Oleh: Syeikh `Aa’id `Abdullah Al-Qarni
(Arrahmah.id) – Rahmat adalah nikmat dari Allah yang Dia tempatkan di hati siapa pun yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya. Sesungguhnya Allah akan menyayangi hamba-hamba-Nya yang berkasih sayang kepada sesama, sebagaimana Dia Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dia mencintai yang penyayang dan menyeru untuk belas kasihan. Dia memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk memerintahkan kesabaran dan kasih sayang.
Seseorang mungkin kekurangan rasa belas kasihan di dalam dirinya karena beberapa alasan, seperti banyaknya dosa dan ketidaktaatan. Ini karena dosa menodai hati manusia hingga pada akhirnya membutakannya hingga hati mereka menjadi lebih keras dari batu.
Allah, berbicara tentang Bani Israel, berfirman: “Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras, sehingga (hatimu) seperti batu, bahkan lebih keras…” (TQS Al Baqarah: 74)
Allah juga berfirman tentang mereka ketika mereka menentang dan memberontak terhadap hukum Ilahi: “(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, maka Kami melaknat mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka mengubah firman (Allah) dari tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian pesan yang telah diperingatkan kepada mereka…” (TQS Al Maidah: 13)
Di antara hal-hal yang menyebabkan hilangnya rahmat adalah kesombongan akan kekayaan yang dimiliki. Allah berfirman:
“Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena dia melihat dirinya serba cukup.” (TQS Al ‘Alaq: 6-7)
Alasan lain dari lemahnya rasa belas kasihan adalah banyaknya kerakusan dan kejenuhan, yang mana hal itu menimbulkan penghinaan dan kecerobohan. Oleh karena itu, bulan puasa datang untuk menghancurkan perilaku yang buruk ini. Orang yang berpuasa dengan benar (niat semata-mata karena Allah) tentu termasuk orang yang paling penyayang. Hal itu karena dia telah merasakan lapar, mengalami kehausan, dan mengalami kesulitan. Karena itu, jiwanya diselimuti dengan belas kasihan, perhatian dan kelembutan bagi sesama.
Kasih sayang adalah sesuatu yang wajib ditunjukkan oleh setiap Muslim kepada saudara Muslimnya. Ini adalah persyaratan dasar bagi setiap orang yang diberi amanah untuk mengurus dan bertanggung jawab terhadap mereka yang berada di bawah asuhannya. Dia harus merasa kasihan pada mereka dan bersikap lunak terhadap mereka.
Diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad shalallahu alayhi wa sallam, pernah berkata: Ya Allah, siapa saja yang mengurusi urusan umatku (meskipun kecil), lalu ia menyusahkan mereka, maka susahkanlah dirinya. Dan barangsiapa yang mengurusi urusan umatku (meskipun kecil), lalu ia bersikap lemah lembut kepada mereka, maka perlakukanlah ia dengan lemah lembut.
Dalam sebuah hadis shahih, Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam juga bersabda: “Barang siapa mengurus urusan umatku lalu menghilang atau meninggalkannya tanpa memenuhi kebutuhannya sambil memiskinkan mereka, Allah akan menghalanginya dari kebutuhannya dan memiskinkannya pada hari kiamat.”
Rahmat (kasih sayang) menuntut agar ulama dan guru bersikap lembut terhadap murid-muridnya dan membimbing mereka ke cara yang paling mudah dan terbaik untuk mencintainya dan mengambil manfaat dari ajarannya. Jika dia melakukan ini, Allah akan menetapkan baginya pahala yang paling baik dan berlimpah. Dengarkan cara Allah memuji Nabi-Nya shalallahu alayhi wa sallam: “Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu.” (TQS Ali ‘Imran: 159)
Rahmat lebih lanjut menuntut dari para imam bahwa dia tidak boleh mempersulit ibadah bagi para pengikutnya atau menyebabkan bahaya bagi mereka. Sebaliknya, dia harus penyayang, baik hati dan bijaksana. Nabi shalallahu alayhi wa sallam, bersabda:
“Apabila salah seorang dalam kalangan kamu mengimamkan shalat, maka ringankanlah shalat (tersebut) karena dalam jama’ah tersebut ada golongan kanak-kanak, orang tua, orang yang lemah dan sakit . Sekiranya shalat sendirian maka silahkan panjangkan bacaan sesuai yang dikehendakinya.” (HR.Bukhari).
