DENMARK (Arrahmah.com) – Penangkapan dan pembunuhan secara brutal ratusan atau bahkan ribuan ikan paus di Kepulauan Faroe di Atlantik Utara, yang masih dibawah otoritas Denmark telah dipraktekkan sejak saat pemukiman Norse pertama di kepulauan Faroe. Hal ini diatur oleh otoritas Faroe.
Kebiasaan masyarakat Faroe secara turun temurun sejak 1584 adalah melakukan pembunuhan terhadap ikan paus secara besar-besaran yang dikenal dengan istilah Grindadráp. Meskipun mendapatkan protes keras dari berbagai organisasi pecinta binatang namun tampaknya budaya biadab tersebut masih tetap berlangsung dengan alasan melestarikan kebudayaan leluhur.
Setiap tahun setidaknya 950 ekor ikan paus pilot (Globicephala melena) maupun paus sirip panjang dibunuh oleh masyarakat Faroe. Meskipun memang mengkonsumsi daging dan lemak ikan paus telah menjadi kebiasaan sehari-hari masyarakat Faroe, tapi tetap tidak dibenarkan membuat kerusakan ekosistem yang sangat parah dengan melakukan pembunuhan ratusan ikan paus dalam satu acara tahunan.
Tidaklah dilarang untuk membunuh ikan dan memakannya, tetapi apakah merusak ekosistem laut itu adalah sesuatu hal yang baik? terlebih paus adalah salah satu satwa yang sudah langka. Jika terjadi ketidakseimbangan dalam ekosistem, pasti akan terjadi dampak yang buruk.
Padahal, di Eropa sendiri tengah gencar isu pelestarian lingkungan, kampanye sayang binatang, yang semakin memperketat peraturan untuk melindungi binatang bahkan peraturan itu mendiskriminasi kaum Muslimin yang ingin menyembelih hewan secara islami (halal) yang mereka (para pecinta binatang) katakan kejam. Hingga beberapa negara Eropa berniat melarang penyembelihan hewas secara islami.
Namun pembantaian paus dalam jumlah banyak ini tidak diligelakan dengan alasan budaya dan sejarah.
Dan namapkanya tidak ada upaya menghentikan tradisi barbar ini, terbukti setiap tahun Denmark membiarkan tradisi barbar itu dilakukan.
Sungguh memprihatinkan bagi manusia yang memiliki hati nurani dan rasa sayang terhadap sesama makhluk hidup. Ironisnya ternyata kelakuan merusak masyarakat Faroe itu tidak mendapat sanksi yang serius dari dunia internasional. (siraaj/arrahmah.com)