BAGHDAD (Arrahmah.com) – Rakyat Irak mengungkapkan kegembiraan pada berita penarikan pasukan AS kloter terakhir pada hari Minggu (18/12/2011), namun menyuarakan keraguan terhadap kemampuan para politisi mereka untuk membangun kembali negara yang telah lama dicabik konflik.
Kurangnya kepercayaan rakyat Irak terhadap para pemimpin mereka disorot dari krisis politik baru saat Perdana Menteri Nuri al-Maliki berusaha untuk menggulingkan salah satu wakilnya dan blok Sunni yang diklaim memboikot parlemen, hanya beberapa saat setelah tentara salibis menyeberang ke Kuwait.
Saat berita tentang penarikan pasukan salibis ini mencapai Baghdad, jalan-jalan ibukota Irak dan kota-kota besar lainnya sedikit berubah. Lalu lintas terlihat padat.
“Saya bangga – semua rakyat Irak harus bangga, seperti semua orang yang negaranya telah dibebaskan,” kata Safa (26), salah seorang warga Irak yang bekerja sebagai pembuat roti, kepada AFP di kawasan perdagangan Karrada, Baghdad. “Amerika telah menggulingkan Saddam, tetapi juga hidup kami sejak saat itu telah menjadi sangat sulit.”
“Situasi hanya akan membaik jika politisi benar-benar bekerja untuk memerangi korupsi dan mengadopsi reformasi,” tambahnya.
“Saya tidak berpikir bahwa kami bisa memaafkan orang Amerika atas apa yang mereka lakukan kepada kami. Mereka membunuh atas nama ‘pemberantasan terorisme’,” kata seorang Ummu Muhammad (50).
“Orang-orang (Amerika) hanya memikirkan diri sendiri, dan tidak sama sekali memikirkan tentang konsekuensi dari tindakan mereka,” lanjutnya
Lebih dari 100.000 warga Irak dilaporkan tewas dalam kekerasan sejak invasi, menurut LSM Inggris, Body Count, dan banyak orang lain terluka.
Seorang warga lainnya di wilayah Adhamiyah yang menjadi lokasi penangkapannya Saddam Hussein, Muhammad Abdelamir (60) mengatakan ia merasa “dibebaskan dari penjajahan”.
“Kami semua harus bekerja sama untuk meningkatkan perekonomian, masyarakat, dan mulai membangun kembali Irak,” kata pensiunan pegawai pemerintah itu.
Sementara itu, pada hari yang sama (18/12), Maliki menyampaikan sebuah pesan resmi ke parlemen, menyerukan anggota parlemen untuk menggulingkan wakilnya, Saleh al-Mutlak, seorang Arab Sunni dan anggota blok Sunni sekuler yang didukung Iraqiya.
Sehari sebelumnya, Iraqiya mengatakan bahwa pihaknya memboikot parlemen sebagai protes atas dugaan sentralisasi kekuasaan Perdana Menteri.
Beberapa pengamat juga takut bahwa konflik sektarian berdarah akan semakin meramaikan Irak, meragukan kekuatan struktur politik Irak, dan merasa bahwa Maliki telah memperluas basis kekuasaannya dengan mengorbankan kaum minoritas di negara itu.
“Hari ini menandai hari pertama bahaya bagi rakyat Irak,” kata Roudi Slewah (25), pemilik toko yang beragama Kristen di Kirkuk. “Kami tidak ingin Amerika tinggal di Irak, namun wilayah ini dapat ‘meledak’ kapan saja. Dan bahaya itu sudah terlihat mulai dari hari ini,” katanya. (althaf/arrahmah.com)