Arrahmah.com – Di tengah masyarakat berkembang banyak dongeng antah berantah dan khurafat mengenai tanda-tanda lailatul qadar. Ada yang menyatakan, pada malam tersebut semua benda bersujud. Ada yang mengatakan, tanda adalah semua benda bersinar terang, walau benda mati dan tempat gelap sekalipun. Sebagian lagi bercerita, pada malam itu semua anjing khusyu’ dan tidak menggonggong. Syahdan, konon katanya, dan hikayat-hikayat lain yang ngelantur seputar lailatul qadar cukup banyak.
Sayangnya, dongeng-dongeng tersebut membekas di hati banyak orang, sehingga mereka jadikan sebagai tolok ukur dapat-tidaknya lailatul qadar. Menurut anggapan mereka, jika tidak menemukan gejala-gejala luar biasa seperti itu, berarti tidak mendapatkan lailatul qadar. Tak heran apabila banyak di antara mereka beranggapan, siapa mendapatkan lailatul qadar akan menjadi orang sakti mandraguna, lancar rejekinya, mudah jodohnya, moncer karirnya, dan seterusnya.
Lailatul qadar adalah malam agung yang waktu Wnya sengaja dirahasiakan oleh Allah SWT. Hikmahnya, manusia berlomba-lomba mengisi seluruh malam Ramadhan dengan amal-amal kebajikan. Bagaimana pun juga, lailatul qadar adalah karunia agung untuk hamba-hamba Allah yang terpilih. Pilihan Allah SWT tentu menyapa orang-orang yang bertakwa dan senantiasa berbuat ihsan. Meski waktu Wnya dirahasiakan, Allah SWT dan Rasul-Nya SAW telah menjelaskan pertanda-pertanda yang bisa mengarahkan umat Islam untuk menggapai lailatul qadar. Tanda-tanda lailatul qadar sebagaimana dijelaskan oleh Allah dan Rasul-Nya adalah sebagai berikut.
Pertama
Banyaknya para malaikat yang turun ke dunia pada malam tersebut sampai datangnya waktu shubuh. Mereka dipimpin oleh malaikat Jibril. Pertanda ini merupakan peristiwa ghaib yang tidak bisa ditangkap oleh panca indra manusia.
Kedua
Keselamatan turun menyelimuti hamba-hamba Allah yang taat beribadah kepada-Nya, sampai datangnya waktu subuh. Para malaikat turun dengan membawa kebaikan, keberkahan, dan ketenangan. Oleh karenanya, pada malam tersebut orang-orang mukmin merasakan ketenangan hati, kekhusyu’an, dan kelezatan ibadah; melebihi ketenangan, kekhusyu’an, dan kelezatan ibadah di malam-malam yang lain.
Kedua pertanda ini dijelaskan Allah SWT dalam firman-Nya,
تَنَزَّلُ المَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ(4) سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الفَجْرِ(5)
Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Rabbnya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar. (QS. Al-Qadr (97): 4-5)
Juga dijelaskan oleh Nabi SAW dalam sebuah hadits,
عَنْ أَبي هُرَيرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ الله صلى الله عليه وسلم قَالَ في لَيْلَةِ القَدْرِ: «إِنَّها لَيْلَةُ سَابِعَةٍ أَوْ تَاسِعَةٍ وعِشْرينَ، إِنَّ المَلائِكَةَ تِلْكَ الَّليلَةَ في الأَرْضِ أَكْثَرُ مِنْ عَدَدِ الحَصَى»
Dari Abu Hurairah RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda tentang lailatul qadar, “Ia adalah malam kedua puluh tujuh atau kedua puluh Sembilan. Sesungguhnya malaikat yang jumlahnya lebih banyak dari jumlah kerikil turun ke bumi pada malam tersebut.” (HR. Ath-Thayalisi no. 2545, Ahmad no. 10316, dan Ibnu Khuzaiman no. 2194. Imam Al-Haitsami dalam Majmauz Zawaid, 3/175-176, menulis: Diriwayatkan oleh Ahmad, Al-Bazzar, dan Ath-Thabarani dalam Al-Mu’jam Al-Ausath. Semua perawinya tsiqah.” Dinyatakan shahih oleh Ibnu Khuzaimah dan dinyatakan hasan oleh Al-Albani dalam Silsilah Ahadits Shahihah no. 2205)
Ketiga
Malam itu langit cerah dan tidak berawan. Suasana tampak terang benderang seakan-akan muncul bulan yang menyinari bintang-bintang. Angin bertiup tenang. Suhu uhara sedang, tidak terlalu panas dan terlalu dingin. Hal ini bersifat relativ, suhu udara setiap daerah tentu berbeda. Maksud dari suhu udara sedang, tidak panas dan tidak dingin adalah bila dibandingkan dengan malam-malam sebelum dan sesudahnya.
