(Arrahmah.com) – Kaum Muslimin di Arakan (Rakhine), Myanmar masih dalam penderitaan akibat penindasan yang belum berhenti. Rentetan kekejaman terhadap Muslim Rohingya masih terus terjadi, pahit memang, tetapi dunia harus mengetahui kondisi mereka di negeri mayoritas Buddha itu.
Maungdaw adalah salah satu kota di mana desa-desa Muslim Rohignya di dalamnya yang paling menjadi target pembakaran, penjarahan, penangkapan, pemerkosaan dan pembunuhan. Tentara musyrik Burma dilaporkan melepaskan tembakan ke desa Gawdusara pada Rabu (20/6/2012) di selatan Maungdaw, para pemuda dan laki-laki tua Muslim Rohingya melarikan diri dari desa untuk menghindari penangkapan. Sehingga desa ini menjadi tidak aman lagi dan hanya para wanita yang tinggal di rumah-rumah mereka. Para Muslimah tengah dalam ketakutan pemerkosaan dan gangguan lainnya.
Hari itu, para personel polisi dari kantor polisi Maungdaw memanfaatkan situasi untuk merampok rumah-rumah di desa itu setelah melepaskan tembakan. Mereka memasuki rumah seorang bernama Fayas, pemilik toko paku, kemudian merampas 816,5 gram emas dan 10 juta Kyat serta merampas barang-barang rumah tangga lainnya. Hal ini bukan sekali saja terjadi terhadap Muslim Rohingya.
Keesokan harinya, pada Kamis (21/6) perampokan juga terjadi di Maungdaw, di mana para personel Nasaka (polisi perbatasan Burma) menyerbu kota Maungdaw dan merampok 4 juta Kyat dari warga Muslim bernama Zawgtiya (putera Nir Ahmad) dan Lalu (putera Dil Muhammad). Kemudian mereka berdua ditangkap polisi pada sekitar pukul 11:00 dan dibebaskan sekitar pukul 16:00 waktu lokal setelah membayar uang tebusan.
Hal sama juga terjadi pada 8 warga Rohingya dari desa Myint Hlut ditangkap oleh Nasaka kemudian dibebaskan setelah membayar uang 1 juta Kyat per orang. Ini adalah modus baru Nasaka untuk merebut uang warga Muslim Rohignya.
Pada Sabtu (23/6) malam, perampokan juga terjadi di Burma. Namun kali ini dilakukan oleh Natala (para pemukim baru yang menempati desa-desa Muslim) di utara Arakan yang dibawa dari Burma dengan cara yang baik. Mereka (sejumlah Natala) merampok seluruh isi pasar di desa Lamba Ghona (Zaw Matet), pasari ini berisi sekitar 250 toko yang berbeda milik Muslim Rohingya. Para Natala itu merampas barang-barang dari pasar tersebut dengan kawalan tentara Burma.
Sementara itu, rumah milik Kala Meah (putera Kawlil), Habibullah (putera Ahmad Hussain) juga dirampok oleh warga Natala dengan bantuan tentara. Semua barang meliputi beras, kacang, bawang merah, bawang putih, pakaian, panci-panci, piring-piring dan lainnya juga dirampas.
Di perkotaan Maungdaw, kekerasan dan penjarahan oleh polisi telah terjadi sejak (9/6). Setelah pukul 06:00, polisi pergi ke desa-desa Rohignya adan merampas barang-barang berharga dari rumah-rumah warga Rohingya.
Natala, sekelompok etnis Rakhine yang datang dari Bangladesh yang dibawa oleh militer intelijen pada tahun 1980, telah menempati di bagian timur desa Bagonena, mereka turut berpartisipasi dalam perampokan rumah-rumah Muslim Rohingya di dekat desa Bagonena sejak (16/6). Mereka hanya merampas uang dan emas, juga memperkosa para wanita Rohingya di desa itu jika mereka tidak mendapatkan uang dan emas.
