DOHA (Arrahmah.com) – Di pojok ibukota Qatar yang populer, terdapat sebuah restoran sederhana yang biasa dikunjungi buruh migran. Disana terdapat tulisan, “Jika kamu tak punya uang, makanlah gratis [disini]!!!” Demikian dikutip Saudi Gazette dari AFP, Senin (13/4/2015).
Restoran itu terletak 16 kilometer dari pusat kota Doha, salah satu kota terkaya di dunia. Disana juga terdapat “area industri kecil” terdiri atas bengkel kecil, pabrik rumahan dan akomodasi yang murah.
Meski jaraknya hanya sekitar 40 menit dari Doha yang mewah dan megah, area industri kecil itu tidak dikenal dunia luar. Secara geografis dan sosiologis, daerah tempat restoran bernama Zaiqa itu sangat tidak mencerminkan citra umum negara yang kaya akan minyak itu.
Restoran yang didirikan warga berdarah India itu bahkan nampak sederhana. Di tempat itulah, tiga minggu lalu, pemiliknya berinisiatif menggratiskan makanannya bagi mereka yang tidak mampu.
“Saat saya melihat papan itu, air mata saya berlinang,” ujar salah seorang pemilik restoran, Shadab Khan (47). Ia adalah pria asal New Delhi, yang telah tinggal di Qatar selama 13 tahun.
“Bahkan saat saya membicarakannya, seolah ada yang mengganjal di tenggorokan ini.” Pemilik restoran yang terletak di sebelah bengkel besi ini mengatakan, ide ini datang dari adiknya, Nishab.
Restoran dengan 16 bangku itu berseberangan dengan sebuah masjid dan sebuah jalan. Biasanya beragam truk lalu-lalang di sana.
Di dalam, taplak meja warna-warni menghiasi ruangan. Disajikan disana “makanan otentik dari jantung kota Delhi” selama 24 jam, 7 hari seminggu.
Gaji dikirimkan, migran kelaparan
Biaya pangan yang relatif adalah sebuah kendala bagi para buruh migran yang bekerja di industri besar. Bayangkan saja, harga seporsi kari ikan dihargai 6 real Qatar atau setara 25.000 rupiah, itu belum termasuk nasi, roti dan minumannya. Sebutir telur tiga real, sayur bayam Palak Paneer 10 real.
Namun banyak dari mereka berat hati memilih untuk tetap membayar karena alasan pribadi. Seballiknya, makanan yang digratiskan sebenarnya kebutuhan mereka yang tak berekecukupan.
Populasi buruh migran di Kerajaan Teluk diperkirakan mencapai 700.000 orang total 2.3 juta penduduknya. Kebanyakan dari mereka dibebani kewajiban mengirim uang gajinya ke kampung halaman, terang salah seorang pelanggan restoran Zaiqa, Ghufran Ahmed, seorang mekanik dari Nepal.
“Banyak pekerja yang bergaji 800-1000 real atau sekitar 4 juta rupiah per bulannya. Mereka harus mengirimkan uang ke rumahnya. Hidup disini mahal, jadi banyak orang butuh makanan gratis,” ujarnya.
Shadab, pemilik restoran yang juga seorang pembuat film mengatakan, pekerja yang biasanya membutuhkan makanan gratis datang dari India, Nepal dan Bangladesh. “Kami sadar banyak orang disini yang tidak dipayarkan gaji sesuai waktunya [oleh pengontraknya] dan mereka tidak punya uang, bahkan tidak ada untuk makan sekali pun,” jelasnya.
“Jadi ada orang yang datang kesini dan hanya membeli sepaket roti. Dan mereka makan roti itu hanya dengan air.”
“Maka, kami sadar bahwa orang-orang ini tidak punya uang untuk apapun lagi. Mereka hanya memebeli sepaket roti, yang haraganya hanya 1 real. Jadi, kami tawari mereka makanan.” Tapi itu tidak mudah, tambah Shadab.
“Menjaga kehormatan diri,” katanya, alasan kebanyak buruh enggan mengambil makanan tanpa membayar. Hasinya, dalam 3 minggu uji coba penggratisan makanan, “jumlah orang yang datang kemari untuk makanan gratis paling hanya 2 atau 3 orang dalam sehari.”
Seolah menekankan poin Shadab, 2 pekerja memasuki restoran saat AFP sedang meliput, lalu segera keluar lagi karena takut makan siang gratisnya diketahui masyarakat. Bagi pihak restoran Zaiqa, inilah “awan hitam di cakrawala.”
Sementara itu, masa depan restoran ini pun terancam sengketa sewa dengan pemilik properti dan kemungkinan akan ditutup.
Meski demikian, Shadab dan adiknya memiliki rencana lain tentang restorannya. “Kami akan menaruh kulkas di depan restoran ini, jadi tidak akan kami kunci. Menghadapnya ke arah jalan dan akan diisi paket makanan dan kurma di dalamnya,” ujarnya.
“Jadi siapa saja yang ingin mengambilnya, tidak perlu masuk ke dalam restoran,” pungkasnya. (adibahasan/arrahmah.com)