Oleh Ine Wulansari
Pendidik Generasi
Ramadhan, bulan penuh keberkahan dan kebaikan yang dinanti oleh seluruh umat muslim di dunia. Bulan yang Allah janjikan akan melahirkan insan-insan bertakwa, justru diwarnai dengan maraknya pinjaman online (pinjol). Keadaan ini diungkap oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) yang memprediksi penyaluran pinjol pada Ramadan 2024 ini akan meningkat.
Ketua Umum AFPI Entjik S. Djafar menyampaikan, bahwa asosiasi menargetkan pendanaan di industri financial technology peer-to-peer (fintech P2P) lending saat Ramadhan dapat tumbuh sebesar 12 persen. Industri fintech cenderung melihat peningkatan penyaluran pendanaan menjelang Ramadhan, karena permintaan yang meningkat. Akan tetapi Entjik mengingatkan, adanya potensi inflasi dan lonjakan kredit macet yang bisa menjadi tantangan dan perlu dihadapi industri menjelang Ramadhan 2024. (cnbcindonesia.com, 3 Maret 2024)
Hal senada diungkapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang memprediksi pertumbuhan utang pada perusahaan P2P lending atau pinjaman online akan meningkat saat Ramadhan sampai lebaran 2024. Sebab diketahui adanya demand atau permintaan terhadap kebutuhan masyarakat dan pembelian tiket mudik. Masyarakat banyak yang memenuhinya dengan sistem buy now, pay later.
Kepala Eksekutif Pengawasan Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa lainnya (PMVL), OJK, Agusman memproyeksi utang pinjol pada Maret 2024 atau saat Ramadhan berada dikisaran 11 hingga 13 persen. (tirto.id, 5 Maret 2024).
Kapitalisme Menyuburkan Riba
Melihat fakta semakin meningkatkan aktivitas pinjol saat Ramadan, sangat berbanding terbalik dengan kesucian bulan puasa ini. Semestinya seluruh kegiatannya diisi dengan ketaatan pada Allah, bukan melakukan aktivitas yang melanggar aturan-Nya yakni ribawi. Namun, hal tersebut nyatanya sulit dibendung sebab masyarakat pun menganggap pinjol menjadi peluang yang bisa membantu memenuhi kebutuhannya saat Ramadhan dan lebaran nanti. Selain itu, layanan pinjol pun banyak digunakan oleh pelaku UMKM. Pasalnya, prosedur melalui layanan pinjol lebih mudah dibandingkan perbankan dan perusahaan pembiayaan.
Data OJK menunjukkan bahwa 38,39 persen dari transaksi pinjol merupakan pembiayaan pada pelaku UMKM. Pelaku usaha ini menggunakan pinjamannya melalui layanan pinjol sebagai modal tambahan demi memenuhi permintaan pasar. Meskipun pinjol sangat mudah, tetapi angsuran online sebenarnya menetapkan bunga yang sangat tinggi. Sekalipun pinjaman ini berbunga, para pelaku usaha tetap mengambil jalan pinjaman online sebagai sebuah solusi.
Terlepas dari jenis lembaga keuangan baik itu bank, fintech, dan lainnya, semua berbasis riba dan diharamkan di dalam Islam. Saat ini, riba merajalela karena sistem kapitalisme menerapkan ekonomi yang menjadikan riba sebagai pilarnya. Mayoritas transaksi yang dilakukan masyarakat mengandung riba. Akibatnya, terjadi kerusakan luar biasa baik individu maupun masyarakat. Fakta kerusakan masyarakat akibat riba yakni, terjadi permusuhan dan ancaman ketika tak mampu membayar pinjaman sehingga bisa membuat depresi sampai bunuh diri. Selain itu, dalam kehidupan rumah tangga pun dapat meyebabkan perceraian yang berefek buruk pada tumbuh kembang anak. Naudzubillah.
Ditambah lagi negara juga memberi fasilitas pada jasa keuangan untuk memberi bantuan bagi masyarakat yang membutuhkan. Sehingga, bagaimana mungkin individu dan masyarakat bisa terbebas dari transaksi riba yang haram ini jika negaranya menjadi regulator bagi perusahan-perusahaan penyedia layanan keuangan. Sungguh miris bukan? Seharusnya negara berperan aktif membantu masyarakat dalam memenuhi berbagai kebutuhan hidup. Namun faktanya, dalam sistem kapitalisme yang menjadi aturan kehidupan, masyarakat justru dibiarkan mandiri dan mencari solusi sendiri sekalipun itu jalan keharaman.
Islam Solusi Kehidupan
Ketika Islam melarang riba, Islam juga memberi solusi yang menyelesaikan bagi masyarakat yang membutuhkan. Keharaman riba telah Allah Ta’ala gambarkan dalam firmannya: “Orang-orang yang memakan (bertransaksi dengan) riba tidak dapat berdiri, kecuali seperti orang yang berdiri sempoyongan karena kesurupan setan. Demikian itu terjadi karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama dengan riba.” (QS. Al-Baqarah: 275).
Sistem Islam, memberikan solusi bagi masyarakat yang membutuhkan. Baik untuk pemenuhan keperluan sehari-hari maupun untuk modal bagi pelaku usaha. Negara akan mewujudkan perekonomian yang menyejahterakan, dalam arti terpenuhinya kebutuhan dasa berupa sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan bagi tiap-tiap orang. Serta mampu terpenuhinya kebutuhan sekunder dan tersier.
Selain itu, masyarakat yang hidup dalam naungan sistem Islam akan mendapatkan pendidikan yang mampu mengarahkannya menjadi masyarakat yang zuhud tidak berlebih-lebihan. Momen Ramadhan akan disambut dengan memperbanyak amal kebaikan bukan dihiasi dengan belanja secara konsumtif, sehingga menyebabkan pengeluaran semakin membengkak. Adapun tradisi mudik, negara akan memfasilitasi dengan sarana transportasi yang memudahkan masyarakat sampai ketujuan dengan biaya yang murah bahkan gratis. Bagi para pelaku usaha, negara menyediakan pinjaman nonribawi atau bahkan hibah dari Baitulmal.
Dengan begitu, solusi yang ditawarkan Islam dan negara yang mewujudkannya akan menjauhkan masyarakat dari keharaman riba. Hasilnya, keberkahan akan Allah curahkan bagi seluruh umat. Kebutuhan akan terpenuhi secara adil dan merata, dan para pengusaha pun bisa berbisnis dengan tenang. Semua tentu akan terlaksana dalam naungan sistem Islam yang menerapkan syariat Islam secara menyeluruh.
Wallahua’lam bish shawab.