KAIRO (Arrahmah.com) – Dalam pertemuannya dengan Duta Besar Myanmar untuk Mesir pada Senin (19/12/2016), imam besar Al-Azhar Islamic Center, Syaikh Ahmed El-Tayeb, menegaskan bahwa penindasan terhadap kelompok minoritas Muslim harus berakhir dan hak-hak kewarganegaraan Rohingya ini harus diakui.
Dia juga menyatakan kesiapan Al-Azhar untuk mengadakan pertemuan dengan para pemimpin agama Myanmar untuk mengurangi ketegangan dan konflik.
Seperti para penguasa Muslim lainnya yang hanya sekedar beretorika, ia pun menyuarakan segera dibentuknya perdamaian yang komprehensif dan layak di antara semua warga negara Myanmar.
Dalam beberapa pekan terakhir, setidaknya 86 orang tewas dalam gelombang kekerasan rasial terakhir terhadap Muslim Rohingya, meskipun laporan independen menyebutkan jumlah korban sebenarnya jauh lebih tinggi.
PBB memperkirakan 27.000 minoritas Rohingya yang tak memiliki kewarganegaraan ini telah melarikan diri melintasi perbatasan memasuki Bangladesh.
Negara bagian Rakhine di Myanmar utara telah berada di bawah pengepungan militer sejak Oktober selama serangan di sebuah pos polisi, yang menurut pemerintah, dilakukan oleh Rohingya. Terjadi banyak pemerkosaan, pembunuhan, dan pembakaran terhadap penduduk Muslim di negara bagian ini.
Pekan lalu, Human Rights Watch mengatakan bukti menunjukkan militer Myanmar di balik pembakaran desa Rakhine. HRW mengatakan sedikitnya 1.500 bangunan telah hancur sejak Oktober 2015 di desa ini.
Sejak penindasan dimulai, pemerintah Myanmar menolak untuk mengizinkan badan-badan bantuan dan media memasuki wilayah yang bermasalah.
Rakhine telah menjadi tempat kekerasan komunal di tangan ekstremis Buddha sejak 2012. Ratusan orang tewas dan puluhan ribu orang terpaksa meninggalkan tempat tinggal mereka. (althaf/arrahmah.com)