Oleh :LilisHolisah
Pendidik Generasi di HSG SD Khoiru Ummah Ma’had al-Abqary Serang – Banten
(Arrahmah.com) – RAPBN 2015 disahkan oleh DPR bulan September ini, dimana RAPBN 2015 mengalami peningkatan dari sisi penerimaan dibandingkan dengan APBNP 2014. Tahun lalu nilai penerimaan sebesar Rp 1.635,4 trilyun, menjadiRp 1.762,3 trilyun atau naik sekitar 7 persen. Kenaikan pengeluaran juga terjadi peningkatan dari Rp 1.876,8 trilyun menjadi Rp 2.019,9 trilyun atau naik sekitar 7,6persen. Akibatnya Negara mengalami deficit anggaran sebesarRp 257,6 trilyun. Defisit anggaran ini akan ditutupi oleh utang atau penjualan BUMN.
Sebagaimana APBN-APBN sebelumnya, RAPBN 2015 ini pun bertumpu pada pajak. Pada RAPBN 2015, total penerimaan pajak dalam negerisebesarRp 1.370,8 trilyun atau sekitar 78 persen dari total penerimaan. Pajak yang terbesar adalah PPh (Pajak Penghasilan) non migas sebesar Rp 553,1 trilyun dan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) sebesar Rp 524,9 trilyun. Kedua pajak ini diambil dari rakyat. Artinya, rakyat dipalak oleh Negara atas nama pajak. Rakyat selalu yang dikorbankan untuk kepentingan segelintir orang dan kelompok. Betapa tidak, besarnya penerimaan dari pajak ini tidak berkorelasi pada tingkat kesejahteraan rakyat. Jumlah rakyat miskin terus bertambah dari tahun ke tahun.Subsidi untuk rakyat terus digugat.
Pada Oktober 2014, pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Jokowi telah mengagendakan perubahan RAPBN terutama untuk mengevaluasi besaran subsidi untuk rakyat. Subsidi BBM akan dihapus karena membeban iAPBN.Sehingga, pada pemerintahan Jokowi nanti, harga BBM akan naiksebesar 40 persen dan secara bertahap harga BBM akan sesuai dengan harga pasar. Lagi-lagi rakyat yang dikorbankan.
Apa yang terjadi?
Sistem ekonomi liberal yang diterapkan negara saat ini telah mengakibatkan terjadinya privatisasi sumberdaya alam secara besar-besaran. Pengelolaan kekayaan alam telah beralih dari negara kepada swasta lokal maupun asing. Artinya, ketika kekayaan alam dikelola oleh swasta, pendapatan yang seharusnya diterima negara beralih kepada swasta.Padahal seharusnya itu menjadi sumber utama pendapatan APBN.
Ketika sumber utama pendapatan APBN ‘dijarah‘swasta, negara harus mencari sumber pendapatan lain di luar darikekayaan alam tersebut. Maka, pilihannya adalah menarik pajak dari rakyat. Sehingga sangat wajar kalau dalam setiap APBN, pajak negara ini menjadi sumber utama pendapatan negara.
Alam Indonesia sesungguhnya sangat kaya, dan ini seharusnya menjadi sumber pendapatan utama negeri ini. Namun realitasnya, kekayaan negeri ini dirampok dengan leluasa oleh para kapitalis raksasa.
Freeport leluasa ‘merampok‘ emas, tembaga dan hasil tambang lainnya di Papua. Tambang minyak dan gas dikuasai asing dan swasta hingga 87 persen. Begitu juga dengan kekayaan hutan di Kalimantan, Sulawesi, Sumatera dan Papua ‘dijarah‘ swasta atas nama HPH (Hak Pengelolaan Hutan). Batubara pun ‘dirampok‘ oleh perusahaan swsta dalam negeri dan asing, negara hanya mendapatkan 30 persennya saja. Perampokan secara besar-besaran yang dilakukan oleh perusahaan swasta ini mendapatkan legalitas dari negara atas nama Undang-Undang.
Bebas pajak, bisakah?
Sistem kapitalisme selalu menjadikan rakyat sebagai sasaran utama untuk mengisi kantong-kantong pendapatannya. Berbagai pelayanan umum yang seharusnya menjadi kewajiban negara dan menjadi hak rakyat, harus dibayar dengan harga pasar. Alhasil, beban rakyat kian berat dari har ike hari.
Rakyat pun dibebani pajak untuk mengisi kantong penerimaan negara. Pajak yang harus ditanggung rakyat tentu saja sangat membebani. Berbagai hal selalu dikenai pajak. Mulai dari makanan dan minuman, penghasilan, bumi danbangunan, cukai dll. Bisakah rakyat bebas dari pajak?
Harapan rakyat untuk bebas dari pajak sesungguhnya sangat mungkin terwujud jika pengelolaan sumber daya alam yang melimpah di negeri ini dilakukan dengan baik. Caranya adalah sumber daya alam tidak lagi diserahkan pengelolaannya kepada pihak swasta dan asing. Kekayaan alam yang menguasai hajat hidup orang banyak adalah milik rakyat, tidak boleh dikuasai oleh individu, negara apalagi swasta dan asing. Negara mengelolanya atas nama rakyat dan mengembalikan hasilnya untuk kepentingan rakyat dalam bentuk pendidikan gratis, kesehatan gratis, BBM gratis, listrik gratis, dll. sehingga rakyat tidak lagi dibebani dengan pajak dan beban hidup yang tinggi karena semua dikenai pajak.
Seharusnya negara melakukan pengambilalihan aset-aset umum, mengelola emas, tembaga dan hasil tambang lainnya di Papua. Mengambil alih pengelolaan tambang minyak di Blok Cepu, Natuna, dan daerah-daerah lainnya, dll.
Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat melimpah. Estimasi 2008 World Coal Institute, mengemukakan bahwa cadangan batubara Indonesia hanya 0,5 % dari cadangan dunia namun dari segi produksi Indonesia menempati posisi keenam dengan jumlah produksi mencapai 246 juta ton. Untuk nilai Ekspotir batubara Indonesia menduduiki peringkat ke-2 terbesar di dunia denganj umlah ekspor sebesar 203 juta ton.
Indonesia menduduki peringkat 25 sebagai negara dengan potensi minyak terbesar yaitu sebesar 4.3 milyar barrel, selain itu Indonesia juga menduduki peringkat 21 penghasil minyak mentah terbesar dunia sebesar 1 juta barrel/hari, peringkat 13 negara dengan cadangan gas alam terbesar sebesar 92.9 trillion cubic feet, peringkat ke-8 penghasil gas alam terbesar dunia sebesar 7.2 tcf, peringkat ke-2 negara pengekspor LNG terbesar sebesar 29.6 bcf.
Berdasarkan data USGS cadangan emas Indonesia berkisar 2,3% dari cadangan emas dunia. Dengan cadangan sebesar ini Indonesia menduduki peringkat ke-7 yang memiliki potensi emas terbesar didunia.Cadangan timah Indonesia sebesar 8,1% dari cadangan timah dunia.Cadangan tembaga Indonesia sekitar 4,1% dari cadangan tembaga dunia. Cadangan nikel Indonesia sekitar 2,9% dari cadangan nikel dunia.
Sumber daya alam yang dimiliki Indonesia yang melimpah tersebut sangat mungkin negeri ini keluar dari paradigma kapitalis yang mengandalkan pajak untuk mengisi penerimaan negara. Alhasil, rakyat pun tidak lagi terbebani dengan pajak yang tinggi dan beban hidup yang berat. WaAllahu ‘alam. (arrahmah.com)