JAKARTA (Arrahmah.com) – Reklamasi Teluk Jakarta bertentangan dengan Pancasila, demikian nilai pakar hukum Lingkungan dari Universitas Airlangga Surabaya, Suparto Wijoyo. Menurutnya banyak nelayan yang terampas mata pencahariannya akibat reklamasi. Dampak lingkungan yang buruk menjadikan beberapa LSM turun tangan menolak reklamasi tersebut.
“Ada apa dengan Pak Luhut, reklamasi itu kan sebagai penumpang saja dari kapal besar yang dinamakan satu pembangunan terpadu Ibukota nasional. Menurut saya penolakan para nelayan merupakan proses hukum yang harus dijalani, hukum amdalnya belum sah, license nya belom sah PTUN juga memutuskan beberapa pulau harus dibatalkan, kenapa masih saja reklamasi tetap bisa jalan ini patut dipertanyakan, ini tidak Pancasilais,” tutur Suparto dalam wawancara bersama Radio Republik Indonesia di Jakarta, Senin (29/5/2017).
Suparto mengingatkan agar negara tidak takut pada pengembang, jika memang pengembang merasa dirugikan atas pembangunan infrastruktur teluk Jakarta. Suparto berharap rakyat Indonesia diutamakan daripada harus mengutamakan kepentingan para pengembang.
“Indonesia negara yang hebat, kok negara takut digugat sama pengembang ini urusan rakyat jangan di dominasi oleh swasta. Kalau mau kembangkan reklamasi silahkan di daerah lain tapi jangan jadikan Jakarta seperti layaknya kota Singapura kalau banyak masyarakat jadi korbannya,” kata Suparto, dikutip rri.co.id
Sebelumnya Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan gusar dan berucap pengembang reklamasi akan menuntut Pemprov DKI Jakarta ke pengadilan jika tak mau membayar ganti rugi kepada pengembang terkait pembatalan reklamasi.
Bahkan, Luhut bilang, nantinya permasalahan ini tak akan berujung. Beberapa pengembang telah menyelesaikan pembangunan pulau reklamasi mereka. Bahkan, mereka telah membangun infrastruktur di atas pulau reklamasi.
Sejauh ini, pulau dalam proyek reklamasi 17 pulau di Teluk Jakarta yang diketahui sudah selesai dibangun adalah Pulau C, D, K, dan N. Satu pulau lagi, yakni G baru setengah jadi.
Pulau C dan D adalah pulau yang dibangun oleh PT Kapuk Naga Indah, anak perusahaan dari PT Agung Sedayu Group. Pulau K dibangun oleh PT Pembangunan Jaya dan direncanakan digunakan untuk depo MRT.
Pulau N dibangun oleh PT Pelindo II dan kini dimanfaatkan sebagai dermaga baru Pelabuhan Tanjung Priok, sedangkan Pulau G dibangun oleh PT Muara Wisesa Samudera, anak perusahaan dari PT Agung Podomoro Land.
Adapun alasan Anies-Sandi tak akan mengganti rugi pengembang reklamasi karena pembangunan reklamasi dianggap dilakukan secara ilegal.
Anggota tim sinkronisasi Anies-Sandi, Marco Kusumawidjaja, menilai pulau reklamasi dibangun dengan menyalahi analisa mengenai dampak lingkungan (Amdal) dan tanpa peraturan daerah (Perda) Zonasi.
Selain itu, diia menyebut ruko-ruko yang sudah dibangun juga tidak memiliki izin mendirikan bangunan (IMB)
(azm/arrahmah.com)