Oleh: Harits Abu Ulya
Pemerhati Kontra Terorisme & Direktur CIIA (The Community Of Ideological Islamic Analyst)
(Arrahmah.com) – Pada hari Selasa, (13/05/2014) sekitar pukul 13.00 WIB Densus88 kembali menangkap seseorang yang bernama Ramuji (28) alias Kapten di Desa Kandangsemangkon, Kecamatan Paciran Lamongan Jatim. Pasal terorismelah yang dipakai menjerat Ramuji, dengan asumsi Ramuji terkait jaringan Santoso cs (Mujahidin Indonesia Timur). Sangkaan lebih lanjut, Ramuji terlibat pelatihan merakit bom di pegunungan Poso Sulteng. Ramuji aktif mengirim logistik ke kelompok Santoso.Dan di perkirakan akan melakukan bom bunuh diri pada Pilpres Juli 2014.
Dibulan sebelumnya, beruntun pada tanggal 16 dan 17 April 2014 dua orang diduga pelaku teror juga ditangkap yaitu Paimin alias Ade dan Ardi.Keduanya juga di sangka jaringan Santoso cs. Paimin di tangkap di daerah kelurahan Lawanga, Poso kota Utara. Dan Ardi ditangkap saat pulang dari pasar Sentral Poso menuju rumahnya di Kayamanya. Keduanya di tuduh terlibat peledakan bom di Pantango Lemba pada bulan Februari 2014 yang menyebabkan lobang besar di tengah jalan. Dan keduanya juga di tuduh mengikuti pelatihan militer pada tahun 2011, selain menjadi kurir Santoso.
Saya mengeja dari dua peristiwa terpisah tapi saling dikaitkan dengan muara yang sama yaitu Santoso dan Poso, serta cerita tentang ancaman “teroris” terhadap Pilpres 2014. Dari penelusuran, saya dapatkan beberapa realitas (fakta lapangan) antara lain;
Pertama;Seorang Ramuji saban hari kerap dijumpai di TPI (tempat pelelangan ikan) di Brondong Paciran Lamongan. Dia hanya seorang kuli bongkar ikan, dulunya pernah jadi “kapten” sebuah istilah yang disematkan untuk orang pencari ikan dan dia sebagai pemegang kemudi perahu ikannya. Dan para nelayan yang berprofesi sebagai “kapten” tidak hanya seorang Ramuji. Jadi bukan “kapten” seorang perwira rendah dengan senjata api di pinggang, tapi seorang pemegang kemudi perahu ikan. Barangkali media menyebut nama Ramuji alias Kapten hasil copy paste dari satu sumber yaitu pihak kepolisian. Dan Ramuji kelihatanya belum beruntung saat menjalani profesi sebagai kapten, akhirnya memilih menjadi kuli jasa bongkar ikan dan kerja serabutan lainnya.
Dia lahir di Blimbing Kecamatan Paciran, dari kecil hingga dewasa tumbuh di Blimbing. Untuk menopang kehidupan ekonominya Ramuji di bantu istrinya dengan menjahit pakaian di rumah.Ia dikaruniai seorang putri yang masih kecil, usianya sekitar 3 tahun dan Ramuji kurang lebih sudah 4 tahun menjalani pekerjaan kuli jasa bongkar ikan dan serabutan untuk menghidupi istri dan seorang anaknya. Ia tinggal di rumah yang sangat sederhana di Desa Blimbing dekat TPI (tempat pelelangan ikan) Kecamatan Paciran.Ia di tangkap Densus88 di desa tetangga, Kandang Semangkon Kecamatan Paciran. Penuturan kawan-kawan Ramuji yang biasa bergaul dan ketemu hampir saban hari di TPI (tempat pelelangan ikan), yang ditahu ia tidak pernah kemana-kemana apalagi pergi jauh luar pulau.Dan kawan-kawannya sangat heran dengan tuduhan Ramuji pernah ikut pelatihan di Poso untuk merakit bom dan kemudian juga menjadi kurir kelompok Santoso.Bahkan yang lebih mengagetkan adalah tuduhan Ramuji akan melakukan bom bunuh diri di Pilpres Juli mendatang.
Benarkah sangkaan dan perkiraan Densus88 bahwa Ramuji akan melakukan bom bunuh diri di Pilpres Juli 2014? Yang pasti bahwa Ramuji ditangkap hanya berdasarkan dugaan dan perkiraan intelijen. Dan analisa saya, alasan atau argumen dasar penangkapan Ramuji ini adalah narasi yang dibuat-buat. Sarat aroma rekayasa, untuk kepentingan proyek kontra terorisme yang banyak kehilangan momentum.
Untuk menegaskan aroma rekayasa, saya bisa beber realitas (sebagai fakta kedua) berikutnya terkait kasus bom dibulan Februari 2014 lalu di Poso, dimana dua orang ditangkap menjadi tertuduh (Paimin alias Ade dan Ardi).Dan ledakan bom tersebut juga dituduhkan sebagai produk pelatihan yang dikendalikan Santoso cs, seperti halnya rencana bom bunuh diri Ramuji adalah hasil pelatihan Santoso di pegunungan Poso.
Kedua; pada tanggal 25 Februari 2014 pihak aparat mengungkapkan temuan bom dari Desa Pantangolemba, Poso Pesisir Selatan. Kemudian disusul kejadian yang mengagetkan masyarakat, di malam harinya sekitar pukul 23.55 Wita tepatnya di jalan depan kuburan masuk menuju Desa Pantangolemba RT-01 Dusun I, Desa Pantangolemba Kecamatan Poso Pesisir Selatan Kabupaten Poso terjadi Bom meledak.
