JAKARTA (Arrahmah.com) – Sungguh sial nasib pria berusia 65 tahun ini. Hanya gara-gara melintas di depan Presiden Susilo Bambang Yudoyono dengan menuntun sepeda ontelnya yang sudah butut, ia harus diinterogasi hingga malam oleh petugas keamanan.
Aksi ‘slonong boy rakyat kecil’ yang mengagetkan Pasukan Pengamanan Presiden itu terjadi usai SBY membuka ASEAN Fair di kompleks Bali Tourism Development Corporation, Nusa Dua, Bali, Senin (24/10/2011) kemarin. Kejadian itu berlangsung saat Presiden sedang asyik menyaksikan akrobat pesawat.
Tiba-tiba seorang pria tua yang mengenakan seragam hijau bertuliskan Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) melintas tepat di depan podium SBY yang berjarak hanya sekitar 5 meter.
Dia mengenakan sepeda tua dengan mengangkut karung dan kelapa di belakang sepedanya.
Padahal, sampai sekitar 100 meter dari Presiden SBY, pengamanan sangat ketat. Tapi, pria pembawa sepeda ontel yang belakangan diketahui bernama Nyoman Minta itu melenggang melintas di depan Presiden SBY.
Paspampres lalu sadar dan menyergap pria tadi. Puluhan orang menghampiri petugas kebersihan itu. Kedua tangannya dipegang erat oleh Paspampres. Bahkan, Pangdam Udayana Mayjen TNI Leonard Louk dan Kapolda Bali Inspektur Jenderal Polisi Totoy Herawan Indera langsung turun.
“Saya cuma petugas DKP pak,” kata orang itu. “Bagaimana kalau kamu teroris?” teriak salah seorang petugas keamanan. Kehebohan itu sempat mengundang perhatian semua undangan. Kondisi sudah berlangsung kondusif dan petugas kebersihan tadi masih dalam pemeriksaan aparat berwenang.
Nyoman mengaku tidak tahu jika ada Presiden SBY di lokasi yang dilintasinya. Pria asal Mumbul, Kecamatan Kuta Selatan itu mengaku biasa melintasi jalan itu setiap harinya.
“Saya tidak tahu ada Presiden,” kata Subrata saat menjalani rekonstruksi bagaimana dia bisa lolos di hadapan Panglima Kodam IX Udayana Mayjen TNI Leonard Louk dan Kapolda Bali Inspektur Jenderal Polisi Totoy Herawan Indera.
Nyoman menjalani pemeriksaan petugas dan mendapat pengawalan ketat. Dia menjelaskan bagaimana bisa dengan santainya melintas di depan SBY sambil membawa sepeda ontel penuh karung berisi kelapa.
“Saya tak diberi tahu kalau ada Presiden. Saya biasa mencari kelapa di sini,” kata dengan mimik bingung bercampur takut.
Sejak pagi hari usai insiden itu, Nyoman langsung ditahan petugas untuk menjalani reka ulang peristiwa. Rekonstruksi dilakukan di lokasi kejadian untuk mengetahui bagaimana Nyoman bisa lolos dari pengamanan ketat di ring terdalam SBY.
Bahkan hingga Senin larut malam, Nyoman masih diinterogasi di Markas Polsek Kuta Selatan, Bualu, Bali. Terkait insiden tersebut, keluarga, tetangga, dan aparat desa menjaminkan diri agar Nyoman Minta tak ditahan.
“Saya siap menjaminkan diri. Saya yakin, dia tidak ada indikasi untuk melakukan sesuatu terhadap Presiden,” kata Wayan Solo, Lurah Tanjung Benoa, lokasi tempat tinggal Nyoman di Bali, Selasa (25/10/2011).
Nyoman Minta tinggal di Kampung Banjarceluk, Desa Mumbul, Kelurahan Tanjung Beno, Kecamatan Kuta Selatan, Bali. Wayan Solo dan sejumlah warga yang ada di kampung ini menolak memberitahu di mana posisi rumah Nyoman Minta.
Wayan yakin, Nyoman Minta tidak akan bertindak jahat saat melintas di depan SBY. Nyoman yang tidak bisa membaca dan menulis itu hanya melakukan pekerjaan rutin sehari-hari.
“Dia memang biasa membersihkan di situ sambil nyambit rumput. Lalu rumputnya dibawa pulang untuk pakan ternak,” kata Wayan. Nyoman Minta merupakan petugas Dinas Kebersihan dan Pertamanan dari Bali Tourism Development Corporation (BTDC).
Gara-gara ‘salah jalan’ melewati area tempat duduk pemimpin negara kakek tua tersebut harus rela sepeda ontelnya disita untuk sementara waktu. Hal ini sungguh berbeda dengan contoh kepemimpinan jika kita membawa sirah Rasulullah.
Rasulullah SAW dan Khulafaur Rasyidin hidup layaknya rakyat jelata. Tak ada pengawalan ketat apalagi fasilitas mewah untuk para pemimpin suatu bangsa. Bahkan rakyat dengan bebasnya menyampaikan pendapat dan curhat pada memimpinnya sekalipun berada di jalan.
Mari kita tengok sejarah kepemimpinan Umar bin Khatab RA. Ketika beliau kedatangan beberapa utusan dari Kekaisaran Romawi ke kota Madinah untuk menemui Khalifah Umar bin Khattab RA. Dalam benak mereka terbayanglah sosok Khalifah Umar bin Khattab RA yang akan mereka temui adalah seorang raja yang sedang duduk di atas singgasananya dalam sebuah istana yang megah dan mewah serta dikelilingi oleh para pengawal dan pasukan yang banyak.
Namun karena mereka tidak mengetahui di mana istana Khalifah Umar, maka mereka bertanya kepada salah seorang yang mereka temui di jalan dan memintanya untuk menuntun mereka untuk menemui Khalifah Umar. Lalu sampailah mereka di suatu tempat yang terdapat sebuah pohon kurma, lalu sang penunjuk jalan berkata : “Inilah Khalifah Umar pemimpin kami yang anda ingin temui.”
Terperanjatlah para utusan itu karena yang mereka lihat adalah seseorang yang sedang tidur sendirian di bawah pohon kurma, hanya mengenakan pakaian yang sangat sederhana tanpa seorangpun pengawal di sampingnya.
Namun zaman sekarang, sepertinya pemimpin adalah sosok ‘istimewa’ sehingga sekedar melintas saja langsung dicurigai sebagai teroris. Bagaimana kalau sampai mengajukan kritikan? Bisa jadi langsung dituduh sebagai ‘aksi merongrong pemerintahan yang patut dicurigai dan dikuntit oleh agen lintelejen’. Wallohua’lam. (dbs/arrahmah.com)