Oleh: Rikza Maulan, Lc., M.Ag.
(Arrahmah.com) – Dari Aisyah rahdhiallahu ‘anha berkata,
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْتَهِدُ فِيْ الْعَشْرِ اْلأَوَاخِرِ مَا لاَ يَجْتَهِدُ فِيْ غَيْرِهَا
“Bahwa Rasulullah shallalhu ‘alaihi wa sallam sangat bersungguh-sungguh dalam beribadah pada seluluh hari terakhir di bulan Ramadhan, tidak seperti hari-hari biasa.” (HR. Tirmidzi)
Takhrij Hadits :
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Tirmdzi dalam Sunannya, Kitab As-Shaum An Rasulillah shallalhu ‘alaihi wa sallam, Bab Minhu, Hadits no 726. Diriwayatkan juga oleh Imam Muslim dalam Shahihnya, Kitab Al-I’tikaf, Bab Al-Ijtihad fil Asyril Awakhir Min Syahri Ramadhan, hadits no 2009.
Hikmah Hadits :
Bahwa setiap muslim dianjurkan untuk senantiasa bermujahadah (berupaya secara sungguh-sungguh), khususnya dalam rangka menggapai keridhaan Allah subhanahu wa ta’ala.
Ibarat seekor burung, apabila ingin mencari rizki dan karunia Allah, maka ia harus “terbang” dulu, bersungguh-sungguh dalam mencari rizki, maka insya Allah akan diberikan rizki oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Dalam sebuah riwayat disebutkan :
عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّللِهِ لَرُزِقْتُمْ كَمَا يُرْزَقُ الطَّيْرُ تَغْدُو و خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا (رواه الترمذي)
Dari Umar bin Khattab rahdhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallalhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sekiranya kalian bertawakal kepada Allah dengan tawakal yang sebenar-benarnya, maka sungguh kalian akan diberi rizki sebagaimana seekor burung diberi rizki; dimana ia terbang pada pagi hari dalam keadaan perut lapar dan ia kembali pada sore hari dalam keadaan perut kenyang.” (HR. Tirmudzi)
Bahwa mujahadah berasal dari kata-kata “ja ha da” ( ج هـ د ) yang berarti berusaha, bersungguh-sungguh dan mengerahkan segala upaya.
Artinya adalah bahwa setiap muslim diwajibkan untuk berusaha semaksimal mungkin dan sekuat tenaga untuk secara sungguh-sungguh berupaya menggapai keridhaan Allah subhanahu wa ta’ala.
Dan pada hakikatnya, apabila seorang mu’min bermujahadah, maka benefit dari mujahadahnya tersebut akan kembali kepada dirinya sendiri, sebagaimana difirmankan Allah subhanahu wa ta’ala :
وَمَن جَاهَدَ فَإِنَّمَا يُجَاهِدُ لِنَفْسِهِ إِنَّ اللَّهَ لَغَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ ﴿٦﴾
“Dan barangsiapa yang berjihad (berusaha dengan sungguh-sungguh), maka sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS. Al-Ankabut : 6)
Bahwa bulan Ramadhan merupakan bulan, dimana Rasulullah shallalhu ‘alaihi wa sallam banyak bermujahadah untuk menggapai ridha Allah subhanahu wa ta’ala.
Diriwayatkan bahwa beliau memperbanyak ibadah di bulan Ramadhan, khususnya di sepuluh malam terakhirnya :
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ أَحْيَا اللَّيْلَ وَأَيْقَظظَ أَهْلَهُ وَجَدَّ وَشَدَّ الْمِئْزَرَ (متفق عليه)
Dari Aisyah rahdhiallahu ‘anha berkata, “Bahwasanya Rasulullah shallalhu ‘alaihi wa sallam apabila memasuki sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan, beliau menghidupkan waktu malam, membangunkan keluarganya, bersungguh-sungguh dan mengencangkan ikat pinggangnya.” (Muttafaqun Alaih)
Walaupun yang perlu kita catat pula adalah bahwa mujahadah tidak hanya dilakukan pada bulan Ramadhan saja, melainkan dilakukan sepanjang waktu dan setiap saat. Sebagaimana dalam riwayat oleh Aisyah rahdhiallahu ‘anha :
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُومُ مِنْ اللَّيْلِ حَتَّى تَتَفَطَّرَ قَدَمَاهُ فَقَالَتْ عَائِشَةُ لِمَ تَصْنَعُ هَذَا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَقَدْ غَفَرَ اللَّهُ لَكَ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ قَالالَ أَفَلَا أُحِبُّ أَنْ أَكُونَ عَبْدًا شَكُورًا (متفق عليه)
Dari Aisyah rahdhiallahu ‘anha bahwasanya Rasulullah shallalhu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat malam (qiyamullail) hingga kedua telapak kakinya bengkak. Aisyah berkata kepada beliau, “Mengapa engkau melakukannya hingga seperti ini Wahai Rasulullah shallalhu ‘alaihi wa sallam? Padahal Allah telah mengampuni dosa engkau yang telah lalu dan yang akan datang.” Beliau menjawab, “Tidakkah pantas aku menjadi hamba yang bersyukur?.” (Muttafaqun Alaih)
Bahwa Rasulullah shallalhu ‘alaihi wa sallam bukan hanya bermujahadah dalam hal ibadah di bulan Ramadhan, namun beliau juga bermujahadah dalam bidang muamalah di bulan Ramadhan.