Saat kejadian situasi desa sangat sunyi, warga sangat terkejut karena suara ledakan bom tersebut sangat keras.Bahkan sangking kerasnya, bunyi ledakan terasa dan terdengar sampai ke tetanga desa seperti Desa Patiunga, Desa Bethania,Desa Tabalu,Desa Kasiguncu, Desa Masamba, Desa Saatu, dan Desa Penedapa Kecamatan Poso Pesisir. Dari kejadian ledakan bom tersebut tidak ada korban sipil maupun aparat.Hanya jalan yang menuju desa Pantangolemba berlubang lumayan besar, dan jalan sempit tersebut sempat tidak bisa dilalui roda dua (2) dan roda empat (4). Dan jejak ledakan meninggalkan lobang kurang lebih 2 meter dengan kedalaman sekitar 1,5 meter. Dan peristiwa ledakan bom ini membuat masyarakat Pantanggolemba resah, karena sebelum ledakan sudah ditemukan rangkaian bom di depan bangunan Baruga Adat Desa Pantangolemba yang kemudian diekpos oleh pihak kepolisian setempat.
Analisa saya; bahwa sangat mungkin kasus ledakan ini adalah rekayasa belaka.Ada pihak-pihak yang bernafsu, Poso ingin terus dijaga sebagai “panggung” dan lahan proyek atas nama “kontra terorisme”. Dari penelusuran didapatkan fakta yang mengejutkan sebelum kejadian perkara yang merupakan indikasi penting untuk mengendus adanya aroma rekayasa;
Bersumber keterangan Bapak Datodaga (51), seorang petani yang merangkap Bendahara Desa Patanggolemba yang beragama Nasrani (Kristen) dari Suku Pamona, dengan alamat Desa Pantanggolemba Kecamatan Poso Pesisir Selatan Kabupaten Poso. Sebelum ditemukan benda yang mencurigakan (yang kemudian diumumkan sebagai bom) dan peristiwa ledakan bom dimalam harinya, Datodaga sempat bersua (berpapasan) dan berkomunikasi dengan seorang tidak dikenal (OTK) yang mencurigakan. OTK tersebut sempat bertanya-tanya kepada Datodaga dimana jalan ke Padanglembara. Dan Pak Datodaga sempat bertanya ke OTK, tentang asal dari OTK tersebut. Kemudian orang tidak dikenal tersebut mengaku dari BFF Poso. Selanjutnya Pak Datodaga menunjukkan arah jalan ke Padamlembara yang dimaksud oleh OTK. Saat itu OTK tersebut dengan penampilan; memakai jaket warna abu-abu, baju kemeja, celana jeans, sepatu kulit warna hitam dengan penampilan rapi dengan menggunakan Moge (motor gede) tapi Pak Datodaga tidak mengetahui jenisnya.
Sekitar pukul 15.40 Wita OTK ini terlihat meluncur dari arah TKP dimana bom meledak menuju ke arah Poso. Dan OTK tersebut ada warga yang menyaksikan singgah di rumah salah satu anggota Brimob yang ada di Desa Pantangolemba. Sebelumnya OTK yang mencurigakan sudah melintasi rumah anggota Brimob tersebut tapi karena merasa ada yang melihat (mencurigai) dirinya kemudian berputar balik dan masuk kerumah anggota Brimob itu.
Tidak berselang lama sekitar pukul 16.00 Wita, atas dasar sebuah informasi kemudian salah seorang anggota Babinsa setempat mendatangi rumah anggota Brimob tersebut dan menanyakan perihal OTK, tapi mendapat jawaban bahwa orang tersebut sudah kembali pulang dan disampaikan juga bahwa bahwa orang tersebut (OTK) adalah temannya dari Brimob Moengko.Inilah fakta penting sebelum peristiwa bom meledak di Pantangolemba,dan bisa menjelaskan tentang “sandiwara teror”.
Dari daya ledak yang cukup besar, bom tersebut menurut analisa saya bukanlah karya Santoso cs. Yang lebih menggelikan lagi, buat apa meledakkan bom di jalan sepi dengan hanya berefek melubangi jalan. Apa hanya ingin memberikan pesan bahwa mereka masih eksis dan punya cadangan bom yang cukup buat meneror?. Ditemukannya bom dan peristiwa ledakan bom di Patangolemba dengan melacak kejadian-kejadian (indikasi) sebelumnya tercium kuat ini hanya drama alias rekayasa.Bahkan tidak menutup kemungkinan pihak aparat sendiri yang bermain dengan segala target dan kepentingan dibelakangnya.
Pelan tapi pasti, menurut saya rekayasa-rekayasa akan terungkap. Bahkan narasi-narasi dusta tentang ancaman “terorisme” terhadap pemilu dan lainya akan terbongkar kedustaannya. Meski narasi dagelan ini tetap saja memakan korban tidak hanya seorang Ramuji, Paimin, Ardi yang ditangkap atau bahkan nyawa yang akan melayang. Semoga masyarakat makin melek, dan siapapun yang membaca paparan saya ini mau mengoreksi diri. Sudah bukan waktunya dengan arogansi kekuasaan memegang stempel “teroris” dipakai untuk bisnis “nyawa”.
(arrahmah.com)