Keempat
Udara Matahari terbit pada keesokan harinya seperti mangkuk yang putih cemerlang, tiada noda bintik sedikit pun padanya, dan sinarnya tidak terik membakar. Para ulama menjelaskan rahasianya adalah begitu banyaknya malaikat yang turun ke bumi pada malam tersebut. Ketika fajar waktu Subuh terbit, maka para malaikat naik kembali ke langit. Maka bentangan sayap-sayap mereka atau cahaya terang mereka menutupi sinar matahari. (Shahih Muslim bi-Syarh An-Nawawi, 8/65, Ikmalul Mu’alim Syarh Shahih Muslim, 4/148, Al-Mufhim ‘ala Maa Asykala min Shahih Muslim, 2/391, dan Faidhul Qadir Syarh Jami’ Shaghir, 5/396)
Kelima
Keesokan paginya, matahari terbit tanpa disertai oleh kemunculan setan. Setiap hari sepanjang tahun, matahari terbit di antara dua tanduk setan. Namun khusus pagi lailatul qadar, setan tidak kuasa untuk menyertai terbitnya matahari. Sebagaimana diriwayatkan oleh Amru bin Abasah As-Sulami RA berkata, “Wahai Nabiyullah! Beritahukanlah kepadaku apa yang Allah ajarkan kepadamu dan aku tidak mengetahuinya. Ajarkan pula shalat kepadaku!” Maka beliau SAW bersabda, “Lakukanlah shalat Subuh! Lalu janganlah melakukan shalat sampai matahari terbit hingga naik meninggi. Karena pada waktu terbit, matahari terbit di antara dua tanduk setan, dan pada saat itulah orang-orang kafir bersujud kepada matahari…” (HR. Muslim no. 832)
Pertanda ketiga, keempat, dan kelima ini disebutkan dalam hadits-hadits berikut,
عَنْ زِرِّ بنِ حُبَيْشٍ رَحِمَه اللُه تَعَالى قَالَ: «سَأَلْتُ أُبيَّ بنَ كَعْبٍ رضى الله عنه فَقُلْتُ: إِنَّ أَخَاكَ ابْنَ مَسْعُودٍ يقولُ: مَنْ يَقُم الحَوْلَ يُصِبْ لَيْلَةَ القَدْرِ، فقالَ: رَحِمَهُ الله أَرَادَ أَنْ لا يَتَّكِلَ النَّاسُ، أَمَا إِنَّهُ قَدْ عَلِمَ أَنَّها في رَمَضَانَ وأَنها في العَشْرِ الأَوَاخِرِ، وأَنها لَيْلَةُ سَبْعٍ وعِشْرينَ، ثُم حَلَفَ لا يَسْتَثْنِي أنَها لَيْلَةُ سَبْعٍ وعِشْرينَ، فقلتُ: بِأَيِّ شَيءٍ تَقُولُ ذَلكَ يَا أَبَا المنْذِرِ، قَالَ: بالعَلامَةِ أو بالآيَةِ الَّتي أَخْبَرنَا رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم أَنَّها تَطْلُعُ يَوْمَئذٍ لا شُعَاعَ لها»
Dari Zirr bin Hubaisy berkata: “Aku berkata kepada Ubay bin Ka’ab RA, ‘Sesungguhnya saudara Anda, Ibnu Mas’ud menyatakan bahwa barangsiapa melakukan shalat malam sepanjang tahun niscaya ia akan mendapatkan lailatul qadar’. Maka Ubay bin Ka’ab berkomentar: “Dia ingin agar masyarakat tidak mengandalkan (pencarian lailatul qadar pada satu malam tertentu saja). Dia sendiri sebenarnya mengetahui