JAKARTA (Arrahmah.com) – Aksi damai Tolak Pemilu Curang di depan Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) berujung rusuh. Ada penyusup yang menjadi biang kerok yang tidak terkait dengan aksi damai.
Menurut kepolisian seperti dilaporkan Detik.com (23/5/2019), mereka adalah preman, sebagian berasal dari luar Jakarta dan mendapatkan bayaran atas aksi rusuhnya. Namun, polisi mengklaim bahwa belum jelas siapa yang membayar mereka.
“Ada sekira 300 massa yang bisa kita kategorikan massa perusuh yang tiba-tiba lempar molotov, lempar batu,” kata Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Iqbal, dalam jumpa pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (23/5), lansir Detik.
Mereka disebut beraksi membabi-buta. Massa tersebut, kata Iqbal, melempari petugas dengan berbagai benda, termasuk tombak yang diduga sudah dipersiapkan.
Khusus untuk kerusuhan 22 Mei, polisi sudah mencokok 185 orang. Penangkapan dilakukan di depan Bawaslu, sekitar Bawaslu, Patung Kuda, Sarinah, Menteng, Gambir, sekitar Slipi, dan Petamburan.
Namun pada Kamis malam, jumlah perusuh yang telah ditangkap mencapai 442 orang, menurut pernyataan Mohammad Iqbal.
Iqbal mengatakan, pelaku ditangkap polisi karena terbukti melakukan perusakan dan pembakaran kendaraan di asrama Polri Petamburan, depan Kantor Bawaslu RI, dan di depan Stasiun Gambir.
Selain informasi bertambahnya jumlah terduga perusuh, Mohammad Iqbal menjelaskan bahwa demo aksi dibagi menjadi dua segmen. Pertama, demo yang berlangsung damai dan sifatnya spontan. Kedua, datangnya sejumlah massa yang disusupkan ke dalam massa demo damai untuk membuat kacau situasi.
“Preman Tanah Abang ya, dibayar. Rp 300 ribu perhari, sekali datang, dikasih duit,” ujar Brigjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri.
Tak hanya Preman Tanah Abang, kabarnya, mereka juga berasal dari luar Ibu Kota. “Jawa barat, Banten, baru sisanya itu betul preman Tanah Abang,” kata Dedi. (haninmazaya/arrahmah.com)