EROPA (Arrahmah.com) – Bagi Muslim yang tinggal di negara-negara Eropa dan lebih dekat ke Lingkaran Kutub Utara, Ramadhan menjadi lebih dan lebih menantang setiap tahunnya. Tahun ini, mereka bisa menjalankan ibadah puasa Ramadhan selama lebih dari 20 jam, sementara Muslim di Indonesia hanya berpuasa Ramadhan selama sekitar 13 jam setiap harinya.
Tahun ini, di negara-negara Eropa seperti Swedia, Finlandia, dan Norwegia, matahari terbenam hampir tiga jam lebih lama dari biasanya. Hal ini membuat Muslim di Eropa lebih banyak bertemu siang. Itu berarti, umat Islam di sana harus berpuasa selama lebih dari 20 jam, setelah mereka memiliki waktu hanya beberapa jam saja untuk makan, minum dan mempersiapkan diri untuk menghadapi hari berpuasa yang panjang, lansir Euro News pada Senin (8/7/2013).
“Semakin lama waktu berpuasa merupakan tantangan bagi saya dalam banyak hal,“ kata Yaser Javed, seorang mahasiswa teknik elektro di Swedia. “Karena saya seorang mahasiswa dan pekerja paruh waktu, menjadi sulit bagi saya untuk memasak sendiri, untuk belajar dan untuk mengerjakan pekerjaan saya sementara saya berpuasa sampai pukul 21:00.“
Meskipun menghadapi banyak tantangan, Javed mengatakan dia masih termotivasi untuk berpuasa karena bulan suci Ramadhan hanya datang satu kali dalam setahun dan bulan Ramadhan merupakan jalan baginya untuk menguatkan keimanannya kepada Allah.
Ibrahim Afridi, seorang mahasiswa di Norwegia, mengaku merasakan hal yang sama. “Saya merasa senang jika saya bisa benar-benar mencapai tujuan dari menahan-diri. Apa yang memotivasi saya adalah bahwa puasa merupakan ibadah untuk Allah semata,” katanya.
Menurut seorang ulama Muslim, Imam Zaid Shakir, asalkan terlihat matahari terbit dan terbenam, Muslim harus berpuasa Ramadhan sesuai dengan waktu di negara di mana mereka tinggal. “Panjangnya hari berpuasa mereka di musim panas akan dikompensasi oleh pendeknya hari berpuasa yang akan mereka jalani pada musim dingin. Puasa ini hanya 29 atau 30 hari, jadi mereka bisa menahan “penderitaan”, terutama ketika wilayah-wilayah ini pada umumnya dingin selama musim panas,” katanya.
Puasa selama berjam-jam juga menantang bagi para atlet Muslim Eropa yang harus menjalani beberapa jam pelatihan dan harus memperhatikan asupan gizi.
Menurut Imam Shakir, “Tidak diperkenankan bagi atlet Muslim untuk tidak berpuasa dengan alasan kompetisi atletik.” Dia memberikan contoh beberapa atlet basket NBA, Hakem Oulajowan (yang berbicara tentang pengalaman Ramadhannya) dan Mahmoud Abdul Rauf (Chris Jackson) yang bermain dengan sangat bagus saat dia berpuasa selama bulan Ramadhan.
Pada tahun 2015, Ramadhan bahkan diperkirakan akan jatuh pada pertengahan musim panas di mana banyak bagian dari Norwegia, Swedia dan Finlandia yang hampir tidak akan mendapatkan waktu malam sama sekali. Hal ini akan menjadi tantangan besar bagi umat Islam yang menjalankan ibadah puasa di negara-negara tersebut.
Jadi, untuk para atlet dan umat Islam lainnya yang berpikiran [untuk meninggalkan kewajiban puasa Ramadhan], Imam Shakir mengajukan pertanyaan untuk membantu mereka memutuskannya: “Siapakah yang ingin Anda harapkan? Nafsu Anda, negara Anda ataukah Allah?” (banan/arrahmah.com)