Diantara bentuknya adalah beliau berupaya untuk menjadi orang yang paling baik (baca ; paling ramah) ketika berada di bulan Ramadhan. Hal ini sebagaimana diriwayatkan dalam hadits :
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُوونُ فِي ررَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ (رواه البخاري)
Dari Ibnu Abbas rahdhiallahu ‘anhu berkata, bahwasanya Rasulullah shallalhu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling baik, dan beliau sangat baik sekali ketika berada di bulan Ramadhan, ketika Malaikat Jibril menemui beliau..” (HR. Bukhari)
Bahwa mujahadah mencakup sisi yang cukup luas dalam kehidupan insan, dan bukan hanya dalam hal ibadah kepada saja.
Berikut adalah diantara cakupan mujahadah :
a. Mujahadah fil Ibadah, yaitu bersungguh-sungguh mengerahkan segala waktu, tenaga, pikiran, perasaan dan kesempatan dalam rangka beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Karena pada hakekatnya, kita sebagai manusia diciptakan oleh Allah subhanahu wa ta’ala adalah dalam rangka untuk beribadah kepada-Nya. Hal ini sebagaimana yang Allah subhanahu wa ta’ala firmankan :
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُونِ ﴿٥٦﴾
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS. Ad-Dzriyat : 56)
Maka hendaknya kita semua berusaha semaksimal mungkin untuk fokus melakukan amal ibadah di bulan Ramadhan ini. Karena memang ramadhan merupakan bulan mujahadah, khususnya dalam hal ibadah.
b. Mujahadah fil mauqif, yaitu bersungguh-sungguh dengan sepenuh hati, jiwa dan raga dalam berpegang teguh pada prinsip. Prinsip dimaksud adalah prinsip kebenaran yang bertujuan untuk menggapai ridha Allah subhanahu wa ta’ala.
Berpegang teguh pada prinsip ini sebagaimana sikap Rasulullah shallalhu ‘alaihi wa sallam ketika “ditawari” harta, tahta dan wanita oleh pembesar Mekah, dengan konpensasi harus meninggalkan da’wahnya, maka beliau bersikap dengan ungkapan yang menunjukkan kekokohan cita dan visi beliau, “Wahai Paman, Demi Allah, kalau pun matahari diletakkan di tangan kananku dan rembulan di tangan kiriku, agar aku meninggalkan perkara ini (penyampaian risalah), sehingga Allah memenangkannya atau aku binasa, pastilah tidak akan aku meninggalkannya.”
Maka di bulan Ramadhan ini, hendaknya kita mengukuhkan kembali kebulatan pada prinsip untuk menggapai ridha Allah subhanahu wa ta’ala.
c. Mujahadah fil ma’isyah, yaitu bersungguh-sungguh sekuat tenaga dalam mencari rizki, guna memberikan nafkah pada keluarga dan dakwah fi sabilillah. Karena mencari ma’isyah juga merupakan kewajiban setiap muslim, namun tentunya tidak boleh dengan mengorbankan ibadah dan mengorbankan prinsip serta mengabaikan syariah.
d. Mujahadah fi thalabil ilm, yaitu bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu, khususnya yang akan bermanfaat di dunia dan akhirat. Karena mencari ilmu juga merupakan kewajiban setiap muslim dan muslimah, dan Allah subhanahu wa ta’ala bahkan memberikan keutamaan tersendiri bagi para pencari ilmu. Bahkan diantara keutamaannya adalah akan Allah mudahkan jalannya menuju surga. Sedangkan surga adalah dambaan kita semua.
Maka kita juga perlu meluangkan waktu untuk senantiasa mencari ilmu, khususnya ilmu yang berkaitan dengan syariah Allah subhanahu wa ta’ala.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَننْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ رواه مسلم)
Dari Abu Hurairah ra, bahwasanya Rasulullah shallalhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang melalui sebuah jalan yang di jalan tersebut ia mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim)
e. Mujahadah fin nafs, yaitu bersungguh-sungguh dalam rangka melawan kejelekan-kejelekan dan kekurangan-kekurangan diri kita sendiri. Mau menerima kritikan dan masukan, atau bahkan teguran dari orang lain, kemudian introspeksi dan memperbaiki diri.
Mujahadah fin nafs memang tidak mudah, karena tidak semua orang suka dinasehati, ditegur, atau dikritik. Karena hanya “orang-orang besar” lah yang mau menerima masukan dan kritikan serta mengakui kesalahan dan kekurangan dirinya, untuk kemudian memperbaiki diri untuk mewujdukan hari esok yang lebih baik dan lebih diridhai Allah subhanahu wa ta’ala.
Maka apabila kita ingin bermujahadah dengan mujahadah yang sesungguhnya, maka Ramadhan adalah tempat yang paling tepat baginya. Baik mujahadah dalam ibadah, maisyah, berpegang teguh pada prinsip, memperbaiki diri, dsb. Hanya kita perlu “tawazun” dalam bermujahadah. Jangan karena harta dan kedudukan, kita mengabaikan prinsip syariah.
Wallahu A’lam bis Shawab…
(*/arrahmah.com)