DHAKA (Arrahmah.com) – Dorongan baru untuk memulangkan pengungsi Rohingya ke Myanmar, Kamis (22/8/2019), tampaknya gagal, tanpa ada seorang pun pengungsi Rohingya yang naik ke lima bus dan 10 truk yang disediakan oleh pemerintah Bangladesh.
“Kami telah menunggu sejak jam 9.00 pagi untuk membawa pengungsi yang mau dipulangkan,” Khaled Hossain, seorang pejabat Bangladesh yang bertanggung jawab atas kamp pengungsi Teknaf, mengatakan kepada AFP setelah lebih dari satu jam menunggu.
“Belum ada yang muncul.”
Sekitar 740.000 pengungsi Muslim Rohingya melarikan diri dari serangan militer pada tahun 2017 di negara bagian Rakhine Myanmar yang oleh PBB diibaratkan dengan pembersihan etnis, bergabung dengan 200.000 yang sudah tinggal di Bangladesh.
Upaya repatriasi terbaru ini – dorongan sebelumnya gagal pada November – mengikuti kunjungan bulan lalu ke kamp-kamp oleh pejabat tinggi dari Myanmar yang dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Permanen Myint Thu.
Kementerian luar negeri Bangladesh meneruskan daftar lebih dari 22.000 pengungsi ke Myanmar untuk verifikasi dan Naypyidaw membersihkan 3.450 orang untuk “kembali.”
Tetapi pada Rabu (21/8), beberapa pengungsi Rohingya yang namanya terdaftar mengatakan kepada AFP mereka tidak ingin kembali kecuali keselamatan mereka dipastikan dan mereka diberikan kewarganegaraan.
“Tidak aman untuk kembali ke Myanmar,” salah satu dari mereka, Nur Islam, menuturkan kepada AFP.
Para pejabat dari PBB dan komisi pengungsi Bangladesh juga telah mewawancarai keluarga Rohingya di permukiman untuk mencari tahu apakah mereka ingin kembali.
“Kami belum mendapatkan persetujuan dari keluarga pengungsi,” kata seorang pejabat PBB, Rabu (21/8).
Pemimpin komunitas Rohingya Jafar Alam mengatakan kepada AFP bahwa para pengungsi telah dicekam oleh ketakutan sejak pihak berwenang mengumumkan proses pemulangan yang baru.
Mereka juga takut dikirim ke kamp-kamp untuk para pengungsi internal jika mereka kembali ke Myanmar.
Komisaris pengungsi Bangladesh Mohammad Abul Kalam sementara itu mengatakan mereka “sepenuhnya siap” untuk pemulangan dengan keamanan diperketat di seluruh pemukiman pengungsi untuk mencegah kekerasan atau protes.
Menurut para pejabat mereka akan menunggu beberapa jam lagi sebelum memutuskan apakah akan menunda langkah repatriasi.
Di New York, juru bicara PBB Stephane Dujarric mengatakan pada hari Rabu bahwa pemulangan harus “sukarela.”
“Setiap pengembalian harus sukarela dan berkelanjutan dan dalam keamanan dan martabat ke tempat asal dan pilihan mereka,” kata Dujarric kepada wartawan.
Dewan Keamanan PBB bertemu secara tertutup terkait masalah ini pada Rabu (21/8).
Rohingya tidak diakui sebagai minoritas resmi oleh pemerintah Myanmar, yang menganggap mereka sebagai penentang berbahasa Bengali meskipun banyak keluarga telah tinggal di Rakhine selama beberapa generasi. (Althaf/arrahmah.com)