pompa bensin adalah 5.000 pound Suriah (2,3 USD).
Kebanyakan orang Suriah menghasilkan kurang dari 100 USD sebulan, yang membuat mereka tidak mampu membeli harga pasar gelap. Rezim juga berjuang untuk memerangi penipuan dan korupsi dalam distribusi bahan bakar, menurut Tomeh.
Rezim Asad mengontrol dua kilang minyak Suriah tetapi salah satunya sedang menjalani pekerjaan renovasi. Tomeh mengatakan, Kilang Banias membutuhkan 10 hari lebih agar bisa beroperasi, yang akan meningkatkan pasokan bahan bakar sekitar 25%.
“Semua orang tahu bahwa ladang minyak kita yang dulu menyuplai kebutuhan bahan bakar kita berada di bawah pendudukan Amerika,” kata Tomeh.
Tomeh berjanji “krisis akan segera berakhir” dan mendesak warga Suriah untuk bersabar. “Perang belum berakhir dan perang ekonomi sedang paling intens sekarang,” katanya. (haninmazaya/arrahmah.com)