JAKARTA (Arrahmah.id) – Media sosial sempat dihebohkan dengan beredarnya foto produk ramen instan dengan kemasan bertuliskan “pork bone broth flavor” atau rasa kaldu tulang babi.
Pasalnya, produsen ramen instan tersebut mengklaim produknya vegan dan mencantumkan logo halal salah satu Lembaga Sertifikasi Halal (LSH) dari Jepang. Meski terbukti vegan, bisakah produk tersebut disertifikasi halal?
Corporate Secretary Manager Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), Raafqi Ranasasmita, menjelaskan bahwa seluruh produk makanan dan minuman kemasan yang beredar di Indonesia harus memiliki izin edar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), di mana BPOM hanya mengakui pencantuman logo halal MUI atau Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).
“Penggunaan perisa vegan dengan profil sensori seperti babi tidak bisa disertifikasi, sehingga produk tonkotsu instant rice noodle (vegan) dengan pork bone broth flavor sudah pasti tidak dapat beredar resmi di Indonesia dengan mencantumkan logo halal di kemasan,” tegas Raafqi.
Hal ini sesuai dengan Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2003 tentang Standardisasi Fatwa Halal. Salah satunya menetapkan masalah penggunaan nama dan bahan, yang terdiri dari empat poin. Pertama, produk tidak boleh menggunakan nama dan/atau simbol-simbol makanan/minuman yang mengarah kepada kekufuran dan kebatilan.
Kedua, produk tidak boleh menggunakan nama dan/atau simbol-simbol makanan/minuman yang mengarah kepada nama-nama benda/binatang yang diharamkan terutama babi dan khamr, kecuali yang telah mentradisi (‘urf) dan dipastikan tidak mengandung unsur-unsur yang diharamkan seperti nama bakso, bakmi, bakwan, bakpia dan bakpao.
Ketiga, produk tidak boleh menggunakan bahan campuran bagi komponen makanan/minuman yang menimbulkan rasa/aroma (flavor) benda-benda atau binatang yang diharamkan, seperti mie instan rasa babi, rasa bacon (daging babi yang diawetkan dengan penggaraman dan pengasapan/pengeringan), dll.
Keempat, produk tidak boleh mengkonsumsi makanan/minuman yang menggunakan nama-nama makanan/minuman yang diharamkan seperti whisky, brandy, beer, dll.
Lebih lanjut, Raafqi mengatakan bahwa alasan pencantuman logo halal perlu diklarifikasi ke produsen bersangkutan maupun lembaga yang menangani proses sertifikasi halal produk ini.
“Bisa saja terjadi perbedaan standar antara Indonesia dan lembaga sertifikasi negara lain. Kami menghimbau masyarakat untuk terus mengonsumsi produk bersertifikat halal yang memiliki izin edar dari BPOM sehingga terjamin dari aspek kehalalan dan keamanan pangan,” jelasnya.
Sebagai salah satu Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) di Indonesia, LPPOM MUI memiliki standar dan skema sertifikasi halal HAS23000, termasuk didalamnya terkait standar penamaan produk.
Standar ini telah menjadi rujukan banyak Lembaga Sertifikasi Halal di dunia. Dalam melakukan proses sertifikasi halal, LPPOM MUI selalu konsisten menerapkan 11 Kriteria Sistem Jaminan Halal, yang saat ini dikenal dengan Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH). Standar ini digunakan sebagai standar pelaksanaan sertifikasi halal di Indonesia.
Saat ini, di Indonesia sudah banyak beredar produk makanan dan minuman kemasan yang memiliki sertifikat halal.
LPPOM MUI menyediakan platform Cek Produk Halal untuk memudahkan konsumen muslim dalam mencari alternatif berbagai produk halal. Anda dapat mengakses Cek Produk Halal di website www.halalmui.org atau aplikasi HalalMUI yang dapat diunduh di Playstore.
(ameera/arrahmah.id)