(Arrahmah.id) – Ramadhan adalah bulan dengan banyak berkah, waktu puasa dan latihan spiritual yang ekstensif. Waktu ketika kita mengubah rutinitas sehari-hari dan menetapkan yang baru, yang mana lebih banyak berputar di sekitar kewajiban agama daripada di sekitar urusan duniawi.
Selama Ramadhan, umat Islam melakukan upaya khusus untuk menemukan waktu untuk membaca dan mempelajari Al-Qur’an, untuk sholat sunnah, seperti Tarawih, dan amal amal lainnya.
Pahala di akhirat untuk perbuatan baik yang dilakukan di bulan Ramadhan berlipat ganda, tetapi ada juga manfaat dari ibadah Ramadhan yang dilakukan.
Diketahui secara luas bahwa orang yang berpuasa menikmati kesejahteraan spiritual dan psikologis dan puasa sangat bermanfaat bagi kesehatan fisik. Tapi bukan hanya puasa yang bermanfaat bagi pikiran dan jiwa kita selama Ramadhan.
Tarawih, yang biasanya setelah Isya dan berlangsung dari delapan hingga dua puluh rakaat, membawa kenyamanan spiritual dan psikologis yang luar biasa, terlepas dari upaya fisik dan mental yang diperlukan untuk mempraktikkannya.
Beberapa ilmuwan melakukan penelitian mengenai manfaat Tarawih. Ibrahim B. Syed, dokter kedokteran dan presiden Islamic Research Foundation International, dalam esainya ‘Manfaat Medis dari Shalat Tarawih’ yang dipublikasikan di situs IRFI, menyebutkan manfaat tarawih yang berlipat ganda bagi kesehatan fisik, emosional, dan mental.
Menurut Syed, shalat tarawih, seperti halnya shalat lain yang dilakukan oleh umat Islam, memiliki efek yang sama pada tubuh dan pikiran seperti olah raga ringan. Oleh karena itu tarawih meningkatkan suasana hati, pikiran dan perilaku dengan cara yang sama seperti olahraga.
Selain itu, tarawih “menimbulkan rasa nyaman dan energi yang lebih besar, mengurangi kecemasan dan depresi, memengaruhi suasana hati dengan baik dan berkontribusi pada kepercayaan diri, meningkatkan daya ingat pada orang tua terutama dengan pengulangan ayat yang konstan”.
“Kondisi pikiran yang rileks yang dicapai melalui tarawih mungkin sebagian disebabkan oleh respons kimiawi otak terhadap kombinasi aktivitas otot yang berulang dengan pengulangan kata-kata yang diucapkan selama periode waktu tertentu.”
Latihan fisik dan aktivitas lain seperti meditasi dan doa, mengarah pada sekresi neurotransmiter seperti Endorfin dan Ensefalin yang secara positif memengaruhi otak.
Pelepasan encephalin dan Beta-endorphins (Endogenous Morphines) bekerja pada sistem saraf pusat dan perifer untuk mengurangi rasa sakit dan memiliki efek menenangkan pada pikiran. Ensefalin adalah salah satu zat mirip opiat paling kuat yang terjadi secara alami di dalam tubuh.
Selain endorfin juga memiliki efek analgesik, mengurangi efek negatif dari stres, membawa perasaan euforia dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh.
Syed menyebutkan dalam esainya bahwa tarawih membantu mencapai ‘respons relaksasi’ otak.
Respons relaksasi adalah teori yang dikembangkan oleh seorang profesor Harvard, Dr. Herbert Benson, yang mempelajari dampak spiritualitas bagi kesehatan fisik dan yang karyanya berfungsi sebagai jembatan antara agama dan kedokteran.
Menurut Benson, pengulangan kata-kata tertentu secara terus-menerus, seperti dalam doa atau meditasi, atau aktivitas otot ditambah dengan pengabaian pasif terhadap pikiran intensif, menyebabkan penurunan tekanan darah dan penurunan detak jantung dan pernapasan.
“Respons relaksasi adalah keadaan fisik dari istirahat mendalam yang mengubah respons fisik dan emosional terhadap stress, respons relaksasi menenangkan pikiran, mengurangi efek stres, dan mendorong sikap penerimaan.”