Penangkapan dan Pemukulan
Penangkapan Muslim Rohingya terus dilancarkan, tanpa alasan yang benar, sejak Selasa (19/6) malam sejumlah Muslim telah ditangkap lagi. Ba Lwin –seorang guru swasta dari Bangsal 1 ditangkap pada Rabu (20/6) pagi, Zaw Zaw Let –seorang guru swasta- dari Bangsal 2 (Fayazee Para), Nur Kamal (putera Syed Amin) dari Shwezzarr ditangkap pada Selasa (19/6) malam, Fayas –pemilik toko paku- dan puteranya dari Bangsal nomor 5 juga ditangkap pada hari Selasa setelah dipukuli di rumahnya. Kaisar (putera Bashar) dari Asheeka para (Paungzarr), Syed Alam (mantan kepala desa) dengan 16 warga desa Rohongya lainnya dari Labawzarr, Osman (putera Syedul Rahaman) dari Sarforddin bill ditangkap pada Selasa malam. Sementara Alam (45) dipukuli oleh etnis Rakhine –seorang staf pengadilan Maungdaw- dipukuli oleh etnis Rakhine kemudian ditelantarkan di jalan dalam keadaan pingsan dan tidak ada pasukan keamanan yang melindunginya dari kekejaman etnis Rakhine.
Penangkapan juga terjadi pada Kamis (21/6) di Maungdaw, di mana otoritas polisi, tentara, Nasaka dan Sarapa (intelijen militer) melakukan pecarian Muslim Rohingya berdasarkan daftar keluarga yang menyababkan sebagian besar warga desa menjadi panik. Warga Rohignya berusaha melarikan diri dari desa mereka ke mana saja untuk menghindari penangkapan. Otoritas selama ini menargetkan sebagian besar para pemuda, orang-orang berpendidikan, para tetua desa. Mereka ditangkap dengan sewenang-wenang tanpa tuduhan yang spesifik. Hal ini tindakan yang disengaja bagi Muslim Rohingya.
Diantara warga Rohignya yang ditangkap adalah, Faisal dari Bangsal 4 ditangkap oleh militer intelijen (Sarapa), Dawlil a Co –seorang pemuka agama di daerahnya- dan Nur Kawbit dari Bangsal nomor 2, di kota Maungdaw. Lainnya adalah Hafezur Rahman (putera Zar Morluk) dan satu lainnya dari Ashika Para, Muhammad Nur (putera Bawdur Alam), Faran Ali (putera Ali Ahmad), dan Muhammad Nur (putera Bawdi Alam) dari desa Paranpru.
Sementara pada Sabtu (23/6), seorang pekerja LSM bernama Soe Mya Mya (30) dan adik perempuannya (puteri terakhir Dr. Yah Yah) dari Bangsal 2 di Maungdaw ditangkap oleh polisi pada pagi hari dengan alasan yang tidak diketahui. Reaza Waddin dari desa Habib dan Anam Ullah dari desa Shwezarr ditangkap oleh Nasaka dari desa Bomu pada siang hari ketika mereka sedang menuju ke rumah saudara mereka untuk meminta bantuan.
Di tempat lain, 25 Muslim Rohingya –orang berpendidikan dan para pemimpin- dari desa Anauk Pyin di kota Ratkhidaung ditangkap oleh petugas pemerintahan kota pada (21/6) dan mereka dibawa ke kantor polisi Rathidaung.
Selain itu, semua anak-anak yang berusia sekitar 10 tahun di desa Anauk Pyin di kota Rathidaung dibawa ke sekolah dasar di desa tersebut oleh polisi bersama petugas pemerintahan kota pada (22/6) dan menahan mereka di sana sebagai tahanan rumah, tetapi mereka tidak diberi makanan atau minuman. Mereka dilaporkan disiksa oleh otoritas, ketika empat dari mereka meminta minum, para petugas memberikan mereka sebotol air kencingnya di dempat air minum.
Penangkapan sewenang-wenang juga terjadi, desa Nari Bill di kota Maungdaw, Habibullah (55) ditangkap oleh Nasaka pada (22/6) sekitar pukul 7:45, ia adalah seorang buruh miskin dan memiliki 12 anggota keluarga. Kemudian ia dibawa ke sebuah kamp dan disiksa di sana. Hingga dua hari kemudian (24/6), ia belum juga kembali ke rumahnya.
Mafuzo Rahman (20), dari desa Hatia Para juga ditangkap oleh Nasaka, (23/6), sekitar pukul 14:00, ia adalah seorang pelajar bahasa Arab.
Abul Kalam, mantan kepala desa Lamba Ghona ditangkap oleh Sarapa dan tentara pada (23/6) dan dibawa ke kamp mereka di mana ia beberapa kali disiksa.
Intelijen militer (Sarapa) dan polisi menangkap Kala Meah (putera Kawli), Habibullah (putera Muhammad Hussin), Abul Kalam (putera Muhammad Shawfi) dari desa Labagonena pada malam hari, (23/6).
