Oleh: F Irawan
(Arrahmah.com) – “Cara untuk berubah dan membebaskan diri kalian dari tekanan pelobi bukanlah melalui partai Republik ataupun partai Demokrat, tetapi dengan melakukan revolusi besar untuk kebebasan… Ini tidak hanya mencakup peningkatan situasi ekonomi dan menjamin keamanan kalian, tetapi yang lebih penting, membantunya dalam membuat keputusan yang rasional untuk menyelamatkan manusia dari gas (rumah kaca) berbahaya yang mengancam nasib bumi.”
Osama bin Laden–To the American People
Pada awal Maret 2016, pemerintah Amerika Serikat merilis kumpulan dokumen kedua yang ditemukan personel militer negara itu saat menggelar penyerbuan di rumah Osama bin Laden di Abbottabad, Pakistan. Seperti yang dikutip oleh Business Insider, Rabu (2/3), di antara surat-surat yang dibeberkan kepada publik oleh Kantor Direktur Intelijen Nasional Amerika Serikat (ODNI) berisi kutipan pesan di atas.[1] Osama bin Laden terbunuh dalam penyerbuan pasukan khusus AS Navy SEALS tersebut pada 2 Mei 2011 yang lalu.
Lebih dari 100 dokumen yang ditemukan di kediaman Osama dibeberkan oleh ODNI. Dari 113 dokumen yang dirilis, ada sejumlah poin penting yang berisi wasiat untuk partner jihadis maupun pesan untuk musuhnya, terutama Amerika Serikat. Dokumen-dokumen itu juga mengungkapkan dinamika Al-Qaeda, termasuk pebedaan pandangan antara petinggi kepercayaan Osama dan jaringan Al-Qaeda di Irak.
Berikut ini ringkasan beberapa di antaranya:
1. Infak harta untuk jihad dan teknik pengiriman uang yang aman
Ada satu dokumen yang ditandatangani dan ditulis tangan. Agen rahasia Amerika menduga surat tersebut ditulis sebelum keberangkatan Osama dari Sudan pada 1996. Osama bin Laden menyebutkan bahwa ia memiliki kekayaan senilai US$29 juta atau sekitar Rp386 miliar. Nilai kekayaan tersebut tercantum dalam surat wasiat yang ia tulis dan dirilis oleh para pejabat intelijen Amerika Serikat tersebut.
Dalam surat wasiat, ia berencana menyerahkan hampir semua kekayaannya untuk mendukung perjuangan serta jihad dan sisanya dibagi ke anggota keluarga. “Saya menerima US$20 juta dari kakak saya Abu Bakar Muhammad (bin Laden) dari investasi perusahaan Bin Laden di Sudan,” tulis Osama, berdasarkan terjemahan dari ODNI.
“Saya berharap, saudara-saudari saya, bibi saya, agar memenuhi wasiat ini dan menggunakan seluruh uang saya di Sudan untuk jihad, demi Allah,” lanjut wasiat Osama. “Jika saya terbunuh,” tulis Osama bin Laden pada 2008 dalam surat untuk ayahnya, “Tolong doakan saya dan keluarkan uang sumbangan atas nama saya. Saya memerlukan banyak pahala untuk mencapai rumah saya yang kekal (akhirat).”
Osama juga menulis tentang bagaimana cara menyimpan uang dengan aman. “Hal yang paling penting adalah jangan menggunakan koper bila ingin mengirimkan uang karena bisa jadi akan dipasangi chip pelacak di dalamnya,” tulis Obama dalam suratnya. Osama menambahkan, pengiriman bantuan keuangan harus dengan kendaraan, tapi mesti menunggu hari berawan untuk menghindari pelacakan pesawat tak berawak alias drone Amerika Serikat.[2]
Kekayaan itu disebut berada di Sudan, namun tidak jelas apakah uang kontan atau berwujud aset. Osama memang sempat berlindung di ibukota Sudan, Khartoum, selama lima tahun pada awal 1990-an sebagai tamu Pemerintah Sudan. Tidak diketahui apakah wasiat itu juga dikirimkan Osama kepada orang lain. Belum begitu jelas pula bagaimana Osama bin Laden memiliki akses pada uang sebesar itu jika dia ingin membagikan kepada seseorang.
