Oleh Ine Wulansari
Ibu Rumah Tangga
Tahun ajaran baru 2023/2024 sudah dimulai, setelah hampir tiga pekan anak-anak libur sekolah. Di saat banyaknya anak bersukacita kembali ke sekolah, di sebagian tempat justru diwarnai dengan aksi tak terpuji seperti yang terjadi di Kabupaten Bogor. Para remaja yang rata-rata baru saja masuk di bangku SMA, tengah diamankan karena hendak tawuran dengan membawa senjata tajam. Total pelajar yang dibawa polisi berjumlah 20 orang, sebanyak 15 orang dikembalikan pada orangtuanya, dan 5 lainnya masih dilakukan pemeriksaan karena kedapatan membawa senjata tajam. Mereka semua dibawa ke Polsek Gunung Putri, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dan dipertemukan dengan orangtua masing-masing. Hal tersebut dilakukan agar menimbulkan efek jera dan para orangtua pun turut serta melakukan pengawasan. (beritasatu.com, 23 Juli 2023)
Begitu juga dengan para remaja di Tangerang, sebanyak 69 pelajar dari dua sekolah yang berbeda diamankan karena hendak melakukan tawuran. Menurut Kepala Bagian Operasi (Kabag Ops) Polresta Tangerang, Kompol Kosasih menjelaskan, bahwa puluhan pelajar tersebut terpantau dari patroli siber membuat janji di media sosial hendak menjalankan aksi tawuran. Mirisnya, beberapa anak baru masuk tingkat SMA, mereka diajak oleh alumni dan kakak kelas untuk turut serta dalam aksinya. Keikutsertaan mereka dianggap sebagai bentuk solidaritas supaya bisa masuk ke dalam kelompoknya. Seakan-akan ada perekrutan anggota baru, yang melatih mereka untuk melanjutkan tradisi tawuran tersebut. (beritasatu.com, 18 Juli 2023)
Fakta-fakta di atas, hanya sedikit dari banyaknya aksi kenakalan remaja (tawuran) yang bahkan menimbulkan korban jiwa. Tindakan ini bukan sekadar adu jotos dengan tangan kosong, melainkan memakai alat yang dapat mematikan lawannya. Tawuran yang mereka lakukan, bukan semata gejolak kawula muda di mana seusia itu sedang membara. Namun karena pengaruh lingkungan dan hampanya jiwa mereka, membuat mereka tidak paham konsekuensi perbuatannya. Kebanyakan hanya ikut-ikutan saja dan ingin eksistensinya diakui. Sehingga, aksi membahayakan diri dan orang lain tersebut tidak dipandang sebagai perbuatan dosa dan akan dimintai pertanggung jawaban kelak di hadapan Allah Ta’ala.
Perilaku para pelajar membuat geleng-geleng kepala. Orangtua yang anaknya terlibat, tentu saja merasa sedih dan kecewa dengan perbuatan tersebut. Tindakan ini terjadi berawal dari Sekulerisme yang sudah mengakar dalam jiwa-jiwa kaum muslim. Di mana agama sebagai benteng dijauhkan dari kehidupan. Akibatnya, akhirat sebagai tujuan hilang dari benak mereka. Gambaran pahala dan dosa tidak bertaut di pikiran mereka, maka tak heran segala tindak-tanduk menjadi tak terarah. Sayangnya, para remaja sebagai generasi yang berpotensi menjadi pemimpin umat, nyatanya tergerus arus Liberalisme. Setiap perilaku, ucapan, dan hal apapun selama mereka bahagia, sekalipun salah akan dilakukan. Sebab, pemahaman, pemikiran, dan perasaan mereka terjebak dalam cengkeraman sistem Sekuler Liberal.
Ditambah lagi sistem pendidikan yang diterapkan di negeri ini berbasis Kapitalisme Sekuler, di mana pencapaiannya berfokus hanya pada nilai-nilai akademik semata. Namun abai terhadap pembinaan kepribadian pelajar. Maka jadilah tujuan hidup para pelajar memperoleh nilai maksimal tanpa dibarengi dengan pendidikan agama yang semakin hari kian sedikit.
