WASHINGTON (Arrahmah.com) – Negara-negara harus memberi sanksi pada Cina atas penahanan massal etnis Uighur, ratusan akademisi mengatakan pada Senin (26/11/2018). Mereka juga memperingatkan bahwa kegagalan untuk bereaksi akan menandakan penerimaan atas “penyiksaan psikologis terhadap warga sipil yang tidak bersalah”.
Beijing dalam beberapa bulan terakhir menghadapi kecaman dari para aktivis, akademisi, dan pemerintah asing atas penahanan massal dan pengawasan ketat terhadap minoritas Muslim Uighur dan kelompok etnis lainnya di wilayah barat Xinjiang yang bergolak.
Pada bulan Agustus, panel hak asasi manusia PBB mengatakan telah menerima banyak laporan yang dapat dipercaya bahwa satu juta atau lebih orang Uighur dan minoritas lainnya ditahan di dalam “kamp interniran masif yang diselimuti rahasia” di wilayah tersebut.
Perwakilan dari kelompok 278 akademisi di berbagai disiplin ilmu dari puluhan negara menyerukan pada sebuah jumpa pers di Washington agar Cina mengakhiri kebijakan penahanannya, dan agar negara-negara memberi sanksi yang ditujukan pada para pemimpin kunci Cina dan perusahaan keamanan yang terkait dengan pelanggaran.
Negara-negara harus mempercepat permintaan suaka dari minoritas Muslim Xinjiang, serta “memelopori sebuah gerakan di tingkat PBB yang ditujukan untuk menyelidiki sistem interniran massal ini dan menutup kamp-kamp tersebut”, demikian diungkap pernyataan itu.
Cina menolak kritik atas tindakannya di Xinjiang, mengatakan bahwa pihaknya melindungi agama dan budaya minoritas, dan bahwa tindakan keamanannya diperlukan untuk memerangi pengaruh kelompok “ekstrimis” yang menghasut kekerasan di sana.
Menteri Luar Negeri Cina, Wang Yi, telah mengatakan bahwa dunia seharusnya mengabaikan “gosip” tentang Xinjiang dan mempercayai pemerintah.
Tapi setelah penolakan awal tentang kamp-kamp tahanan, para pejabat Cina mengatakan beberapa orang bersalah atas pelanggaran kecil dikirim ke pusat pelatihan “kejuruan”, di mana mereka diajarkan keterampilan kerja dan pengetahuan hukum yang bertujuan untuk membatasi militansi.
Juru bicara kementerian luar negeri Cina, Geng Shuang, mengatakan pada Selasa (27/11) bahwa kebijakan Xinjiang Cina bersumber sepenuhnya dari kebutuhan untuk memerangi ‘terorisme’.
“Kami dengan tegas menentang kekuatan asing yang mencoba mengganggu urusan Xinjiang dan politik domestik Cina,” katanya pada konferensi pers reguler di Beijing. (Althaf/arrahmah.com)