Kekhawatiran Bin Laden bahwa keberadaan dirinya bisa dilacak tampak jelas dalam salah satu surat kepada istrinya yang tinggal di Iran. Dia mengaku khawatir bahwa dokter gigi bisa menanamkan perangkat elektronik ke gigi istrinya saat ditambal. “Ukuran chip elektronik kira-kira sepanjang bulir gandum dan setebal bihun,” tulisnya dengan nama alias Abu Abdillah.[3]
2. Kritik dan masukan untuk Al-Qaeda Irak (yang kemudian berkembang menjadi ISIS)
Sejumlah dokumen menunjukkan sikap tidak setuju Bin Laden dengan aksi kelompok afiliasi Al-Qaeda di Irak yang belakangan berubah menjadi Daulah Islamiyah (the Islamic State). Di antaranya, Bin Laden menentang metode pemenggalan dan tindakan brutal lainnya yang dilakukan kelompok Al-Qaeda di Irak (AQI). ‘Kita tidak boleh kewalahan dengan perang, suasananya, kondisinya, kebencian, dan pembalasan dendam yang mungkin membuat kita salah jalan’, tulisnya.
Pada saat yang sama, Pemimpin Al-Qaeda tersebut merasa perlu untuk mengeluarkan seruan direktif pada para militan untuk menghindari pertempuran sesama kelompok yang berjuang melawan AS. “Kami meminta Anda untuk menjauh dari siapa saja yang memerangi tentara salib selama fase ini, terlepas dari apakah mereka adalah ateis, sekuler Ba’athis, atau orang-orang kafir,” lanjut surat Osama bin Laden
Dalam surat yang ditulis anggota Al-Qaeda; Abu Al-Abbas, kepada Osama bin Laden, menunjukkan bahwa sebagian mujahidin di Irak tidak lagi menjawab seruan Al-Qaeda. Sebaliknya, mereka menargetkan warga Muslim yang dituduh tidak mengobarkan “jihad”. Secara khusus, Abbas mengatakan kelompok itu merebut tanah dan kendaraan dari umat Islam lainnya. Mereka juga menyiksa warga berdasarkan kecurigaan, dan membunuh kelompok lain yang berjuang melawan Amerika Serikat.
Bin Laden juga menentang tekad AQI dalam mendeklarasikan khilafah, yang dia yakini tidak punya sokongan kuat dan menimbulkan tantangan soal tata kelola yang tidak bisa dipenuhi kelompok tersebut.[4]
3. Kontrol internal Al-Qaeda
Beberapa dokumen memperlihatkan upaya Bin Laden untuk menguatkan kendali atas berbagai kelompok yang berafiliasi dengan Al-Qaeda. Salah satu dokumen menunjukkan instruksi agar kelompok-kelompok itu menerapkan struktur manajemen yang seragam, seperti keberadaan komite kepala staf yang terdiri dari ‘orang-orang yang punya kompetensi untuk bekerja sama dengan komandan militer’.
Sepucuk surat untuk cabang Al-Qaeda di Yaman berisi perintah agar mereka ‘menjangkau dan mengembangkan operasi di Amerika’ dan menyudahi upaya meledakkan pesawat AS.
Kemudian sebuah surat dari kelompok afiliasi Al-Qaeda di Afrika Utara (AQIM) menginformasikan kepada Bin Laden bahwa perwakilan dari negara-negara Afrika Utara telah dimasukkan ke Dewan Syura di tubuh Al-Qaeda guna memantau milisi lokal yang muda dan ‘kurang berpengalaman dalam jihad’.
4. Rencana peringatan 11 September dan pentingnya relasi dengan media massa
Tahun 2011 adalah tahun yang sarat makna bagi Bin Laden. Dalam salah satu dokumen, sayap media Al-Qaeda berencana melakukan publikasi soal peringatan 10 tahun serangan 9/11 ke AS. “Hal ini jelas bagi Anda bahwa ulang tahun datang dari dua serangan (di) Manhattan adalah ulang tahun kesepuluh dan acara ini memiliki arti penting yang besar,” bunyi dokumen surat tanpa tertera tanggal. “Oleh karena itu, kepedulian harus diberikan untuk itu dan persiapan harus diberikan untuk itu,” lanjut surat yang ditujukan untuk penasihatnya yang juga komandan Al-Qaeda, Athiyyah Abdurrahman, sebagaimana dilansir Reuters, Rabu (2/3/3016).