Memang Benson tidak pernah benar-benar meneliti efek tarawih ataupun shalat yang lain, lebih berfokus pada meditasi transendental para Yogi, akan tetapi teorinya tampaknya dapat diterapkan dengan baik dalam menjelaskan efek menenangkan dari tarawih dan zikr pada umat Islam.
Menurut penelitian “Pengaruh Shalat Tarawih terhadap Kesehatan Mental dan Pengendalian Diri” yang dilakukan oleh Quadri Syed Javeed, Kepala dan Associate Professor Psikologi di MSS Art’s Commerce & Science College, di Jalna, India, yang diterbitkan dalam Golden Research edisi Februari 2013 menyebutkan bahwa shalat tarawih secara signifikan meningkatkan kesehatan mental dan pengendalian diri.
Dalam studinya, Javeed memeriksa kesehatan mental 50 responden berusia 18-30 tahun sebelum dan sesudah shalat menggunakan Mental Health Inventory dan Multi Assessment Personality Series Inventory, dan hasilnya menguatkan hipotesisnya tentang efek positif tarawih pada kesehatan mental dan spiritual.
Penjelasan lain tentang efek dari tarawih pada kesehatan mental dapat ditemukan dalam hasil penelitian yang dilakukan oleh neuropsikolog University of Missouri, Brick Johnstone dan Profesor sekaligus Direktur Penelitian Myrna Brind Center of Integrative Medicine, Andrew Newberg.
Studi tentang aktivitas otak biarawati Francescan dan meditator Buddha selama doa mereka menemukan bahwa selama pengalaman spiritual aktivitas lobus parietal kanan otak menurun secara signifikan.
Lobus parietal kanan adalah daerah kecil di dekat bagian belakang otak yang terus-menerus menghitung orientasi spasial seseorang, rasa di mana tubuh seseorang berakhir dan dunia dimulai, dengan kata lain, itu adalah bagian dari otak yang bertanggung jawab atas perasaan.
Selama doa atau meditasi yang intens, dan untuk alasan yang belum diketahui, lobus parietal kanan menjadi oasis yang sunyi dari ketidakaktifan. Menurunnya aktivitas lobus parietalis kanan menimbulkan rasa tidak mementingkan diri sendiri, dan pengalaman tidak mementingkan diri sendiri ini, menurut Johnstone berdampak positif terhadap kesehatan psikologis terutama pada orang-orang yang beriman kuat kepada Tuhan.
“Penelitian kami berfokus pada pengalaman pribadi transendensi spiritual dan sama sekali tidak meminimalkan pentingnya agama atau keyakinan pribadi, juga tidak menunjukkan bahwa pengalaman spiritual hanya terkait dengan aktivitas neuropsikologis di otak,” kata Johnstone. “Penting untuk dicatat bahwa individu meyakini Tuhan mereka atau kekuatan yang lebih tinggi dengan berbagai cara, tetapi semua orang dari semua agama dan kepercayaan tampaknya mengalami hubungan ini dengan cara yang sama.”
Fungsi otak selama latihan spiritual masih merupakan bidang yang penelitiannya masih sangat sedikit. Hasil kajian Johnstone dan Newberg, teori respon relaksasi Benson dan penjelasan neurotransmiter Syed, hanya sebagian menjawab pertanyaan bagaimana shalat secara umum, dan shalat tarawih khususnya, bermanfaat bagi kesehatan mental dan kesejahteraan spiritual.
Terlepas dari berbagai penelitian ilmiah yang dilakukan para ilmuwan, efek positif tarawih selama Ramadhan dan shalat sehari-hari dalam kehidupan umat Islam sudah sangat jelas bahkan tak perlu data ilmiah untuk membuktikannya.
Allah berfirman kepada kita dalam Al Qur’an: “Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia shalat.” (TQS Al-A`la: 14-15), dan “Wahai orang-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Sungguh, Allah beserta orang-orang yang sabar.” (TQS Al Baqarah: 153). (zarahamala/arrahmah.id)