BABIL (Arrahmah.id) — Sebuah pengadilan Irak pada Ahad (13/2/2022) menjatuhi hukuman mati kepada seorang polisi dan informan karena operasi palsu yang dilakukan ke sebuah rumah di desa Al Rashayed di provinsi Babil.
Dilansir Middle East Eye (14/2), insiden itu terjadi pada bulan Desember di mana kedua oknum tersebut melepaskan tembakan yang menewaskan 20 orang dengan dalih mengejar teroris.
Kasus tersebut baru terungkap setelah diadakan penyelidikan mendalam. Ditemukan bahwa motifnya karena perselisihan keluarga yang mendorong seorang informan untuk memberikan informasi palsu kepada polisi tentang dua teroris di rumah itu.
Atas tindakannya, pengadilan pidana menjatuhkan hukuman gantung kepada kedua pelaku, menurut Kantor Berita INA yang dikutip Ahram (14/2).
Selain kedua orang tersebut, seorang perwira intelijen dari Kementerian Dalam Negeri yang memimpin operasi tersebut juga akan dihukum mati.
Delapan belas orang lainnya, termasuk warga sipil dan pasukan keamanan, yang turut berpartisipasi dalam operasi itu juga sedang menunggu hukuman.
“Terdakwa lainnya akan diadili nanti,” kata sebuah sumber pengadilan.
Irak merupakan salah satu negara dengan tingkat eksekusi tertinggi di dunia. Tercatat, negara tersebut berada pada posisi ke-4, menurut Amnesty International.
Lebih dari 50 orang dieksekusi di negara tersebut pada tahun 2020. Banyak yang dituduh terlibat dalam kelompok militan Islamic State (ISIS). Hukuman mati diberlakukan pada kasus pembunuhan dan terorisme di Irak. (hanoum/arrahmah.id)