Karena itu, Al-Qaeda juga berencana mengundang media untuk meliput peringatan ke-10 serangan 11 September. Dalam surat itu Osama meminta para bawahannya untuk menghubungi media CBS, beberapa jaringan berita AS, dan kepala biro Al Jazeera di Islamabad untuk memberitakan peringatan 10 tahun 9/11. Dia secara khusus meminta agar menghubungi Robert Fisk, wartawan yang pernah mewawancarainya. “Al Qaeda tidak harus bergantung pada sumber media tunggal untuk manfaat dari acara dan untuk menyampaikan pesan untuk umat Islam, serta untuk membujuk jiwa mereka,” imbuh surat Osama bin Laden.
Dalam suratnya, Osama mengatakan serangan itu menjadi pembuka krisis ekonomi di akhir 2000-an. Namun, tidak ada diskusi mengenai rencana serangan lanjutan. Bin Laden sendiri berencana pindah dari rumah yang dia tinggali selama bersembunyi di Abbottabad, Pakistan. “Saat terakhir kami bisa tinggal bersama saudara-saudara yang menemani saat ini adalah pada peringatan ke-10 serangan di New York dan Washington, beberapa bulan dari sekarang atau pada akhir tahun 2011,” tulisnya.
Dalam surat lain, yang ditujukan kepada kaum muslimin secara keseluruhan, Osama bin Laden menjelaskan kemajuan jihad dan kegagalan Amerika di Afghanistan. Ia juga menggambarkan bahwa AS tidak akan memenangkan perang di Afghanistan.
5. Universitas jihad
Mata kuliah bagi mujahid baru dengan judul “Kuliah Studi Islam untuk Prajurit dan Anggota” ada di antara dokumen-dokumen yang diambil militer AS di rumah yang dipakai Bin Laden bersembunyi di Pakistan.
Modul pertama dalam kuliah itu ialah membaca dan menulis, disusul oleh daftar bacaan berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Bagian ketiga dalam kuliah itu mencakup buku-buku yang ditulis jihadis masa kini, seperti Abu Mushab Az-Zarqawi yang memimpin AQI dan pengetahuan singkat soal konflik Israel-Palestina.
6. Peranan para istri di garis depan
Perdebatan mengenai kehadiran istri-istri para komandan di lokasi markas menjadi hal yang mengemuka dalam Al-Qaeda.
Sebuah dokumen dari cabang Al-Qaeda di Maghrib berjudul ‘Keberadaan Pasangan Mujahidin di Lapangan” menginstruksikan setiap komandan agar memulangkan istri ke rumah dan keluarga masing-masing.
Dokumen itu menyimpulkan ‘jihad bukan untuk kaum wanita’, namun mengizinkan kehadiran ‘wanita tua, bukan yang muda, di lokasi aman di garis depan’ agar perhatian para mujahidin tetap terjaga.
‘Kami meminta pengertian dan kerja sama saudara-saudara kami’, tulis dokumen itu.[5]
7. Dukungan untuk perlawanan umat Islam dalam Arab Spring, khususnya di Libia
Osama bin Laden juga pernah mengirim surat untuk rakyat Libia, memuji mereka usai penggulingan Muammar Gaddafi. Osama meminta rakyat Libia bersatu dalam menegakkan hukum Islam, sembari memperingatkan agar AS dan negara-negara lainnya tidak ikut campur dalam urusan negara itu.
8. Pesan untuk rakyat Amerika Serikat
Osama bin Laden juga pernah mengirim surat kepada rakyat Amerika usai Barack Obama terpilih kembali sebagai presiden. Surat itu berisi sejumlah peringatan dan seruan kepada warga AS terkait sejumlah hal, termasuk perubahan iklim, krisis keuangan AS dan perang di Irak dan Afghanistan.[6]
Dalam surat berjudul To the American People (‘Kepada Rakyat Amerika’) itu, Osama menyeru warga Amerika Serikat untuk membantu Presiden Barack Obama untuk memerangi perubahan iklim yang “berbahaya” dan “menyelamatkan kemanusiaan.” Surat ini tampaknya ditulis tak lama setelah Obama memulai masa jabatan pertamanya pada 2009.
