KABUL (Arrahmah.id) — Sejumlah anggota Taliban di Afghanistan ramai-ramai menukar senjata demi mendapatkan buku pelajaran di tengah pandangan skeptis soal pendidikan modern di kalangan kelompok itu.
Gul Agha Jalali merupakan salah satu milisi Taliban yang ikut menukarkan senjatanya untuk mendapatkan buku.
Dulu, ia memang menghabiskan malam dengan menanam bom untuk menyerang pejabat pemerintah Afghanistan dan pasukan asing. Namun sekarang, Jalali sibuk belajar.
Kini, ia sedang mengikuti kursus bahasa Inggris. Ia juga mendaftarkan diri untuk kursus ilmu komputer di Kabul.
“Saat negara kami dijajah orang kafir, kami perlu bom, mortar, dan senjata. Sekarang, ada kebutuhan yang lebih besar untuk pendidikan,” kata Jalali kepada dikutip AFP (12/8/2022).
Salah satu anggota Taliban lain yang punya mimpi besar untuk melanjutkan ke perguruan tinggi adalah Amanullah Mubariz.
Ia bergabung dengan Taliban saat berusia 18 tahun. Kini, Mubariz berusia seperempat abad alias 25 tahun dan siap menempuh pendidikan tinggi.
“Saya mendaftar ke kampus di India, tetapi saya gagal di tes bahasa Inggris. Saya lalu mendaftar ke sini [Institut Muslim Kabul],” ucap Mubariz.
Seorang anggota Taliban lainnya, Mohammad Sabir, juga tampak bahagia bisa menjadi mahasiswa Universitas Dawat.
“Saya meninjau kembali studi saya tahun ini usai kemenangan Emirat Islam [nama resmi pemerintahan Taliban],” kata dia.
Sebagaimana Jalali, dia sempat menunda pendidikan demi bergabung dengan Taliban. Dia menanam ranjau dan melakukan penyerbuan di Provinsi Wardak.
Semua anggota Taliban yang AFP temui mengaku ingin menggunakan pendidikan mereka untuk membangun negara.
Namun, pendidikan menjadi masalah besar di Afghanistan. Sejak Taliban berhasil menguasai negara ini, mereka melarang para perempuan sekolah dan membatasi ajaran.
Di perguruan tinggi dan sekolah, Taliban menghapus pelajaran musik dan seni patung. Mereka menekankan ajaran syariah atau apa pun yang dianggap tak melanggar ajaran Islam versi kelompok ini.
Mubariz pun buka suara soal Taliban yang sempat melarang pendidikan untuk perempuan.
“Secara personal, sebagai pemuda, pelajar, dan anggota Emirat Islam, saya kira mereka punya hak untuk pendidikan,” kata Mubariz.
Ia kemudian berujar, “Mereka bisa melayani negara kami dengan cara yang kami lakukan. Negara ini butuh mereka sebagaimana kami dibutuhkan.”
Pemikiran baru dari milisi ini bak mendobrak pandangan konservatif Taliban yang dianggap menolak pendidikan. Banyak anggota Taliban hanya mengenyam pendidikan tingkat madrasah.
Juru bicara pemerintah Taliban, Bilal Karimi, mengatakan hasrat para anggotanya untuk kembali ke sekolah menunjukkan bahwa warga Afghanistan mendambakan pendidikan.
“Banyak mujahidin termotivasi, [mereka] yang belum menyelesaikan pendidikannya mendaftar di institusi pendidikan dan sekarang mereka belajar pelajaran kesukaan,” kata Karimi. (hanoum/arrahmah.id)