bahwa lailatul qadar terjadi di bulan Ramadhan, yaitu pada sepuluh malam terakhir, lebih tepatnya pada malam kedua puluh tujuh.” Ubay bin Ka’ab lalu bersumpah bahwa lailatul qadar pasti terjadi pada malam kedua puluh tujuh. Aku (Zirr bin Hubaisy bertanya) kepadanya, “Wahai Abu Mundzir, atas dasar apa Anda berkata begitu?” Ubay bin Ka’ab menjawab, “Dengan pertanda yang telah Rasulullah SAW beritahukan kepada kami, yaitu pada keesokan harinya matahari terbit namun sinarnya tidak panas membakar.” (HR. Muslim no. 1999, Tirmidzi no. 3274, Abu Daud no. 1170 dan Ahmad no. 20247)
Dalam riwayat lain dengan lafal,
«وَأَمَارَتُها أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ في صَبِيحَةِ يَوْمِهَا بَيْضَاءَ لا شُعَاعَ لها كَأَنهَا طَسْت»
“Tandanya adalah matahari terbit pada keesokan harinya putih cemerlang, sinarnya tidak panas seperti mangkuk.” (HR. Ahmad no. 20247 dan Ibnu Hibban no. 3790)
وعَنْ ابنِ مَسْعُودٍ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ الله صلى الله عليه وسلم قَالَ: «إِنَّ لَيْلَةَ القَدْرِ في النِّصْفِ مِنَ السَّبْع الأَوَاخِرِ من رَمَضَانَ تَطْلُعُ الشَّمْسُ غَدَاةَ إِذْ صَافِيَةً لَيْسِ لها شُعَاعٌ، قَالَ ابنُ مَسْعُودٍ: فَنَظَرْتُ إِلَيها فَوَجَدْتُها كَما قَالَ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم »
Dari Abdullah bin Mas’ud RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya lailatul qadar itu terjadi pada pertengahan dari tujuh malam terakhir Ramadhan. Pada keesokan harinya matahari terbit dengan bening, namun sinarnya tidak panas membakar.” (HR. Ahmad, 1/406 dan Ibnu Abi Syaibah, 2/250. Dinyatakan shahih oleh syaikh Ahmad Syakir dalam tahqiq Musnad Ahmad no. 3857)
عَنْ عُبَادَةَ بنِ الصَّامِتِ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ الله صلى الله عليه وسلم قَالَ: «إِنَّ أَمَارَةَ لَيْلَةِ القَدْرِ أَنَّها صَافِيَةٌ بَلْجَةٌ كَأَنَّ فِيهَا قَمَراً سَاطِعاً، سَاكِنَةٌ سَاجِيَةٌ لا بَرْدَ فيهَا وَلا حَرَّ، وَلا يَحِلُّ لِكَوْكَبٍ أَنْ يُرْمَى به فيهَا حَتى يُصْبِحَ، وإِنَّ أَمَارَتَها أَنَّ الشَّمْسَ صَبيحَتَهَا تَخْرُجُ مُسْتَويَةً لَيسَ لها شُعَاعٌ مِثْلَ القَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ، لا يَحِلُّ لِلشَّيْطَانِ أَنْ يَخْرُجَ مَعَهَا يَوْمَئِذٍ»