Inilah kondisi generasi muda sekarang, secara tidak langsung diarahkan melalui pendidikan untuk menjadi pelajar yang sukses duniawi. Sedangkan akhirat dilupakan bahkan dijauhkan dalam kehidupan. Meraih kesenangan dan kebahagiaan semua terus dikejar. Oleh karena itu, tak heran para pelajar mudah terpancing pada perilaku buruk. Peran negara pun abai sebagai penyokong tumbuhnya generasi berkualitas. Dalam penyelesaian persoalan tawuran, tidak ada hukuman yang menjerakan. Mereka hanya diberikan pengarahan, pembinaan sekadarnya dan dikembalikan pada orangtua masing-masing. Meskipun perbuatan mereka membuat resah. Dengan penanganan seperti itu, besar kemungkinan tawuran akan terulang kembali.
Selama sistem Kapitalisme Sekulerisme diterapkan, problem terkait tawuran tidak akan tuntas. Faktanya, justru tawuran para remaja terus terjadi. Korban pun terus bertambah tanpa solusi pasti. Pendidikan yang diterapkan juga tidak mampu mencerdaskan pelajar, sehingga mereka semakin jauh dari pemuda dambaan umat. Di sinilah letak kegagalan negara dalam memberikan perlindungan.
Berbeda dengan Islam sebagai agama yang membawa rahmat bagi alam semesta, manusia, dan kehidupan, akan menyelesaikan segala persoalan hingga tuntas. Terkait persoalan tawuran, Islam mempunyai konsep tegas dan jelas. Karena, menjadikan akidah Islam sebagai dasar negara. Sehingga aturan Islam tegak atas dasar keimanan. Hal ini yang menjadikan setiap perilaku warga negara termasuk pemuda, akan terikat dengan pemahaman Islam. Setiap individu akan paham dan sadar, bahwa setiap amal perbuatan manusia akan dihisab. Sehingga, tidak akan ada yang berbuat semena-mena baik terhadap lingkungan juga sesama manusia. Sebagaimana firman Allah Ta’ala : “Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat balasannya, dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat balasannya.” (QS Al-Zalzalah :7-8)
Daulah Islam, akan membentuk kepribadian warganya melalui sistem pendidikan. Agama sebagai pondasi kehidupan tidak hanya diajarkan di sekolah, tetapi menjadi pendukung dalam pendidikan. Dari sistem pendidikan yang benar inilah, akan lahir para pelajar yang memiliki visi akhirat. Juga sekaligus terampil dan cemerlang dalam ilmu pengetahuan.
Para pelajar dalam naungan Daulah Islam, sadar betul bahwa hakikat kehidupan seorang muslim mengabdikan hidupnya di jalan Islam. Yakni, dengan mewujudkan ketaatan secara totalitas pada Sang Khalik. Mereka pun akan mengerti tentang visi dakwah dan jihad yakni menjadi pemuda pembebas. Mereka akan memghabiskan hidupnya dengan meraih rida Allah dengan cara terus belajar tsaqafah Islam, menjadi ulama, ilmuwan, mujtahid, penguasa yang menerapkan Islam kafah, juga menjadi apapun yang berkontibusi demi kebaikan Islam.
Inilah hasil dari pendidikan Islam, mereka menjadi generasi yang bervisi akhirat. Tumbuh menjadi pemuda gagah berani yang meninggikan panji Islam. Hati mereka terikat dengan keimanan dan ketakwaan terhadap Allah Ta’ala.
Selain pendidikan, Islam juga memiliki sanksi yang menjerakan. Setiap orang yang sudah balig harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan syariat. Jika terbukti melakukan tindak kriminal, ia akan dihukum sesuai jenis pelanggarannya. Dalam hal melukai dan membunuh orang, akan ada sanksi kisas.
Dengan menerapkan sistem Islam, masalah tawuran akan terselesaikan secara nyata. Para pemuda akan tumbuh menjadi generasi cerdas dan unggul juga membawa maslahat bagi semua. Daulah Islam akan mewujudkannya melalui tiga pilar kokoh yang saling mendukung. Kesalihan individu, kepedulian masyarakat, dan perlindungan negara. Dengan demikian, pemuda harapan umat akan hadir dan menciptakan rahmat bagi seluruh alam.
Wallahua’lam bish shawab.