Kekhawatiran Osama soal perubahan iklim juga muncul sebagai tema dalam tahap pertama pembukaan dokumen yang disita dari tempat persembunyian Osama. Kekhawatiran Osama ini juga terungkap dalam sebuah rekaman audio yang dirilis Al-Jazeera pada Januari 2010.
Dalam surat yang panjang, Osama menyalahkan kontrol berlebihan perusahaan terhadap modal mereka dan para pelobi perusahaan atas krisis keuangan AS pada 2007 hingga 2008. “Karena bagi kami, Irak kami diinvasi sebagai buah dari tekanan kapitalis yang serakah akan ‘emas hitam’ [minyak], dan Anda terus mendukung penindasan Israel dalam pendudukan mereka di Palestina karena ditekan oleh pemerintahan Anda yang dikuasai oleh pelobi Yahudi dengan kemampuan keuangan mereka yang sangat besar,” bunyi surat itu.
Osama juga menyalahkan perang di Irak dan Afghanistan yang dipimpin AS dan pendudukan Israel di Palestina. Ia juga mengatakan bahwa Al-Qaeda akan tetap menyerang negara itu sampai AS berhenti mendukung Israel.
Selanjutnya, Osama meminta warga Amerika meluncurkan “sebuah revolusi besar untuk kebebasan” untuk membebaskan presiden AS yang baru terpilih dari pengaruh-pengaruh seperti itu. Menurut Osama, hal ini akan memungkinkan Obama untuk membuat “keputusan rasional untuk menyelamatkan manusia dari gas berbahaya yang mengancam takdirnya,” kata Osama.
Dalam surat terpisah, selain memerintahkan bawahannya untuk menghubungi media AS untuk memberitakan peringatan 10 tahun 9/11, ia juga menyerukan untuk memangkas emisi gas rumah kaca. Bin Laden berpendapat bahwa dunia akan lebih baik jika masyarakat memerangi perubahan iklim ketimbang melancarkan perang melawan Islam.
“…dunia harus berupaya mencoba mengurangi pelepasan emisi gas,” bunyi surat yang tak bertanggal dan tak ditandatangani yang ditujukan kepada sosok yang diidentifikasi bernama Syekh Mahmud, yang diyakini ditulis oleh Osama kepada deputinya, Athiyyatullah Al-Libi. “Ini adalah perjuangan antara dua budaya terbesar di Bumi, dan [perjuangan ini] dibayangi kondisi [perubahan] iklim yang berbahaya.”[7]
9. Komunikasi dengan “Boko Haram”
Abubakar Shekau, pemimpin “Boko Haram”, pernah meminta untuk berbicara dengan wakil syaikh Osama bin Ladin, yaitu Dr. Aiman Azh-Zhawahiri.[8] Setelah mengutip teks-teks dalil Islam tentang manfaat persatuan dan bahaya perpecahan, Shekau mengatakan bahwa ia dan pengikutnya telah “mendengarkan … kaset dari al Qaeda dan para syekhnya,” termasuk Osama bin Ladin, Aiman Azh-Zhawahiri, Abu Mush’ab Az-Zarqawi, Abu Yahya Al-Libi, dan Abu Qatadah Al-Filasthini.