Muhammad Ayas (20) dari Bangsal nomor 2 di kota Maungdaw, dibawa oleh picked up Sarapa, Ahad (24/6) sekitar pukul 10:00. Ia adalah seorang Hafiz Qur’an dan ayahnya, Habibur Rahman adalah seorang ketua Dewan Masjid di sebuah Masjid besar di Maungdaw.
Sementara 20 warga Rohingya lainnya dari desa Dawliya Para dan Khayoung Khali Para di bawah desa Shwezarr ditangkap, (24/6), oleh personel Nasaka dan dibawa dengan sebuah truk dari desa itu.
Sebuah laporan juga mengatakan bahwa lebih dari 500 anak-anak Muslim Rohingya, laki-laki dan perempuan, berusia antara 10-13 tahun ditahan di sebuah sekolah dasar oleh gerombolan rasis Rakhine dan polisi, sedang mereka tak diberi makanan bahkan minuman juga tidak. Mereka disiksa oleh otoritas. Lebih dari 300 anak dari 500 anak dilaporkan hilang, hingga ditulis berita ini tidak diketahui bagaimana nasib mereka.
Sebagian polisi masih ada yang menjalankan tugas mereka, 20 orang etnis Buddha Rakhine ditangkap oleh polisi karena mereka mengancam Muslim Rohingya dari desa Auckyowa di depan penduduk Khin Zhaw, (23/6), sekitar pukul 10:00 waktu lokal. Beberapa Nasaka juga menemui para pemuda Rakhine karena mereka berusaha meneror warga Rohignya di Bangsal nomor 1 dan memerintahkan mereka untuk kembali ke desa mereka, tetapi para pemuda Buddha itu keras kepala tak mau kembali, sehingga Nasaka menelepon polisi untuk membawa mereka. Tetapi tidak ada yang mengetahui apakah ada orang Rakhine yang berada di tahanan polisi.
Ketidakadilan Pengadilan
Pengadilan seharusnya didirikan untuk menegakkan keadilan bukan malah memberikan ketidakadilan. Baru-baru ini sebuah pengadilan khusus didirikan di kantor polisi Maungdaw, untuk warga Muslim Rohingya yang ditangkap oleh pasukan ‘keamanan’. Pengadilan ini menjatuhkan hukuman tanpa penjelasan rinci dan memang bukan karena tuduhan yang benar, kemudian langsung mengirim para tahanan Rohingya ke penjara Buthidaung. Laporan terakhir menyebutkan bahwa di penjara Buthidaung sekitar 168 warga Rohingya yang masih ditahan dengang tuduhan membuat masalah di Maungdaw dibawah UU 148/506.
Pasukan ‘keamanan’ gabungan menangkap warga Rohingya yang sebagian besar adalah pemuda, orang-orang berpendidikan dan dari keluarga baik-baik tanpa kesalahan. Kemudian, otoritas melakukan beberapa penyiksaan kepada mereka setelah penangkapan mereka.
Pembakaran
Pembakaran di desa-desa Muslim Rohingya masih saja terjadi, tak terhitung berapa jumlah rumah warga Muslim yang telah dibakar. Pada (20/6), pagi hari sebuah rumah milik Daw Khin Khin yang bekerja di kantor pos umum negara bagian Rakhine dibakar oleh orang etnis Rakhine. Harta bendanya dirampas sebelum rumahnya dibakar. Anehnya, orang-orang musyrik Buddha itu tetap dapat melakukan aksi pembakaran padahal di daerah tersebut ada tentara yang sedang berpatroli sejak mereka dikirim oleh pemerintah pusat ke Akyab (Sittwe).
Dalam laporan terakhir, ada sekitar lima desa Rohingya yang masih selamat dari pembakaran. Sebagian warga Rohignya dari desa-desa lainnya yang rumah-rumah mereka telah dibakar hingga menjadi abu, telah berlindung di desa tersebut. Sejauh ini, sekelompok gerombolan Buddhis Rakhine telah menyerbu desa-desa Muslim dengan senjata mematikan seperti pisau, tongkat atau semacamnya, dan pedang meskipun pasukan ‘keamanan’ Burma telah dikerahkan de daerah tersebut. Sejumlah kecil warga Rohingya yang masih bertahan, telah mengkhawatirkan diri mereka dari pembunuhan, dan tetap bertahan meski harus menghadapi apapun yang terjadi pada malam hari, berdasarkan seorang tetua dari Akyab. Disebabkan mereka dikepung dari segala arah, dan belum mampu untuk hijrah.
