Mazin Yusif (13) berjalan perlahan di rumah sakit. Ia tiba di Rumah Sakit Reyhanli pada Rabu (5/4/2017). Ia merupakan salah satu dari sekitar 30 warga Suriah yang dilarikan kota Turki selatan, dekat perbatasan, setelah terjadi serangan kimia oleh pesawat-pesawat tempur rezim Asad di wilayah yang dikuasai oposisi, Khan Shaikhoun, Provinsi Idlib, Suriah.
Akibat serangan itu, sedikitnya 70 orang meregang nyawa, termasuk anak-anak. Serangan tersebut merupakan serangan paling mematikan sejak perang Suriah dimulai enam tahun lalu.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan korban menunjukkan tanda-tanda terkena paparan nerve agent.
Militer rezim Bashar Asad membantah menggunakan senjata kimia dan menuding kelompok “teroris” yang melakukan pembantaian itu.
“Sekitar pukul 6 pagi, pesawat menghantam,” ujar nenek Mazin, Aisha Al-Tilawi (55). “Seluruh keluarga tewas,” tambahnya.
Ia mengungkapkan ia melihat warna biru dan kuning setelah bom dijatuhkan di dekat rumahnya.
“Kami mulai tersedak, merasa pusing, kemudian pingsan. Mazin berusaha untuk membangunkan kakeknya,” tambahnya lagi.
“Saya melihat ledakan di depan rumah kakek saya. Saya segera berlari ke rumah mereka tanpa alas kaki. Saya melihat kakek saya duduk tercekik,” kata Mazin. “Lalu saya menjadi pusing.”
“Ketika saya bangun, saya menemukan diri saya di tempat tidur, tanpa pakaian,” katanya. “Saya pikir saya berada di klinik di Khan Shaikhoun. Saya berpaling ke pria di tempat tidur di samping saya dan berkata ‘Kita harus keluar dari sini. Pesawat akan menyeang kami lagi’.”
Hampir setiap rumah sakit di Suriah yang dikuasai oposisi telah diserang oleh pesawat rezim beberapa kali. Di zona perang lain, rumah sakit dilarang untuk diserang. Namun tidak untuk Suriah.
Tetangga Mazin mengatakan bahwa ia kini tengah berada di Reyhanli, di seberang perbatasan di Turki.
“Mereka mengatakan kepada saya bahwa kakek saya, sepupu, dan anak-anak mereka meninggal,” ungkapnya.
Sambil meneteskan air mata, ia menambahkan bahwa 19 kerabatnya tewas pada Selasa pagi. (fath/arrahmah.com)