(Arrahmah.com) – Riba diharamkan di al-Quran dengan ayat-ayat yang qath’iy tsubut dan qath’iy ad-dilalalah. Di antara dalil Al Qur’an yang mengharamkan bentuk riba adalah firman Allah Ta’ala.
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (TQS al-Baqarah [2]: 275)
Jelas, Islam telah mengharamkan aktivitas riba, apapun jenisnya; melaknat para pelakunya; dan menyatakan perang terhadap pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kalian orang-orang yang beriman. Jika kalian tidak mengerjakannya (meninggalkan sisa riba), ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangi kalian (QS al-Baqarah [2]: 278-279).
Diriwayatkan oleh imam Muslim dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu bahwa ia menceritakan:
Rasulullah melaknat pemakan riba, orang yang memberi makan dengan riba, juru tulis transaksi riba, dua orang saksinya, semuanya sama saja.”
Secara global, hutang-hutang riba menciptakan masalah perekomian yang besar, hingga seiring dengan waktu kadar hutang pokoknya menggelembung, sesuai dengan prosentase riba. Akibatnya, ketidakmampuan individu dan negara dalam banyak kondisi menjadi perkara yang serius. Sesuatu yang menyebabkan terjadinya krisis pengembalian pinjaman, dan lambannya roda perekonomian, karena ketidakmampuan sebagian besar kelas menengah dan atas untuk mengembalikan pinjaman dan melanjutkan produksi. Konsekuensi bagi negara dan masyarakat yang tunduk pada sistem ekonomi kapitalis yang dipaksakan oleh negara-negara Barat adalah kesengsaraan dan kehancuran ekonomi.
Sikap kaum muslim jika telah disampaikan kepada mereka bahwa riba adalah haram, mereka beriman dan bertaubat dan meninggalkan muamalah riba dan mencukupkan diri dengan modal harta mereka, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan karunia-Nya mengampuni mereka apa yang sudah lalu.
Satu-satunya cara untuk menyelesaikan krisis ekonomi ini secara tuntas adalah dengan mengembalikan penerapan sistem ekonomi Islam di tengah-tengah kehidupan kaum Muslimin. Terkait faktor penyebab krisis di atas, sistem ekonomi Islam telah memberikan solusi dan pernah diterapkan selama kurang lebih tiga belas abad lamanya. Hasilnya adalah kemakmuran dan kesejahteraan yang dirasakan; bukan hanya oleh kaum Muslimin, tetapi juga oleh seluruh umat manusia yang ada pada saat itu. Penerapan Sistem ekonomi Islam dalam naungan Khilafah Islamiyah akan menghasilkan perekonomian yang stabil, jauh dari krisis, tumbuh secara hakiki dan berpengaruh riil pada taraf hidup masyarakat.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kita termasuk orang-orang mukmin, orang-orang yang taat kepada Allah, berpegang kepada hukum-hukum syara’, orang-orang yang Allah muliakan dengan Islam di dunia dan Allah menolong mereka atas makar musuh-musuh mereka, dan Allah memuliakannya dengan Islam di akhirat dan Allah masukkan mereka ke surga-Nya.
Umar Syarifudin
(*/arrahmah.com)