DAMASKUS (Arrahmah.com) – The Huffington Post menerbitkan sebuah artikel yang menceritakan mengenai kejahatan Rusia terhadap rakyat Suriah. Artikel tersebut mengatakan :
“Karena Rusia tanpa perasaan memveto resolusi PBB pertama di Suriah pada Oktober tahun lalu, enggan untuk mengutuk rezim Assad atas penggunaan kekerasan terhadap rakyatnya sendiri. Saat kekerasan terus berlanjut dan enam poin rencana perdamaian Kofi Annan diumumkan, rezim Suriah belum sepenuhnya melaksanakan ketetapan yang mulai berlaku pada 12 April lalu. Rusia diprediksi pada akhirnya akan mendapatkan pengaruh di Suriah dan lebih luas di wilayah regional sebagai penengah solusi politik.”
Setelah Leonid Brezhnev, kemudian presiden Uni Soviet, menandatangani perjanjian persahabatan dan kerjasama dengan Hafez al-Assad pada 1980, Rusia telah menjalin aliansi abadi dengan Suriah. Ini mendukung kerjasama militer antara kedua negara, memperkuat sikap Suriah di wilayah tersebut dan juga telah berperan dalam melawan hegemoni AS-Israel, yang didirikan selama Perang Dingin.
Saat pemerintah Suriah menggunakan tank T-72 yang dirancang Soviet dan rancangan seragam polisi saat pengamat PBB melewati flash-point pertama dari pemberontakan, Rusia meneruskan perlindungannya dalam hal kebijakan di Suriah. Rencana perdamaian terpisah yang diajukan oleh Rusia menunjukkan kekuatan dan pengaruhnya di wilayah ini. Sepenuhnya menerapkan rencana perdamaian, yang mencakup penegakkan gencatan senjata dan komitmen untuk mengatasi “aspirasi sah dan keprihatinan rakyat Suriah”, akan menjadi kalimat-kalimat untuk rezim Assad.
Rusia memveto resolusi Dewan Keamanan PBB terhadap Suriah sebanyak dua kali, pertama pada bulan Oktober 2011 dan sekali lagi di bulan Februari 2012, meskipun fakta bahwa draft resolusi tidak menjatuhkan sanksi atau meresmikan aksi militer. Rusia mengklaim bahwa itu menawarkan konsesi terlalu banyak untuk pendemo anti-pemerintah dan berprasangka terhadap dialog antara kelompok oposisi yang beragam. Mereka juga menuduh bahwa setelah resolusi serupa di Libya awal tahun lalu, NATO telah melampaui mandatnya di bawah resolusi Dewan Keamanan PBB yang pada akhirnya memungkinkan intervensi militer berlangsung di Libya. Sebelum pemberontakan di Libya, Rusia mempertahankan hubungan dekat dengan Gaddafi melalui pembelian miliaran dolar senjata, mintak dan kontrak eksplorasi gas dan protek untuk membangung kereta api antara Surt dan Benghazi. Sejak Dewan Keamanan PBB memberlakukan sanksi terhadap Libya, eksportir senjata Rusia telah kehilangan miliaran dolar. Akibatnya, Rusia tetap berniat untuk mempertahankan pengaruhnya dalam menengahi perdamaian untuk mencegah nasib yang sama untuk dirinya sendiri di Suriah.
Sejak tahun 2007, 72 persen senjata yang diimpor ke Suriah berasal dari Rusia. rusia telah mempertahankan hubungan dekat dengan rezim Assad untuk memastikan pasar miliaran dollar untuk senjata. Selain itu, pelabuhan Tartus adalah pangkalan militer penting dan titik masuk bagi Rusia ke seluruh Timur Tengah. Akibatnya, Suriah terus menjadi geografis penting di sepanjang perbatasan yang berbagi dengan Israel, Irak dan dengan Iran, sekutu lain politik dan ekonomi Suriah dan bagi Rusia menjadi sangat penting sejak hubungannya memburuk dengan Barat. Sejak runtuhnya Soviet pada tahun 1990, Rusia telah mengembangkan industri energi di Iran. Jika Suriah menjadi tidak stabil, aliansi yang ditempa selama beberapa dekade antara Suriah, Iran dan Rusia akan menjadi tidak stabil juga dan politik Iran beresiko akan menjadi tidak stabil juga.
Ketika prospek Assad semakin redup dalam jangka panjang, persetujuan Rusia dari rencana perdamaian mengandung sinyal kerugiannya dengan rezim Suriah. Meskipun Rusia jauh dari mendukung sanksi PBB terhadap Suriah, dalam beberapa minggu terakhir Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov telah mengkritik pemerinta Suriah dalam penggunaan kekuatan berlebih dan kurangnya reformasi. Rusia mungkin merencanakan masa dengan di Suriah tanpa Bashar al-Assad dan berharap bertindak sebagai broker untuk perdamaian untuk mempertahankan pengaruh di Suriah dan lebih luas di wilayah tersebut.
Vladimir Putin menyatakan bahwa rezim Assad akan mematuhi enam poin rencana perdamaian Kofi Annan. (haninmazaya/arrahmah.com)