BALI (Arrahmah.id) – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali telah menetapkan Rektor Universitas Udayana I Nyoman Gede Antara sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) mahasiswa baru seleksi jalur mandiri tahun akademik 2018 sampai 2020 yang merugikan negara hingga mencapai Rp443 miliar.
Dalam pengusutan kasus tersebut, Kejati Bali mengatakan kemungkinan pula mendalami dugaan tindak pidana pencucian uang. Mereka juga telah berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk mendapatkan dugaan transaksi janggal diduga TPPU.
Selain itu, untuk beberapa barang bukti berupa dokumen dan lainnya sudah disita pihak Kejati Bali.
“Barang bukti penyidikan sudah kita sita, banyak dokumen dan alat bukti elektronik. Ini juga digital forensiknya juga sudah. Tidak tertutup kemungkinan Pasal 5, Pasal 11 juga ada di situ. Karena ada beberapa banyak TPPU nanti coba kita dalami. Kita sudah koordinasi ke PPATK,” ujar Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali Agus Eko Purnomo, Senin (13/3/2023), lansir CNN Indonesia.
Agus mengatakan Nyoman Gede Antara yang telah ditetapkan tersangka saat itu sebagai ketua panitia penerimaan mahasiswa baru tahun 2018 sampai 2020.
“Peran dan jabatan sebagai ketua panitia pada tahun 2018 sampai 2020,” kata Agus.
Total kerugian negara Rp443 miliar itu merupakan akumulasi dari kerugian negara Rp105 miliar, kerugian Rp3,9 miliar, dan kerugian perekonomian negara Rp334,5 miliar.
Ia menerangkan, untuk kerugian negara mencapai setidaknya Rp105 miliar dan Rp3,9 miliar itu ditemukan dalam pengembangan penyidikan.
“Itu Rp105 miliar itu kita temukan dalam penyidikan. Kemarin kan pasal yang pertama kita sangkakan Pasal 12 huruf e, itu yang kerugiannya Rp3,9 miliar. Setelah, kita lakukan pendalaman dan pemeriksaan dengan alat bukti dan audit dari auditor, itu ada juga penerimaan lain yang besarnya tidak sesuai dengan peraturan,” ujarnya.
“Jadi kita temukan tidak hanya Pasal 12 huruf e, jadi Pasal 2 dan Pasal 3, Ayat 1 pun sudah kita temukan. Jadi ada penambahan pasal dan penambahan kerugian dan penambahan tersangka,” jelas Agus.
Ia juga menyebutkan pihaknya mendapati kerugian perekonomian dalam kasus ini sebesar Rp334,5 miliar, dan dari bagian Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) mencapai Rp2,3 triliun.
“SPI itu, seluruhnya Rp334 sekian miliar, itu bagian dari BNPP yang Rp2,3 triliun. Jadi, ini memang kasusnya unik, seolah-olah ini uang dimasukkan dulu ke situ, seolah-olah semua resmi tidak ada aturan. Dan Kita temukan juga beberapa peraturan yang tidak dibuat oleh yang bersangkutan,” sebut Agus
Total kerugian negara Rp443 miliar itu merupakan akumulasi dari kerugian negara Rp105 miliar, kerugian Rp3,9 miliar, dan kerugian perekonomian negara Rp334,5 miliar.
Ia menerangkan, untuk kerugian negara mencapai setidaknya Rp105 miliar dan Rp3,9 miliar itu ditemukan dalam pengembangan penyidikan.
“Itu Rp105 miliar itu kita temukan dalam penyidikan. Kemarin kan pasal yang pertama kita sangkakan Pasal 12 huruf e, itu yang kerugiannya Rp3,9 miliar. Setelah, kita lakukan pendalaman dan pemeriksaan dengan alat bukti dan audit dari auditor, itu ada juga penerimaan lain yang besarnya tidak sesuai dengan peraturan,” ujarnya.
“Jadi kita temukan tidak hanya Pasal 12 huruf e, jadi Pasal 2 dan Pasal 3, Ayat 1 pun sudah kita temukan. Jadi ada penambahan pasal dan penambahan kerugian dan penambahan tersangka,” jelas Agus.
Ia juga menyebutkan pihaknya mendapati kerugian perekonomian dalam kasus ini sebesar Rp334,5 miliar, dan dari bagian Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) mencapai Rp2,3 triliun.
“SPI itu, seluruhnya Rp334 sekian miliar, itu bagian dari BNPP yang Rp2,3 triliun. Jadi, ini memang kasusnya unik, seolah-olah ini uang dimasukkan dulu ke situ, seolah-olah semua resmi tidak ada aturan. Dan Kita temukan juga beberapa peraturan yang tidak dibuat oleh yang bersangkutan,” ungkap Agus.
(ameera/arrahmah.id)