TEPI BARAT (Arrahmah.com) – Berita kematian mantan perdana menteri “Israel”, Ariel Sharon pada Sabtu (11/1/2014) mendorong banjirnya aktivitas di sosial media, sebagian besar oleh warga di negara-negara Arab yang marah atas kebijakan-kebijakannya selama hidupnya.
Menggunakan Twitter dengan hastag “RIH (Rest in Hell) Sharon”, pengguna situs jejaring sosial membuat komentar terhadap pria yang disebut kriminal oleh Muslim Palestina.
Pengguna Twitter dengan nama @Inabileh menulis : “Sekarang dia akan pergi dan bertemu Adolf, saya yakin itulah yang dia inginkan, dia adalah seorang psikopat sadis yang mencintai darah, kematian, penyiksaan dan pemerkosaan,” seperti dilansir Al Arabiya.
Akun Twitter lainnya, @Moooly_alshehri menulis : “Bukan hanya kabar baik dan kebahagiaan bagi Palestina, tetapi untuk semua negeri-negeri Islam, terima kasih Tuhan.” Sementara @Sadiqjarrar yang berbasis di Uni Emirat Arab menulis : “Merenggut gelar musuh pertama dari dunia Rab dan track record pembantaian terhadap kemanusiaan.”
Di Facebook, Habib Siddiqui dari Qatar mengatakan : “bye bye Sharin, kematian yang layak dirayakan,” sementara Hani Dahlan dari Kuwait mengatakan : “Saya kira Sharon tertunda keberangkatannya karena takut!”
Jadi, mengapa Sharon sangat tidak disukai di dunia Arab?
“Saya pikir banyak orang Arab dan Palestina menganggapnya sebagai salah satu perdana menteri yang paling ganas di ‘Israel’,” ujar Khaled Fahmy, seorang profesor di Kairo mengatakan kepada Al arabiya.
“sharon bukanlah seseorang yang menjadi halus atau sopan,” ujar Fahmy. “Ini bukan seorang jenderal atau mantan perdana menteri yang sedang koma, ini adalah seseorang dengan sejarah yang sangat berdarah. Saya tidak terkejut sama sekali bahwa orang-orang menganggapnya sebagai iblis,” tambahnya.
Di tahun 1983, sebuah komisi yang dibentuk oleh otoritas penjajah “Israel” menemukan bahwa ia menanggung tanggung jawab secara pribadi untuk pembantaian oleh milisi Libanon terhadap sipil Palestina di kamp pengungsi Sabra dan Shatila di tahun 1982 yang terjadi selama Sharon menjadi menteri pertahanan.
Namun, temuan tersebut tidak mempengaruhi kesuksesan dirinya yang akhirnya menjadi perdana menteri “Israel”. (haninmazaya/arrahmah.com)