INGGRIS (Arrahmah.com) – Kasus deportasi Syaikh Abu Qatadah Al-Filistini hafizhahullah nampaknya merupakan dilema bagi para petinggi Inggris. Kebingungan pihak berwenang kasus Syaikh Abu Qatadah telah menjadi perdebatan diantara pejabat Inggris yang menangani kasus ini.
Kasus ini menjadi alot dan Hakim Mitting, ketua SIAC memutuskan untuk mempertimbangkan kembali jaminan untuk banding kepada SIAC jika pendeportasian tidak dilakukan dalam jangka waktu dekat, seperti yang dilansir Daily Mail, Kamis (19/4/2012).
Keputusan tersebut telah membuat geram para petinggi Inggris yang sangat ingin mengeluarkan Abu Qatadah dari Inggris, seperti May yang bersikeras untuk mencari-cari kesalahan Abu Qatadah, namun tidak terbukti dan keinginan deportasi masih gagal.
Tak terkecuali David Cameron, Perdana Menteri Inggris yang terus mendesak untuk mendeportasi Abu Qatadah ke Yordania. Dia secara pribadi campur tangan dalam urusan kasus ini untuk mempercepat upaya menemukan solusi diplomatik dengan pemerintah Yordania yang diharapkan akan melapangkan jalan bagi ulama kharismatik tersebut untuk dideportasi.
Namun sepertinay Cameron terlihat hampir putus asa atas kasus ini dengan menunjukkan ketidakberdayaannya di depan publik.
“Kadang-kadang, saya berharap saya dapat menempatkannya (Abu Qatadah) ke pesawat dan membawanya ke Yordania sendirian,” kata Cameron pasrah, dikutip Daily Mail (19/4).
Abu Qatadah telah ditangkap kembali pada hari Selasa (17/4/2012) untuk proses deportasi. Perintah penangkapannya datang dari Teresa May, sekretaris Negara Inggris, dengan dalih bahwa waktu deadline yang diberikan pengadilan Starsbourg terhadap pihak Syaikh untuk mengajukan banding ke SIAC (Komisi Banding Imigrasi Khusus) telah terlewat.
Namun para pejabat pengadilan Strasbourg membantah May dengan menyatakan bahwa batas waktu yang mereka tetapkan sebenarnya adalah Selasa (17/4) malam dan kasus itu diajukan tepat pada waktunya. (siraaj/arrahmah.com)