Pembunuhan
Nurfatimah (puteri dari Idris) dari desa Bagonena di kota Maungdaw ditembak mati oleh tentara dan Nasaka pada (22/6) di siang hari. Puteri lainnya dari Idris bernama Nur Begum disiksa hingga ia meninggal.
Pada hari yang sama, Hashimullah dan Idris dari desa Tharaykuntan (Barsawra), dibunuh oleh orang etnis Rakhine, ketika sedang menuju desa mereka dari tempat persembunyian di malam hari, mereka diserang pada saat melewati desa Rakhine yang berada di dekat desa mereka.
Beberapa jasad warga Rohingya terlihat mengambang di sebuah aliran Mawrinyam di dekat desa Shilkhli di selatan Maungdaw pada (23/6). Warga desa Shilkhli yakin bahwa jasad-jasad itu adalah jasad mereka yang ditangkap oleh tentara tiga hari sebelumnya.
Sementara seorang penarik becak bernama Kala Meah diseret dari depan rumahnya dan dibunuh oleh gerombolan para pemuda Musyrik Rakhine di lapangan bola Maungdaw ketika ia sedang bersiap pergi bekerja untuk kelangsungan hidup keluarganya, sekitar pukul 15:00.
Di desa Anauk Pyin, sekitar 150 warga Muslim Rohingya telah dibunuh dan 157 lainnya mengalami luka-luka ketika etnis Rakhine bersama polisi dari kantor polisi Kudaung di kota Rathidaung menyerang desa tersebut -sebuah desa Muslim Rohingya yang berisi sekitar 5.000 penduduk- pada (21/6) siang hari, dan warga desa lainnya berusaha berjuang mempertahankan desa mereka melawan orang-orang Musyrik itu selama sekitar 2,5 jam. Menurut informasi, sekelompok tentara datang ke desa itu dan situasi desa dibawah kendali tentara.
Masih di desa Anauk Pyin, petugas polisi menembak mati dua warga Rohingya dengan pistol mereka, kemudian mereka meninggalkan jenazah korban. Pada hari berikutnya, petugas polisi dari Kudaung dan tim mereka datang ke desa itu di mana mereka menangkap 25 warga desa dan membawa jasad dua korban yang dibunuh itu yang masih tergeletak. Kedua jenazah dikembalikan kepada warga desa Rohingya setelah mengambil bukti peluru.
Pemerkosaan
Hati kaum Muslimin kian teriris, karena wanita Muslimah terus menjadi target pemerkosaan. 6 wanita Muslim Rohingya dari desa Anauk Pyin di kota Rathidaung, diperkosa oleh orang-orang rasis Rakhine – wakil petugas administrator U Maung Kyaw Zan, mantan ketuanya U Kyaw Win – yang dipimpin oleh pejabat administrator kota Rathidaung, di mana ia membunuh dua wanita Rohingya dengan menikam mereka pada (22/6) malam hari. Mereka juga membakar desa Rohingya dan menewaskan banyak warga desa.
Sebelumnya, sejumlah Muslimah telah menjadi korban pemerkosaan namun tidak diketahui rincian jumlah mereka.
Masjid menjadi target
Sejumlah Masjid di desa-desa di Arakan yang menjadi target pembakaran telah hancur. Masjid yang masih bertahan tak luput dari target kekejaman orang-orang Musyrik itu. Sebelumnya, sholat Jum’at pernah dilarang oleh otoritas setempat, meskipun akhirnya Muslim masih tetap melakukan sholat Jum’at.
Di desa Myothu Gyi, Masjid-masjid jami’ dikunci oleh tentara pada Kamis (21/6), otoritas-otoritas kota melarang Muslim untuk tidak melaksakan kewajiban mereka di Masjid-masjid itu.
Sementara keesokan harinya di desa Anauk Pyin, dua Masjid dilaporkan dihancurkan oleh gerombolan rasis Buddhis Rakhine.
Semua data tersebut adalah data yang didapat dari seorang Muslim Rohingya bernama Fayas Ahmad yang mengoperasikan situs Kaladan News, data yang dipublikasikan hanya sebagian yang dapat dilaporkan karena sulitnya mendapatkan informasi dari tempat kejadian yang berada dalam ketidakamanan. Informasi otentik sebagian diperoleh dari laporan langsung dari Muslim Rohingya di Arakan yang mengirim informasi yang mereka kumpulkan kepada media pro-Rohingya dan saudara atau kerabat mereka yang berada di luar Arakan untuk kemudian disebarkan. (siraaj/arrahmah.com)