BOGOR (Arrahmah.com) – Banyak para intelektual yang seharusnya mampu memecahkan berbagai persoalan hidup, namun pada realitasnya para intelektual muslim lebih banyak leluasa membiarkan dirinya terpenuhi oleh pemikiran-pemikiran barat yang menjauhkan nilai-nilai ajaran agama sehingga menjatuhkan martabat manusia.
Indonesia dan seluruh dunia sampai saat ini masih menerapkan sistem kapitalisme yang berlandaskan sekulerisme dalam memandang kehidupan. Maka bila kita mengkajinya secara lebih mendalam akan disimpulkan bahwa umat Islam belum mengamalkan seluruh syariat Islam seluruhnya karena tidak dapat diamalkan oleh umat Islam, bukan karena tidak mau mengamalkan. Mengapa?.
Hal inilah yang menjadi bahan diskusi dalam acara Moslem Intellectual Circle (MIC) yang diselenggarakan oleh Hizbut Tahrir Indonesia Daerah Bogor dengan pembicara Prof. Dr.Ing.Fahmi Amhar yang mengambil tema “Memahami Kerangka Berpikir Islam Dalam Upaya Memperkuat Aqidah Islamiyah” bertempat di Meeting Room Restoran Gurih 7 Bogor, Ahad 21 Oktober 2012. Acara yang dimulai tepat pukul 09.00 WIB hingga pukul 11.30 dihadiri oleh 115 peserta yang terdiri dari tokoh intelektual, dosen, peneliti, mantan legislatif DPRD hingga ketua majelis talim dan beberapa orang professor.
Para peserta sangat antusias mengikuti acara ini karena mengharapkan adanya perubahan di negeri ini yang makin hari kondisinya semakin suram seperti banyaknya korupsi yang terjadi di semua level, kemiskinan, pengangguran, gizi buruk, kasus tawuran pelajar mahasiswa, perampokan kekayaan sumberdaya alam oleh asing, utang luar negeri yang kian besar hingga pembunuhan yang sudah menjadi pemandangan hal yang biasa.
Pembicara Prof.Dr.Ing Fahmi Amhar memaparkan bahwa ada hukum syariat Islam yang tidak dapat diamalkan oleh umat Islam, bukan karena tidak mau mengamalkan. Namun karena ada pengamalan syariat Islam yang memerlukan sebuah negara seperti pengamalan hukum qishos yang memerlukan negara, sehingga pengamalan syariat Islam oleh negara perlu direalisasikan sebagaimana dijelaskan dalam Q.S An-Nisa 59 dan Q.S Al-Maidah 48.
“Jika negaranya tidak mau mengamalkan maka akan muncul “Dosa Investasi” yaitu Dosa yang berasal dari Fardhu Kifayah yang tidak diamalkan, padahal fardhu kifayah mencakup 90% dari syariat Islam sedangkan Fardhu Ain hanya 10% nya ujar Fahmi Amhar di hadapan ratusan peserta Intelektual.
Menggugurkan “Dosa Investasi”
Dalam acara MIC dijelaskan bahwa dosa Investasi diantaranya adalah jika Ada orang yang meninggal kemudian jenazahnya tidak diurus yang berdosa seluruh umat Islam.
Jika ada orang yang berzina, seluruh ummat Islam berdosa (Silahkan baca Q.S An Nur:2)
Jika Ada orang yang membunuh,seluruh ummat Islam berdosa (Silahkan baca Q.S Al Baqarah 178)
Jika ada orang yang mencuri,seluruh umat Islam berdosa (silahkan baca Q.S Al Maidah: 38)
Jika banyak orang yang kafir, seluruh umat Islam berdosa (silahkan baca Q.S At-taubah 29 & 39) dan
Jika umat Islam di dunia ini juga tidak diatur dengan hukum Islam, maka seluruh umat Islam berdosa (Silahkan baca Q.S Al-Maidah 48 & 44)
Melihat kondisi tersebut maka sudah saatnya kita menghitung “dosa investasi”dan selanjutnya bagaimana cara menggugurkannya. Dosa investasi akan gugur bila fardhu kifayah itu sudah diamalkan oleh negara, karena fardhu kifayah tidak bisa dihapuskan kecuali kewajiban itu sudah diamalkan. karena itu “dosa investasi” hanya akan dituliskan kepada umat Islam yang hanya diam tidak mau berusaha untuk melakukan perubahan dengan menerapkan syariat Islam secara menyeluruh.
Para peserta tampak antusias dan rindu akan penerapan syariat Islam di Indonesia dan tempat lainnya agar dapat gugur dari “dosa investasi”. Salah seorang peserta mengungkapkan dukungannya kepada HTI agar terus berjuang menegakkan syariat Islam. Acara tersebut ditutup dengan diskusi tanya jawab dan doa penutup serta dilanjutkan dinamika kelompok membahas kajian Islam lebih dalam lagi.
(andi/arrahmah.com)