Diriwayatkan bahwa ketika Mu`adz pernah memperpanjang shalat, Nabi shalallahu alayhi wa sallam berkata kepadanya: “Wahai Mu’adz, apakah kamu akan tukang pembuat fitnah (memicu orang enggan shalat)?” hingga 3 kali. “Baiknya engkau membaca Surat Asy-Syamsy dan Al-A’la atau yang semisalnya.” (HR Al-Bukhari No 6106 dan Muslim No 465)
Dengan cara yang sama, ketika ‘Utsman bin Abu Al-‘As Ats-Tsaqafi meminta: ‘Wahai Rasulullah, jadikan aku Imam bagi umatku.’ Nabi shalallahu alayhi wa sallam, bersabda: ‘Kamu adalah Imam mereka, maka pimpinlah shalat menurut orang yang paling lemah dari mereka dan terimalah seorang muazin yang tidak meminta bayaran untuk melakukannya.’
Rahmat mengharuskan bahwa orang yang menyeru kepada Islam harus menasihati orang yang dia seru dengan kelembutan. Dia tidak boleh menyakiti, mencemarkan nama baik orang atau bahkan mencerca orang yang tidak taat di depan umum.
Allah menasihati Musa dan Harun untuk menggunakan metode berikut dalam seruan mereka kepada Firaun yang tiran: “…maka berbicaralah kamu berdua kepadanya (Fir’aun) dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan dia sadar atau takut.” (TQS Thaha: 44)
Allah juga mengatakan: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.” (TQS An Nahl: 125)
Imam Asy-Syafi`i berkata: Nasihatilah saya secara pribadi, dan hindari menasihati saya di depan umum. Tentunya memberi nasihat di antara orang-orang adalah semacam celaan, yang lebih baik tidak saya dengarkan. Jika kamu tidak patuh dan mengabaikan keinginanku, jangan bersedih jika kamu tidak dituruti. Belas kasihan dibutuhkan dari seorang ayah kepada anak-anaknya. Belas kasihan ayah atau ibu terhadap anak-anaknya memiliki efek terbesar pada integritas, kesejahteraan, dan kepatuhan mereka. Memuji diri sendiri dan kekerasan hanya membuka pintu keputusasaan.
Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda: “Kebaikan tidak akan diberikan kepada sesuatu kecuali untuk memperindahnya, dan tidak akan dihilangkan dari sesuatu itu kecuali membuatnya jelek.”
Wahai orang-orang yang lapar karena berpuasa, sesungguhnya ada ribuan perut di luar sana yang kelaparan. Apakah tidak ada dari antara kamu yang akan memberi mereka makan?
Wahai orang-orang yang haus karena berpuasa, sesungguhnya ada ribuan orang di luar sana menanti seteguk air. Apakah tidak ada dari antara kamu yang akan memberi mereka minum?
Wahai orang-orang yang berpuasa dan memakai pakaian yang paling bagus, di luar sana ada orang-orang telanjang yang menunggu sehelai kain sekadar untuk menutupi tubuh mereka. Maka apakah tidak ada dari antara kamu yang akan memberi pakaian kepada mereka?
Ya Allah! Kami memohon kepada-Mu untuk melimpahkan kepada kami rahmat-Mu yang luas yang akan mengampuni dosa-dosa kami dan menghapus kesalahan-kesalahan kami. (zarahamala/arrahmah.id)