DAMASKUS (Arrahmah.id) – Negara-negara Barat, termasuk Amerika Serikat, Prancis, dan Jerman, memperingatkan pemerintahan baru Suriah untuk tidak mengangkat orang asing yang disebut sebagai “jihadis” dalam posisi militer tinggi. Menurut mereka, langkah ini dapat menimbulkan risiko keamanan dan merusak citra Suriah di mata internasional.
Dalam pertemuan di Istana Kepresidenan di Damaskus, utusan Amerika Serikat, Daniel Rubenstein, menyampaikan kekhawatiran ini langsung kepada Ahmad Asy-Syaraa, pemimpin baru pemerintahan Suriah. Seorang pejabat Amerika mengatakan, “Pengangkatan ini tidak akan membantu mereka menjaga reputasi di Amerika Serikat.”
Hal serupa juga dibahas oleh Menteri Luar Negeri Prancis, Jean-Noël Barrot, dan Menteri Luar Negeri Jerman, Annalena Baerbock, dalam pertemuan mereka dengan Asy-Syaraa pada 3 Januari lalu.
Alasan Pemerintah Suriah
Seorang pejabat Suriah menjelaskan bahwa para pejuang asing ini telah berjuang melawan rezim Bashar al-Assad selama lebih dari 10 tahun. Sebagian dari mereka dianggap sudah menjadi bagian dari masyarakat Suriah. Pemerintah berpendapat bahwa memulangkan mereka ke negara asal atau mengusir mereka dapat memicu penganiayaan di tempat lain.
Pemerintah juga menyebutkan bahwa beberapa dari pejuang ini telah memberikan kontribusi besar dalam menggulingkan Assad. Karena itu, mereka dipertimbangkan untuk mendapatkan kewarganegaraan Suriah sebagai bentuk penghargaan.
Penunjukan Kontroversial
Menurut laporan Reuters, pemerintahan baru Suriah telah membuat sekitar 50 penunjukan, termasuk enam pejuang asing, di antaranya berasal dari Tiongkok, Asia Tengah (Uighur), Turki, Mesir, dan Yordania. Dari mereka, tiga diangkat menjadi jenderal dan sisanya menjadi kolonel.
Latar Belakang Kejatuhan Assad
Pada Desember 2024, serangan yang dipimpin oleh Hai’ah Tahrir Syam (HTS) berhasil menggulingkan Bashar al-Assad. Setelah itu, HTS membentuk pemerintahan baru dan membubarkan militer lama. Saat ini, mereka berusaha membangun kembali institusi militer untuk Suriah yang baru.
Pemerintah sementara di Damaskus mengatakan, meskipun ada peringatan dari negara Barat, diskusi konstruktif terus berlanjut, khususnya terkait upaya melawan kelompok teroris seperti ISIS.
(Samirmusa/arrahmah.id)