“Namun, yang tertinggal dari kami saat ini adalah belajar tentang sistem organisasi dan bagaimana organisasi diatur,” lanjut Shekau. “Penempuh perjalanan akan gagal jika ia tidak akrab dengan jalan yang akan ia lalui, dan jika ia tersesat ia dapat kembali atau mengambil pilihan lain. Tetapi, ketika penempuh perjalanan tahu jalannya, ia tidak pernah gagal, karena ia tahu apa yang akan ia temui. “
Shekau juga memohon agar Allah menjadi saksi bahwa “Kami ingin menjadi di bawah satu bendera dan harus ada visi untuk memulainya, karena agama kita adalah agama masa depan dan ilmu.” “Dengan izin Anda,” ia menutup suratnya, “Saya memohon agar berbicara dengan wakil Osama bin Laden Hafizhahullah,” karena jamaah menunjukkan kesetiaan yang akan dihisab Allah pada hari kiamat. Apa yang disampaikan Shekau kemungkinan mengacu kepada bagaimana Al-Qaeda diatur dan persyaratan untuk menjadi bagian dari organisasi.[9]
10. Pesan untuk Pemimpin Taliban Mulla Umar
Dalam surat yang ditujukan kepada Mulla Umar pada akhir 2010, Osama bin Laden berpendapat bahwa Barat telah “bobrok dan melemah dalam segala hal” akibat perang di Afghanistan. Pemimpin Al-Qaeda meyakini bahwa para mujahidin hanya perlu bersabar, karena Barat tekadnya lemah untuk terus bertempur dan merugi secara “sosial, politik, militer dan ekonomi” sebagai dampak dari perang.
Bin Laden menawarkan pembenaran ekonomis untuk penilaiannya, dengan menjelaskan bahwa “orang bijak Amerika yang mengatakan pemerintah harus mengurangi ukuran anggaran Pentagon dalam rangka menekan pembayaran dan bunga atas utang (nasional) mereka, yang kini angkanya benar-benar astronomis (melangit).”
“Anda sadar betul bahwa beberapa anggota NATO—terutama Kanada—telah mengumumkan bahwa mereka akan menarik diri pada tahun 2011, dan partai-partai oposisi di negara-negara Barat menyerukan mereka untuk keluar dari Afghanistan,” tulis Bin Laden. “Bahkan Obama percaya mereka perlu untuk cabut dalam beberapa bulan mendatang, sebagaimana yang ia sampaikan secara terbuka, namun Partai Republik dan para jenderal militer telah menekannya dan (yang) mengatakan bahwa penarikan diri mereka akan (dilihat sebagai) kekalahan yang akan mempengaruhi posisi dan kepentingan mereka di seantero dunia.”
Bin Laden pun membandingkan Presiden Obama dengan mantan pemimpin Soviet Mikhail Gorbachev, yang mengawasi penarikan Rusia dari Afghanistan setelah perang berkepanjangan. Bin Laden berpendapat bahwa Obama membuat pernyataan yang sejenis dengan pernyataan Gorbachev dulu dalam percakapan dengan para jenderal Rusia. “Saya tidak punya uang untuk membeli susu bagi pasukan,” kata Gorbachev seperti yang dikutip Bin Laden.[10]
Bin Laden juga mengeluhkan operasi jihad yang menyebabkan korban sipil di Afghanistan dan Pakistan. File pemimpin Al-Qaeda ini juga dipenuhi dengan catatan terkait efek buruk dari serangan-serangan tersebut. Bin Laden juga berharap agar Mulla Umar mengatasi situasi secara langsung. “Pada catatan lain, Anda mungkin telah mendengar banyak laporan berita orang yang shalat di masjid dan menjadi sasaran dalam serangan yang dikaitkan dengan mujahidin—terutama di Pakistan dan Afghanistan baru-baru ini—serta serangan-serangan di sejumlah pasar,” tulis Bin Laden.
“Puluhan muslim berjatuhan di masjid-masjid dan tempat pertemuan publik hanya untuk menghabisi seorang musuh, dan yang demikian tidaklah dibenarkan (secara syar’i),” lanjutnya. “Muslimin pada umumnya, dan mujahidin khususnya, perlu mendengar Anda (Mulla Umar) memperingatkan mereka tentang masalah serius terkait menumpahkan darah kaum muslimin tanpa hak,” demikian Bin Laden menyarankan.[11]
Permainan Panjang Al-Qaeda
Dokumen yang dirilis CIA di atas juga mengungkapkan strategi jangka panjang yang coba dibangun oleh Al-Qaeda. Termasuk di dalamnya juga menyinggung soal mempertimbangkan soal genjatan senjata dan pentingnya kerja sama dengan elemen lokal.[12]
Menurut Daveed G. Ross, pengamat terorisme dan gerakan jihad dari lembaga think tank Foundation for Defense of Democracies (FDD), di antara 113 dokumen yang dirilis pada 1 Maret 2016 tersebut, mungkin yang paling penting untuk dicatat adalah cara pandang yang ditawarkan Al-Qaeda kepada para jihadis. Menurut Osama, Al-Qaeda harus memiliki “kesabaran startejik” (the strategic patience); frase yang dipinjam dari administrasi Obama.