Dari Ubadah bin Shamit RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya tanda lailatul qadar adalah ia sebuah malam yang cerah bening dan bersinar terang, seakan-akan ada bulan yang terbit. Ia adalah malam yang tenang, tidak dingin dan tidak panas. Pada malam itu sampai datangnya waktu shubuh, panah bintang (komet) tidak halal untuk muncul. Tanda yang lain adalah matahari pada keesokan paginya terbit sempurna namun sinarnya tidak terik membakar, bagaikan bulan pada malam purnama, pada hari itu tidak halal bagi setan untuk muncul bersama matahari.” (HR. Ahmad, 5/324, Ath-Thabarani dalam Musnad Asy-Syamiyyin no. 1119, dan Adh-Dhiya’ Al-Maqdisi dalam Al-Mukhtarah no. 342. Imam Al-Haitsami dalam Majmauz Zawaid,3/175, menulis: Seluruh perawinya tsiqah)
عَنْ جَابِرٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم : «إِنِّي كُنْتُ أُريتُ لَيْلَةَ القَدْرِ ثُم نَسيتُهَا وَهِيَ في العَشْرِ الأَوَاخِرِ، وَهِيَ طَلْقَةٌ بَلْجَةٌ لا حَارَّةٌ ولا بَارِدَةٌ، كَأَنَّ فيهَا قَمَراً يَفْضَحُ كَوَاكِبَهَا لا يَخْرُجُ شَيْطَانُها حَتى يَخْرُجَ فَجْرُهَا»
Dari Jabir RA berkata: Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya telah diperlihatkan kepadaku lailatul qadar, kemudian aku terlupakan darinya. Ia terjadi pada sepuluh malam yang terakhir. Pertandanya, ia adalah malam yang cerah nan terang, tidak panas dan tidak dingin, seakan-akan ada rembulan yang menyinari bintang-bintang, setan pada malam itu tidak akan keluar sampai waktu fajar tiba.” (HR. Ibnu Khuzaimah no. 2190 dan Ibnu Hibban no. 3688. Dinyatakan shahih li-ghairih oleh Al-Albani)
عنْ ابنِ عَباسٍ رَضيَ اللهُ عَنْهُما عَنْ النَّبيِّ صلى الله عليه وسلم في لَيْلَةِ القَدْرِ: «لَيْلَةٌ طَلْقَةٌ لا حَارَّةٌ ولا بَارِدَةٌ تُصْبِحَ الشَّمْسُ يَوْمَهَا حَمْرَاءُ ضَعِيفَة»
Dari Ibnu Abbas RA bahwasanya Nabi SAW bersabda tentang lailatul qadar, “Ia adalah malam yang cerah, tidak panas dan tidak dingin, dan keesokan paginya matahari terbit merah terang namun sinarnya lemah (tidak terik membakar).” (HR. Ath-Thayalisi no. 349, Ibnu Khuzaimah no. 2192, dan Al-Bazzar no. 1034. Dinyatakan shahih li-ghairih oleh Al-Albani)
Keenam
Malam harinya turun hujan deras, sehingga tanah becek dan berlumpur. Pertanda ini dijelaskan dalam hadits-hadits berikut.
Dari Abu Sa’id Al-Khudri RA berkata: “Rasulullah SAW melakukan I’tikaf pada sepuluh hari pertama bulan Ramadhan. Beliau SAW kemudian melakukan I’tikaf pada sepuluh hari pertengahan (kedua) bulan Ramadhan, dalam sebuah tenda Turki dengan beralaskan selembar tikar. Beliau lalu menarik tikar tersebut dan menyingkirkannya ke pinggir tenda. Beliau mengeluarkan kepalanya dari dalam tenda dan berbicara kepada orang-orang, maka mereka mendekat kepada beliau.
