(Arrahmah.com) – Ummat Islam menikmati kebiasaan berpuasa saat menjalankan ibadah puasa selama 29 atau 30 hari selama bulan suci Ramadhan setiap tahun.
Banyak juga diantara ummat islam yang melakukan puasa sunnah pada Senin dan Kamis setiap minggu.
Penelitian berikut ini semakin menunjukkan bahwa puasa bisa membantu mengatasi berbagai penyakit.
Sebagaimana dilansir oleh onislam, dari artikel yang ditulis oleh Lamia Mostafa Elsayed Abo-ElKhear, seorang biologist dan freelancer, bahwa puasa jangka pendek, misalnya, telah terbukti dapat melindungi sel-sel tubuh dari stres oksidatif: ketidakseimbangan antara produksi radikal bebas dan kemampuan tubuh untuk mendetoksifikasi efek berbahaya mereka.
Puasa sebagai Terapi Anti-kanker
Pada tahun 2009, peneliti mempelajari efek dari puasa sebelum dan setelah kemoterapi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa puasa memiliki potensi untuk mengurangi efek samping dari kemoterapi.
Salah satu efek samping dari obat-obat kemoterapi adalah berpotensi untuk menyebabkan kerusakan DNA. Akibatnya, dapat terjadi tumor sekunder.
Puasa tampaknya efektif dalam menghambat sel kanker dan mengurangi kemampuan untuk membentuk pembuluh darah baru dan bekembang biak lebih lanjut untuk menyebabkan kanker lainnya.
Puasa juga bisa mengurangi stres oksidasi yang dihasilkan oleh sejenis yang mengandung oksigen, molekul kimia reaktif yang dikenal sebagai spesies oksigen reaktif pada sel normal dan kanker.
Puasa untuk Anti-penuaan
Sebuah studi pada tahun 2012 mengevaluasi efek puasa jangka pendek terhadap berbagai tumor pada tikus.
Ketika tikus tidak diberi makan lebih dari dua siklus 20-hari, dan pada saat yang sama diberikan obat kemoterapi, hasilnya adalah tikus tersebut hidup dengan bebas kanker dalam jangka panjang.
Karena sekresi pada level cukup besar dari hormon pertumbuhan manusia bisa menginduksi pertumbuhan beberapa sel kanker payudara pada manusia, maka pentingnya untuk mengontrol jalur ini adalah suatu keharusan bagi ahli onkologi.
Hormon pertumbuhan manusia (HGH) adalah hormon yang mendukung pembakaran lemak, penghematan protein dan fokus pada perbaikan jaringan.
Ini juga dianggap sebagai salah satu serdadu tubuh untuk mengaktifkan mekanisme perbaikan genetik.
Penelitian lain juga menemukan bahwa puasa tampaknya menjadi metode yang berhasil untuk meningkatkan efek HGH sebagai cara untuk menghilangkan pertumbuhan sel-sel kanker.
Metabolisme Kanker dan Puasa
Salah satu ciri khas kanker adalah efek Warburg yang menggambarkan metabolisme sel-sel tumor serta respirasi dan bagaimana mereka hidup dan tumbuh dalam tubuh pasien kanker.
Setiap sel tubuh apakah normal ataupun kanker membutuhkan energi untuk hidup.
Paradoksnya, sel-sel kanker itu memanfaatkan unit glukosa untuk mendapatkan Adenosin trifosfat (ATP 2) -yang merupakan energi kehidupan – sebagai sumber yang mudah untuk mendapatkan energi serta pengembangbiakan dalam proses yang dikenal sebagai glikolisis anaerobik.
Sebaliknya, ketosis adalah keadaan metabolisme tubuh untuk mendapatkan energi dari badan keton.
Biasanya, ketosis terjadi ketika seseorang menderita kekurangan glukosa; yang persis apa yang terjadi selama puasa.
Ini berarti bahwa sel-sel tumor itu kelaparan dan melemah karena puasa bisa mencegah sel-sel tumor itu mendapatkan nutrisi dan energi.
Sebuah studi pada tahun 2014 menunjukkan bahwa pembatasan kalori menyebabkan pencegahan tumor yang efektif dan memainkan peran protektif karena pembatasan karbohidrat mencegah pembentukan metastasis.
Metastasis adalah penyebaran sel-sel karsinogenik dari organ untuk menghantam organ normal.
Selain itu, puasa yang dianggap diet ketogenik mencegah perkembangan sel kanker dan metastasis.
Selain itu, ketika sel-sel menua, mereka mati dengan mekanisme apoptosis, proses biologis penting yang mengembangkan dan memelihara kesehatan tubuh dengan menghilangkan sel-sel tua, yang tidak perlu, dan tidak sehat termasuk juga tumor.
Tentu saja adanya sel-sel yang telah punah akan meningkatkan proses detoksifikasi sel.
Hati mentoleransi racun ini melalui detoksifikasi yang diinduksi ketika berpuasa.
Sebuah studi pada tahun 2012 menunjukkan bahwa puasa memicu fasilitas detoksifikasi saat sel normal beradaptasi saat puasa dengan mengatur sejumlah besar gen sementara sel kanker tidak merespon.
Puasa juga memungkinkan hati untuk mengontrol kadar kolesterol.
Pada saat yang sama, ahli onkologi memastikan bahwa kemoterapi dan fisioterapi memerlukan hidrasi terutama bagi pasien kanker pada tahap tumor kritis dan sudah disarankan dan diperbolehkan oleh Syari’ah Islam untuk tidak berpuasa.
Pasien yang sedang mengalami fase kanker akut memerlukan air untuk hidrasi tubuh yang baik karena mereka dapat mengalami gagal ginjal atau peningkatan kadar asam urat dalam darah; menyebabkan asam urat, jika tubuh mereka tidak mendapatkan jumlah air yang cukup.
Obat yang digunakan dalam kemoterapi membunuh sel yang kanker. Ini melepaskan asam urat dalam tubuh, yang dapat menyebabkan gagal ginjal. Inilah sebabnya mengapa penting bagi pasien kanker untuk mendapatkan asupan air yang cukup.
Muntah dan diare adalah dua efek samping yang umum dari kemoterapi. Akibatnya, pasien kanker mengeluarkan banyak cairan dan mereka membutuhkan air dalam jumlah yang cukup untuk menghindari dehidrasi.
Di sisi lain, pasien kanker stabil yang menjalani sejumlah terapi berkepanjangan tetapi memiliki stamina untuk berpuasa bisa melakukannya sambil berhati-hati.
Ada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa pasien kanker dapat bertahan hidup dari penyakit mematikan ini dengan memperkenalkan berpuasa dalam terapi mereka.
Memelihara asupan nutrisi yang diperlukan dan menghindari makan yang berlebihan dengan mencoba untuk mengimbangi dengan melakukan puasa jangka pendek seperti dua kali seminggu bisa meningkatkan kehidupan bagi pasien kanker.
Bayangkan bahwa Anda dapat memperoleh semua manfaat kesehatan ini dari berpuasa selama Ramadhan sementara juga mendapatkan pahala atas usaha Anda dari Allah Subhanahu Wata’ala.
Sebagaimana Nabi Muhammad (saw) berkata, “Berpuasalah dan kamu akan sehat.”
(ameera/arrahmah.com)