Bersama dengan dokumen-dokumen lain yang disita, Direktur Intelijen Nasional Amerika Serikat menyebut bahwa “rak buku Bin Laden” mengungkap rencana jangka panjang yang merumuskan gaya pendekatan Al-Qaeda menjelang wafatnya Osama bin Laden. Menurut Ross, arahan Bin Laden ini masih dijadikan acuan hingga hari ini. Paling tidak, ini terlihat dari aksi Jabhatun Nushrah (JN), afiliasi resmi Al-Qaeda di Suriah.
Lebih lanjut, Ross mencatat bahwa Amerika Serikat sering mengabaikan tingkat kesabaran Al-Qaeda dalam melakukan pendekatan kepada khalayak. Bahkan, terkadang menganggap sikapnya yang relatif diam dianggap sebagai bentuk ketidakaktifan atau kemunduran. Salah paham akan hal ini menyebabkan Al-Qaeda berhasil meraih ruang operasi penting, dan—yang lebih dikhawatirkan—kadang menyebabkan Barat masuk perangkap.
Strategi Al-Qaeda dalam melakukan atrisi (penggerogotan) terhadap Barat memiliki titik tekan yang mudah dipahami. Sebagaimana yang dirumuskan oleh Bin Laden, strategi tersebut berusaha melemahkan Amerika Serikat secara militer, politik, maupun ekonomi.
Pendekatan jangka panjang ini tampak kontras jika dibandingkan dengan pendekatan kelompok “sempalan” Al-Qaeda yang mengklaim telah mendirikan khilafah, yang sering disebut-sebut sebagai Daulah Islamiyah. Di sisi lain, Al-Qaeda menekankan bahwa Amerika Serikat adalah “batang pohon” (trunk of the tree) yang harus ditebang, sebagaimana yang diistilahkan Bin Laden dalam suratnya kepada pemimpin Al-Qaeda Jazirah Arab (AQAP) Nashir Al-Wuhaisyi. Al-Qaeda ingin menunggu batang pohon tumbang sebelum bergerak ke tahapan berikutnya dari kampanyenya, termasuk pembebasan Palestina dan pendirian daulah atau khilafah islamiyah, sebagaimana yang dirilis terbuka pada 2012.
Dokumen Abbottabad yang baru dirilis juga menunjukkan bagaimana kesabaran stratejik telah membentuk operasi militer dan kegiatan politik Al-Qaeda terkini. Jamaah jihad ini telah terbukti bersedia untuk bernegoisasi, mengorbankan kemenangan jangka pendek, dan bahkan mempertimbangkan aliansi taktis dengan lawan untuk eksis lebih lama dengan berbagai rivalnya. Pada saat yang sama, kelompok ini terus mencari basis untuk menggalang dukungan dan tempat berlindung yang aman di mana anggota bisa berlatih (i’dad), merencanakan serangan balasan, dan mempersiapkan diri untuk pertempuran masa depan.
Pendekatan Al-Qaeda terhadap pemerintah Mauritania menggambarkan kemampuan menahan diri dan fleksibilitas. Dalam beberapa dokumen yang baru dibuka untuk publik pada sekitar 2010, para pejabat Al-Qaeda membahas kemungkinan gencatan senjata dengan Mauritania, di mana Al-Qaeda di Maghrib Islam (AQIM) akan menahan diri dari operasi militer di negara itu.
Apa imbal untungnya bagi Al-Qaeda? Kelompok ini membahas beberapa tuntutan kepada pemerintah Mauritania bahwa pemerintah akan membiarkan militan untuk beroperasi secara bebas di negara itu, membebaskan anggota Al-Qaeda yang di penjara, dan menyediakan 10–20 juta euro per tahun sebagai uang perlindungan keamanan untuk memastikan bahwa Al-Qaeda tidak mengganggu wisatawan asing.
