ARAKAN (Arrahmah.com) – Kaum Muslimin di seluruh dunia telah melaksanakan ibadah shaum pada bulan Ramadhan 1433 H ini, begitupun dengan Muslim di Arakan (Rakhine), Burma (Myanmar). Meskipun Muslim Rohingya sedang dalam penindasan berlanjut, tetap menyambut Ramadhan dengan suka cita. Tetapi keadaan mereka masih memilukan hati.
“Ramadhan di Arakan kondisinya sangat mengerikan, tidak ada shalat di Masjid,” kata seorang koresponden Kaladan News Network, media yang dikelola oleh Muslim Rohingya.
Lebih parah lagi, hampir tak ada makanan untuk berbuka, dan makanan yang biasa ada pun berkurang.
“Tidak ada makanan untuk berbuka, bahkan makanan yang biasa ada berkurang, tidak diizinkan untuk ke luar rumah untuk membeli bahan pangan,” tambah koresponden itu.
Contohnya saja di Maungdaw, pihak berwenang setempat, petugas pemerintahan kabupaten U Aung Myint Soe dan petugas pemerintahan kota U Kyi San, memerintahkan semua warga desa, petugas desa, dan petugas keamanan Muslim untuk tidak memasuki Masjid-masjid untuk shalat berjama’ah sejak pertengahan bulan lalu hingga saat ini, berdasarkan laporan seorang pemuka agama Islam dari Maungdaw.
“Otoritas, terutama U Aung Myint Soe, petugas pemerintahan kabupaten, menyuruh untuk mengunci semua Masjid dan tidak ada satupun yang diizinkan untuk memasukinya untuk melaksanakan shalat,” katanya.
“Tidak ada shalat berjama’ah di Masjid untuk shalat lima kali dalam sehari (shalat wajib), terutama pada hari Jum’at dan terkhusus shalat Ramadhan (Tarawih),” tambahnya.
Mendatangi Masjid terancam ditangkap
Kaum Muslimin yang mencoba mendatangi Masjid terancam ditangkap, seperti Hafez Jafor dari Masjid Ali Para dan Maulana Muhammad Yunus dari Masjid Kanree di kota itu ditangkap oleh polisi Musyrik pada saat mereka berada di halaman Masjid sekitar pukul 12:00, menurut laporan seorang tetua suku dari salah satu daerah di Maungdaw.
Selain itu, Maulana Muhammad Amin dan Maulana Sami Uddin dari Masjid di desa Maung Ni ditangkap oleh polisi yang sama sekitar 12:30, pada hari Sabtu (21/7/2012).
Di sisi lain, seorang saksi di desa Maung Ni mengatakan bahwa petugas polisi Musyrik juga menyiksa empat ustadz di jalanan, memukuli mereka dan menarik janggut mereka. Ketika mereka sedang disiksa, mereka berdo’a kepada Allah untuk memberi pertolongan, namun ketika mereka mengucapkan do’a mulut mereka dijejali sandal oleh para polisi biadab itu. (siraaj/arrahmah.com)