Ibadah dan Ketaatan
Terkait masalah ibadah, di istana negera misalnya, shalat Tarawih dihadiri langsung oleh Sultan. Pada malam Lailatul Qadar (sepuluh hari terakhir Ramadhan), Sultan dan para menteri dan tokoh-tokoh negara melaksanakan shalat berjamaad di masjid Aya Shofia. Di samping itu menyuruh masyarakat menyalakan lampu warna-warni dengan ukuran yang besar dan luas di jalan-jalan dan lapangan Tubakhana, Istanbul.
Pada abad kedelapan belas (1172 H) Sultan Mushtafa III (1170-1188 H/1757-1774 M) membuat inovasi. Ia mendirikan Madrasah Quran di Turki Utsmani untuk digelar pengajian tafsir al-Qur
an sepanjangan bulan Ramadhan yang dihadiri Sultan langsung. Sultan menyimak dengan baik tafsir ayat-ayat al-Qur`an dari ulama pada masanya, khususnya Tafsir baidhawi yang diutamakan ulama bermadzhaf Hanafi. Tradisi ini terus berlangsung hingga runtuhnya khilafah.
Ziarah Burdah Nabi
Pada hari keduabelas atau ketigabelas Ramadhan, Sultan dengan para menterinya memiliki kebiasaan unik yaitu mengunjungi Burdah Nabi. Ruang khusus yang terletak di bagian gedung Amanah Muqaddasah yang menyimpan barang-barang kehormatan Nabi Muhammad SAW. Ruang itu bernama al-Burdah al-Syarifah. Di dialamnya berisi burdah, bendera, helai jenggot yang dibasuh dengan air mawar yang disertai sosok Sultan. Sebelum kunjungan, ruangan dipersiapkan dengan baik.
Para Pejabat dan Pemuka Daulah
Para pejabat di bulan Ramadhan berlomba-lomba mempersembahkan yang terbaik yang dimiliki untuk masyarakat. Pintu-pintu rumah dan istana mereka terbuka untuk jamuan berbuka bagi masyarakat umum. Setelah berbuka pun disediakan hadiah yang dikenal dengan Ajrul Asnan. Disebabkan karena kesediaan tamu undangan untuk membuat pengundang mendapatkan pahala.
Sisi menarik lain dari para pejabat negara ialah kebiasaan memberikan hadiah menarik dan mahal dari kocek mereka sendiri kepada para pelayan dan karyawan. Pelancong masyhur Turki Aulaya Jali menyebutkan bahwa Perdana Menteri Malik Ahmad Basya misalnya pada zaman Sultan Muhammad Rabi’ (1648-1687 M/1058-1098 H) memberikan sesuatu yang sangat mahal dan berharga dari kantongnya sendiri kepada para pelayan dan pekerjanya pada bulan Ramadhan, seperti: baju baru, paket makanan, senjata, baju besi, kotak yang dihiasi permata, pedang, dan lain-lain sebagai imbalan atas doa mereka terhadap para pejabat.
Menteri ini pada hari Senin hingga Jum’at setiap sore -sepanjang bulan Ramadhan- membuka pintu rumahnya untuk masyarakat umum yang di dalamnya disediakan makanan, jus buah, kue manisan dan lain-lain saat mereka duduk mendengarkan tilawah Qur`an.
Di antara undangan berbuka yang penting adalah undangan Perdana Menteri di kediamannya. Acara ini dilakukan pada hari keempat Ramadhan agar para pejabat bisa berbukan dengan keluarganya di awal puasa. Para ulama adalah orang yang paling pertama diundang dalam acara buka bersama ini. Acara ini berakhir pada hari keduapuluh empat Ramadhan. Tradisi ini terus berlangsung hingga masa Sultan Abdul Hamid II.
Tradisi Masyarakat Pada Umumnya
Pada umumnya, seminggu sebelum Ramadhan masyarakat Turki Utsmani terbiasa membersihkan rumah, menyiapkan makanan dan roti khusus di bulan Ramadhan. Ketika Ramadhan tiba, disediakan tampat-tempat berbuka, ruang dihiasi dengan berbagai makanan dan minuman untuk orang berbuka baik fakir, musafir, dan juga berbagi hadiah.
Di pagi hari bulan Ramadhan hingga berbuka cafe-cafe dan toko-toko ditutup. Kedai-kedai baru dibuka sejak berbuka hingga azan Shubuh. Orang yang butuh jus buah misalnya, tinggal pergi ke tempat yang khusus menyediakannya di pinggir jalan raya.
Tradisi lain yang tak kalah menarik pada masyarakat adalah tradisi Mahya di mana masjid-masjid dan menara azan dihiasi dengan lampu-lampu minyak yang menggambarkan nuansa bulan Ramadhan.
Dalam hal ibadah, pada bulan Ramadhan begitu semarak. Di sepanjang negeri, ulama dan fuqaha membaca Qur`an. Di masjid-masjid sepanjang Ramadhan hingga Idul Fitri. Masjid-masjid penuh untuk shalat dan mendengan pengajian agama.
Khusus mengenai sahur, ada tradisi unik di masyarakat. Meriam-merim besar di kota seperti istanbul diletuskan setiap pertengahan malam untuk mengingatkan orang waktu sahur. Meriam itu diletuskan hingga azan Shubuh. Adapun di kota-kota kecil atau di kampung mereka ada tradisi tukang pengingat sahur yang mengingatkan masyarakat dan membangunkan orang sahur.
Sebelum waktu sahur usai, masyarakat mendengar shalawat-shalawat disenandungkan di menara masjid, sebagai mukadimah sebelum azan subuh dan sebagai pengingat akhir sahur sehingga mereka bisa siap-siap berniat puasa dan kemudian menunaikan shalat Shubuh.
*Sumber: AQLNews
(ameera/arrahmah.com)