DAMASKUS (Arrahmah.id) – Rezim Suriah Bashar Asad telah menggunakan staf dan agen-agen intelijennya melalui kedutaan-kedutaan besarnya di luar negeri untuk mengumpulkan laporan-laporan mengenai diaspora Suriah, sebuah laporan baru telah mengungkapkan.
Menurut Pusat Keadilan dan Akuntabilitas Suriah (SJAC), mengutip 14.108 halaman dari 483.000 dokumen rahasia yang dikumpulkannya antara tahun 2013 dan 2015 dari fasilitas-fasilitas negara Suriah yang terbengkalai, rezim Suriah telah meminta staf kedutaan besar dan intelijen di berbagai negara, mulai dari Mesir hingga Jepang, untuk mengumpulkan laporan tentang warga negara yang tinggal di luar negeri.
Informasi yang dikumpulkan dari mereka termasuk rincian tentang keluarga di kampung halaman, partisipasi para aktivis dalam pertemuan-pertemuan politik, dan bahkan kehadiran mereka di masjid. Hal ini menegaskan kecurigaan yang telah lama dipegang oleh warga Suriah di luar negeri bahwa pemerintah mereka terus memata-matai mereka dan keluarga mereka melalui kedutaan besar di negara tuan rumah, lansir MEMO (7/5/2023).
Dokumen-dokumen menunjukkan adanya komunikasi antara kedutaan besar dan departemen intelijen yang meminta informasi mengenai individu yang diyakini terkait dengan aktivisme politik, beserta keluarga mereka.
Salah satu dokumen, misalnya, mengungkapkan sebuah surat dari kepala Direktorat Keamanan Politik Suriah kepada para kepala cabang intelijen setempat, meminta informasi tentang “penghasut” yang tinggal di Prancis, Belgia, Turki, Rusia, dan Libanon.
“Kami telah menerima daftar dari Biro Keamanan Nasional yang mencakup nama-nama penghasut dari luar negeri termasuk yang berikut ini…,” demikian bunyi surat tersebut. “Mohon berikan kami informasi yang Anda miliki tentang nama-nama di atas sehingga kami dapat mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk melawan mereka.”
Laporan SJAC menyatakan bahwa pengungkapan tersebut harus menjadi peringatan bagi pemerintah asing dan negara-negara penampung pengungsi Suriah agar tidak memulihkan hubungan dengan rezim Asad dan membuka kembali kedutaan besar Suriah di negara mereka, karena hal tersebut akan menyebabkan intimidasi terhadap para aktivis di luar negeri dan mengancam keselamatan diri dan keluarga mereka.
“Pengawasan asing adalah pilar kebijakan luar negeri negara Suriah dan difasilitasi oleh jaringan staf kedutaan yang terkoordinasi, sumber-sumber intelijen, dan badan-badan keamanan,” kata laporan itu. “Dengan banyaknya pemerintah regional dan internasional yang menyerukan pemulangan pengungsi Suriah, dokumentasi yang disajikan dalam laporan ini memberikan bukti yang jelas mengenai ancaman yang mereka hadapi saat kembali – pemerintah Suriah telah mengumpulkan informasi substansial mengenai aktivisme oposisi di luar negeri dan memiliki rekam jejak dalam menggunakan informasi tersebut untuk menindas perbedaan pendapat dengan kejam.” (haninmazaya/arrahmah.id)