BANDA ACEH (Arrahmah.com) – Rencana Menteri Dalam Negeri Tjahyo Kumolo mengevaluasi 85 Qanun Aceh– salah satunya Qanun Jinayat–mendapat reaksi dari elemen masyarakat Aceh. Menurut Jubir Front Pembela Islam (FPI) Aceh Tgk Mustafa Husen Woyla, S. Pd. I rencana itu sebenarnya membuat luka lama berdarah kembali sehingga bisa memicu konflik antara Aceh dengan Pusat. Padahal untuk mencapai perdamaian bukanlah perkara yang mudah.
Menurutnya Qanun Aceh yang hendak dievaluasi merupakan aspirasi rakyat Aceh yang menuai sejarah panjang hingga akhirnya ditampung oleh Pemerintah untuk diwujudkan dalam bentuk regulasi yang sah.
“Semestinya jika rakyat Aceh yang mayoritas Muslim senang dan ridho dengan Syariat Islam wajib dihargai di Negara yang menganut demokrasi ini, ” terang Tgk Mustafa kepada arrahmah.com, Sabtu (8/11/2014).
Kata dia apalagi Perda Aceh berlandaskan amanah konstitusi pasal 18 UUD 1945 dan UU Nomor 44 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan keistimewaan Aceh, dan UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang pemerintah Aceh sebagaimana dijelaskan oleh Kadis Syariat Islam.
Dirinya menegaskan memang mengevaluasi peraturan daerah kewenangan Mendagri namun jangan lupa juga melihat kekhususan Aceh, yaitu di bidang agama, adat dan budaya.
“Masukan kepada Mendagri kalau tidak mampu memperbaiki jangan memperkeruh dan memperuncing masalah Aceh dengan Pusat. Hati rakyat Aceh masih sensitif. Jadi mesti dijaga dan rawat dengan baik,” jelasnya
Dia meminta jangan jadikan Aceh dan isu kolom Agama di Kartu Tanda Penduduk (KTP) sebagai pengalih isu kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM).
Sekjen Ikatan Penulis Santri Aceh (IPSA) ini juga menghimbau kepada Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang anti Syariat untuk tidak memperkeruh suasana. Bila perlu, imbuhnya, pemerintah Aceh mengevaluasi serta mengawasi LSM yang mendapatkan suntikan dana dari pihak asing. “Jangan-jangan ada misi mengagalkan syariat Islam di Aceh,” ujarnya waspada.
Menurutnya bila LSM-LSM yang ada di Aceh kurang senang dengan syariat Islam. Bumi masih luas. “Silahkan cari negara mana yang cocok dengan habitat Anda! Jangan cari keuntungan dengan mencari-cari kelemahan Syariat Islam di Aceh,” tegasnya.(azm/arrahmah.com)