(Arrahmah.id) – Dalam situasi dan kondisi Indonesia yang serba sulit, harga-harga naik, hutang luar negeri, penegakan hukum yang zalim, kita merasakan adanya disorientasi politik, dan hilangnya harga diri para penyelenggara negara. Kedekatan rezim Joko Widodo dengan pemerintah komunis Cina, menjadi ancaman terhadap Indonesia; utamanya penguasaan jaringan ekonomi wilayah melalui proyek OBOR (One Belt One Road) yang kemudian diperhalus dengan Belt Road Initiative (BRI) yang diwujudkan ke dalam 23 MoU dengan skema B to B (Business to Business) antara pengusaha Indonesia dan Cina. Hal ini menyebabkan Cina leluasa untuk memasukkan warganya (WNA) atas nama kerjasama turnkey project (kontrak).
Berbagai kasus hukum yang mengharu biru kehidupan moralitas bangsa dan negara, seperti kasus polisi tembak polisi, yang diduga dilatari pelecehan seksual dengan melibatkan perilaku seks menyimpang yaitu LGBT (Lesbian Gay Biseksual dan Transgender) sangat mengerikan sekaligus menjijikkan. Deolipa Yumara, mantan pengacara yang ditunjuk Mabes Polri mendampingi Bharada RE yang kemudian ‘dipecat’, menyatakan bahwa jika pelaku LGBT menjabat sebagai pucuk pimpinan sangat berbahaya, bisa menghancurkan suatu negara. Sementara korupsi terus merebak, pembunuhan di tengah-tengah masyarakat, perkosaan dan penyimpangam seksual begitu banyak terjadi bahkan di kalangan generasi muda milenial.
Di sisi lain dalam penegakan hukum, law enforcement telah terjadi kudeta konstitusional. Menjauhkan hukum dan peradilan dari ajaran agama, merebaknya Islamofobia di balik isu politisasi agama dan politik identitas yang disampaikan Presiden pada 16 Agustus 2022 di depan DPR RI, serta penuntasan kasus-kasus yang menyangkut tokoh dan umat Islam selalu distigmatisasi radikalisme dan terorisme.
Dalam kerangka demikian, maka Majelis Mujahidin sebagai institusi yang memperjuangkan penegakan Syariat di lembaga negara secara legal, formal dan konstitusional, dalam Mudzakarah Nasional 2022 mengeluarkan resolusi sebagai berikut:
1. Menyerukan kepada semua pihak terutama pimpinan dan aparat negara TNI dan Polri untuk kembali ke akar ketulusan, kelurusan niat dan tanggungjawab para pendiri bangsa dalam menangani segala persoalan berat meraih kemerdekaan bersandar kepada spirit agama. Apa yang terjadi di pentas politik nasional sekarang, merupakan hasil marginalisasi dan penolakan Syariat Islam dalam penyelenggaraan kekuasaan negara. Para penyelenggara telah kehilangan spirit Ketuhanan Yang Maha Esa, bahwa kemerdekaan yang diraih dan atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa.
2. Hentikan diskriminasi hukum dan makelar kasus di lingkungan kepolisian dan peradilan. Tegaknya Hukum bukan sekadar untuk menghukum orang. Akan tetapi menegakkan hukum haruslah berorientasi keadilan bukan untuk kepentingan kekuasaan. Terutama menyangkut kasus kejahatan yang dilakukan Ferdy Sambo, kasus korupsi pejabat, Harun Masiku, kasus 303. Keadilan juga harus ditegakkan pada kasus KM 50 serta kasus yang melibatkan tokoh Islam seperti Ustadz Farid Okbah, M.A., Dr. Ahmad Zain An-Najah, dan Dr. Anung Al-Hamat, dan pimpinan Khilafatul Muslimin, Ustadz Abdul Qadir Baraja’.
3. Bebaskan institusi Polri dari polisi bejat dan brutal. Selanjutnya usut tuntas Satgassus Merah Putih, bukan sekadar dibubarkan tapi juga pelanggaran hukum yang dilakukan seperti dalam kasus gigolo LGBT Ferdy Sambo.
4. Sikap Islamofobia sejatinya adalah sikap anti NKRI dan musuh Pancasila. Pembukaan Konstitusi Negara UUD 1945 merupakan norma dasar (fundamental norm) tidak boleh dijadikan sekedar inspirasi bukan aspirasi bangsa Indonesia yang perlu diwujudkan dalam tata kelola negara yang Berketuhanan Yang Maha Esa. Menjadi pemuas nafsu berkuasa, tidak peduli dengan moral agama melakukan Politik tanpa identitas adalah onani politik yang akan menghancurkan negara. Karena tidak lagi mengenal standar berpolitik bermartabat sesuai dengan etika kenegaraan, Pancasila dan UUD NRI 1945.
5. Selamatkan NKRI dari dominasi oligarki ekonomi dan politik. Umat Islam bersatu melawan kezaliman atas nama negara terhadap rakyatnya sendiri dengan memberikan kesempatan kepada kader-kader terbaik bangsa untuk menjadi pemimpin dan pejabat di negeri ini. Tidak menjadi agen proxy negara asing, baik Amerika maupun komunis Cina, yang akan mendominasi politik dan ekonomi negara Indonesia. Oleh sebab itu, kami yakin bahwa sengkarut dan problem negara yang terus mendera bangsa Indonesia ini akan dapat diselesaikan bersama, sesuai konstitusi dasar, yang selaras dengan Pembukaan UUD 1945. Majelis Mujahidin siap menjadi garda terdepan bersama kekuatan sosial politik yang ada membangun NKRI yang bermartabat, berdaulat, adil dan makmur. Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafur.
Peserta Mudzakarah Nasional 2022
Markaz Majelis Mujahidin Pusat Yogyakarta
Yogyakarta, 30 Muharram 1444 H/28 Agustus 2022 M
Lajnah Tanfidziyah Majelis Mujahidin
TTD.
Irfan S. Awwas (Ketua)
M. Shabbarin Syakur (Sekretaris)
Menyetujui:
Al-Ustadz Muhammad Thalib
(Amir Majelis Mujahidin)