(Arrahmah.com) – Pemerintah rencananya akan menertibkan ratusan ribu organisasi kemasyarakatan yang ada di Indonesia melalui revisi Undang Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas. Diketahui, di Indonesia ada sebanyak 254.633 ormas. Tercatat, 287 ormas terdaftar di Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri), 2.477 di provinsi, 1.807 di kabupaten/kota, 62 di Kementerian Luar Negeri (Kemlu) dan 250.000 di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemkumham).
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mendorong agar dilakukannya revisi terhadap Undang-undang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas). Tjahjo mengatakan saat ini jumlah ormas di Indonesia luar biasa banyaknya. “Ormas-ormas sampai saat ini di Indonesia yang kami catat sudah mencapai 254.633 ormas,” ujar Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dalam keterangan tertulisnya, Minggu (4/12/2016). Ormas-ormas tersebut tercatat di berbagai kementerian. Seperti di Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Luar Negeri serta Kementerian Hukum dan HAM. Tjahjo pun kemudian mempertanyakan peran ormas-ormas ini dan apa yang sudah dilakukan mereka untuk negara Indonesia. Terutama perannya bagi kepentingan negara. (detik.com, 4/12/2016)
beritasatu.com, 6/12/2016 memberitakan Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Gerindra, Ahmad Riza menduga niat pemerintah merevisi UU Ormas bertujuan membungkam. “Kan memang tugas pemerintah membina. Kalau ada kekurangan ormas, ya dibantu dan diluruskan, jangan diberantas. Ini era reformasi. Bukan Orba lagi. Jangan revisi dimaksud untuk memberantas ormas, mempermudah pembubaran. Apalagi karena alasan tidak pancasilais,” jelas Riza Patria, Selasa (6/11).
Catatan
Hendaknya Revisi UU Ormas tidak menjadi teror baru bagi masyarakat. Bisa dipahami inti revisi itu adalah bahwa semua ormas harus berasaskan Pancasila dan tidak boleh berasaskan selain Pancasila. Semasa Orde Baru kewajiban berasas tunggal itu sudah diterapkan, namun seiring datangnya reformasi kebijakan itu dinilai tidak sesuai dan memberangus aspirasi dan menyalahi hak asasi manusia. Karena itu, sebagai buah dari reformasi, kebijakan itu pun dihapus. Anehnya, ide penyeragaman asas ormas kembali didengungkan. Yang perlu diwaspadai revisi UU Ormas lahir dari semangat untuk memberangus Islam politik dan penegakkan syariah Islam. Arus besar penegakkan syariah Islam di Indonesia, apalagi opini penegakan syariah berhasil diterima oleh umat Islam, memunculkan kegentaran pada diri penguasa internasional maupun nasional.
Jika Revisi UU Ormas ingin senafas dengan pemaksaan asas tunggal, umat Islam tentu tidak lupa betapa pemaksaan asas tunggal kepada umat Islam telah melahirkan hubungan penuh ketegangan dan konflik antara umat Islam dengan pemerintah. Sejumlah ormas Islam dan selain ormas Islam, juga ormas pemuda, dinyatakan terlarang. Tokoh-tokoh umat dipenjarakan oleh rezim Orde Baru karena mempersoalkan asas tunggal. Bahkan rezim asas tunggal menelan korban nyawa, seperti dalam tragedi Tanjung Priok. Apakah Revisi UU Ormas itu ingin membuat semua itu terulang lagi?
Jika atas nama Pancasila, dalam tataran praktis banyak sekali peraturan perundangan dan kebijakan pemerintah yang layak dipertanyakan kesesuaiannya dengan Pancasila. Misalnya, apakah UU Penanaman Modal (yang memungkinkan kekuatan asing melakukan investasi di segala bidang nyaris tanpa hambatan), UU Migas (yang amat merugikan peran Pertamina sebagai BUMN yang notabene milik rakyat dalam pengelolaan migas), atau UU Sumber Daya Air (yang secara fatal telah mentransformasi air bukan hanya dalam fungsi sosial tetapi juga komersial) dan banyak lagi UU yang sangat berbau neo-liberal, itu semua adalah Pancasialis? Apakah kebijakan pemerintah seperti menjual Indosat kepada pihak asing dan menyerahkan blok kaya minyak di Cepu kepada Exxon Mobil, bukan kepada Pertamina, adalah juga sebuah kebijakan yang Pancasilais?
Dari semua itu, kita menjadi tahu bahwa tanpa diterapkannya syariah secara menyeluruh dalam segala aspek kehidupan, bangsa ini sesungguhnya tengah berada dalam situasi yang sangat gawat. Fakta yang ada, ancaman yang terbesar buat negeri ini tidak lain adalah ideologi sekularisme, kapitalisme dan imperialisme modern yang telah mencengkeram negeri ini di berbagai aspek kehidupan terutama di bidang politik dan ekonomi sehingga negeri ini bergerak ke arah yang salah.
Umar Syarifudin (LS DPD HTI Jatim)
(*/arrahmah.com)