Beliau lalu bersabda, “Sesungguhnya aku pernah beri’tikaf pada sepuluh hari pertama dalam bulan Ramadhan untuk mencari lailatul qadar ini. Aku kemudian melakukan I’tikaf pada sepuluh hari pertengahan (kedua) dalam bulan Ramadhan. Aku lalu didatangi (malaikat dalam mimpiku) dan dikatakan kepadaku sesungguhnya lailatul qadar itu terjadi pada sepuluh hari yang terakhir dari bulan Ramadhan.Barangsiapa di antara kalian hendak melakukan I’tikaf, maka hendaklah ia beri’tikaf.” Maka para shahabat beri’tikaf bersama beliau.
Beliau SAW bersabda, “Sesungguhnya ditunjukkan kepadaku (dalam mimpiku) bahwa lailatul qadar terjadi pada malam yang ganjil dan keesokan paginya aku sujud di atas lumpur dan air.” Pagi itu beliau berada pada malam kedua puluh satu Ramadhan. Beliau berdiri melakukan shalat Subuh, tiba-tiba langit menurunkan hujan, sehingga masjid terkena curahan hujan. Aku bias melihat lumpur dan air. Selesai shalat Subuh, aku melihat lumpur dan air menempel pada dahi dan batang hidung beliau SAW. Rupanya lailatul qadar (tahun tersebut—edt) terjadi pada malam kedua puluh satu dari sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari no. 2018, Muslim no. 1194, An-Nasai no. 1339, Abu Daud no. 1174, dan Ahmad no. 10757, dengan lafal Muslim)
Dari Abdullah bin Unais Al-Juhani RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Diperlihatkan kepadaku (dalam mimpi) lailatul qadar namun aku kemudian terlupa. Aku juga masih ingat dalam mimpiku aku sujud di waktu shalat Subuh di atas lumpur dan air.” Abdullah bin Unais berkata: “Pada malam kedua puluh tiga, hujan turun kepada kami. Rasulullah SAW mengimami kami shalat Subuh. Usai shalat, bekas lumpur dan air membekas pada dahi dan batang hidung beliau SAW.” Abdullah bin Unais berkata: “Malam itu adalah malam kedua puluh tiga.” (HR. Muslim no. 1997 dan Ahmad no. 15467)
Inilah tanda-tanda lailatul qadar yang dijelaskan dalam Al-Qur’an dan hadits-hadits yang shahih.
Catatan Penting:
-
Para ulama menjelaskan bahwa sebagian besar pertanda lailatul qadar baru diketahui oleh kaum muslimin pada keesokan harinya, atau setelah berlalunya lailatul qadar. Hal itu membawa hikmah yang besar. Orang yang taat beribadah dan mendapatkan lailatul qadar akan bersyukur kepada Allah SWT. Adapun orang yang malas beribadah sehingga tidak mendapatkannya akan menyesali kelalaiannya dan bertekad untuk mencarinya dengan sungguh-sungguh pada bulan Ramadhan tahun berikutnya.
-
Pertanda-pertanda tersebut terjadi di zaman Rasulullah SAW, dan menurut pendapat yang kuat juga terjadi pada masa sepeninggal beliau.
-
Di antara tanda seorang muslim mendapatkan lailatul qadar adalah ia menjadi orang yang bertakwa setelah selesainya bulan Ramadhan. Keilmuan, keimanan, amal shalih, dan ketakwaannya meningkat setelah lulus dari madrasah Ramadhan. Ia menjadi Rabbani (hamba yang taat kepada Allah selama dua belas bulan dalam setahun), bukan Ramadhani (hamba yang hanya kenal Allah di bulan Ramadhan semata, sementara sebelas bulan lainnya ia malas beribadah).
-
Mari berlomba-lomba dalam ibadah di akhir bulan Ramadhan ini, semoga Allah mengaruniakan lailatul qadar kepada kita semua. Amien.
Wallahu a’lam bish-shawab ..
Ramadhan & Lailatul Qadar #5
Oleh: Muhib al-Majdi
http://www.arrahmah.com
filter your mind, get the truth