KAIRO (Arrahmah.com) – Junta militer yang berkuasa Mesir telah mengeluarkan sebuah deklarasi konstitusi baru, melanjutkan kekuasaan legislatif setelah mahkamah konstitusi membubarkan parlemen terpilih, laporan mengatakan.
Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata (SCAF), yang mengambil kekuasaan setelah mantan diktator Hosni Mubarak digulingkan pada Februari 2011, mengeluarkan perubahan dokumen konstitusi, Minggu (17/6/2012), dan menyerahkan sendiri kekuatan besar saat pemilihan pemilihan presiden putaran kedua ditutup, AFP melaporkan.
Versi baru dokumen konstitusional, yang pertama kali diterbitkan pada bulan Maret 2011 setelah revolusi populer, mengatakan bahwa pemilihan parlemen baru tidak dapat diselenggarakan sampai terbentuknya konstitusi permanen yang tertulis.
Dengan dibubarkannya parlemen terpilih dan diberlakukannya darurat militer, para jenderal juga telah memberikan diri mereka hak untuk memveto kekuasaan terhadap setiap teks dari konstitusi baru.
Sementara itu, menurut laporan, junta berencana untuk melakukan kudeta sempurna terhadap revolusi dengan mempersiapkan pengumuman dimana matnan perdana menteri terakhir era Mubarak, Ahmed Shafiq, menjadi pemenang dalam pemilihan presiden.
Sejumlah laporan mengatakan bahwa SCAF, yang dipimpin oleh Marsekal Hussein Tantawi, telah melakukan koordinasi dengan pemerintah AS untuk menyelesaikan kudeta yang direncanakan dengan menempatkan Shafiq di samping kandidat Ikhwanul Muslimin, Mohammed Morsi, dalam pemilihan presiden.
Upaya terakhir Tantawi untuk tetap mengontrol kekuasaan muncul meskipun fakta bahwa mereka telah berjanji untuk menyerahkan kekuasaan kepada presiden negara terpilih pada 1 Juli mendatang.
Pada hari Kamis, Mahkamah Agung Konstitusi Mesir mengumumkan keputusan untuk membubarkan parlemen yang dipilih, yang didominasi oleh Ikhwanul Muslimin.
Langkah ini memicu protes besar-besaran dan reaksi rakyat dan para ulama Mesir, yang menggambarkan hal tersebut sebagai “upaya kudeta.”
Ikhwan mengkritik keputusan itu, dan menuntut referendum. Dalam pernyataan yang dikeluarkan pada hari Sabtu (16/6), kelompok yang mengklaim dirinya partai Islam itu mengatakan keuntungan politik dari revolusi saat ini ada dalam bahaya. (althaf/arrahmah.com)