Dari perspektif Al-Qaeda, alasan untuk kesepakatan itu bahwa hal itu akan memungkinkan mereka untuk “fokus pada Aljazair,” sementara menempatkan kadernya di basis yang aman dan tersedia di Mauritania. Demikian yang pernah tertulis dalam surat amir Al-Qaeda cabang Somalia (Harakah Syabab Mujahidin) yang telah gugur, Ahmed Abdi Godane pada Maret 2010. Memang belum jelas apakah tawaran ini benar-benar dipteruskan ke pihak Mauritania dan bagaimana pula keputusan akhir Al-Qaeda. Namun, pertimbangan Al-Qaeda dari pendekatan ini membuktikan bahwa kelompok tersebut memiliki kesabaran dan kemauan untuk menangguhkan konfrontasi sementara dengan musuh jika ada keuntungan yang bisa diraih.
Logika yang mempengaruhi pemikiran Al-Qaeda di Mauritania bisa juga dilihat di Yaman. Tercatat dalam salah satu nota stratejik Al-Qaeda bahwa gerakan jihad itu mampu berkembang di bawah kelemahan pemerintahan Presiden Ali Abdullah Shalih, yang mana korupsi telah menciptakan “lahan subur” bagi jihad. Penulis nota tersebut menyimpulkan bahwa pilihan terbaik langsung bagi Al-Qaeda adalah membiarkan Shalih untuk tetap berkuasa, daripada bersusah payah untuk menggulingkan dia (sampai pada titik rakyat bangkit melawannya).[13]
Sekilas, ungkapan penulis nota “membiarkan pemerintah murtad dan menjaga negara dalam keadaan kacau” terdengar aneh? Sebenarnya, setelah itu kekacauan biasanya memberikan keuntungan bagi jihadis. Penulis beralasan bahwa jika Shalih langsung didongkel, penggantinya kemungkinan akan lebih agresif dalam menyasar mujahidin. Selain itu, ada catatan tambahan bahwa jika situasi kacau bisa dimenangkan jihadis, “kita tidak bisa menyebarkan dakwah kita sementara berlangsung kekacauan.” Dakwah mengacu pada upaya menggalang dukungan. Dengan kata lain, penulis nota khawatir bahwa pekerjaan persiapan untuk mengambil alih kendali akhir di Yaman saat itu belum tuntas—alias jihadis belum siap saat itu.
Penulis bahkan mengusulkan gencatan senjata dengan Ali Abdullah Shalih, dengan pertimbangan bahwa perjanjian sepihak akan memungkinkan Al-Qaeda untuk fokus menghadapi Amerika Serikat. Seruan ini bergema dalam surat Osama bin Laden kepada Nashir Al-Wuhaisyi, yang dirilis ke publik pada 2012. Ketika itu pemimpin Al-Qaeda tersebut menjelaskan bahwa gerakan jihad berada dalam tahap persiapan di Yaman. Maknanya, “tidak dalam kepentingan kita untuk terburu-buru menjatuhkan rezim,” meskipun tampaknya Bin Laden akhirnya berubah pikiran setelah realitas di lapangan menunjukkan keengganan pihak Shalih sehingga Al-Qaeda mendiktekan sikap yang lebih agresif.
Pemikiran Al-Qaeda tentang Yaman dan Mauritania adalah karakteristik yang mewarnai dokumen yang baru dirilis. Sejauh ini, kepemimpinan jamaah ini mendorong kehati-hatian dan kerja sama taktis sesekali dengan musuh. Dalam sebuah surat kepada Abu Ayyub Al-Mishri alias Abu Hamzah Al-Muhajir, pemimpin AQI (Al-Qaeda Irak), seorang pejabat senior Al-Qaeda telah ‘mewanti-wanti’ terhadap pelaksanaan operasi di Iran. Iran, sebagaimana dijelaskan, menjadi “jalur utama untuk pasokan dana, tenaga, dan komunikasi.” Pejabat tersebut juga menyarankan kepada Abu Ayyub untuk menahan diri dari menyasar Turki dan Lebanon, dan mendorongnya untuk “memfokuskan sumberdaya Anda guna membentengi umat dan perjuangan melawan tentara salibis dan orang-orang murtad.”
Arahan-arahan ini menunjukkan bahwa Al-Qaeda sedang melakukan persiapan jangka panjang. Kelompok ini mengantisipasi dan mempersiapkan diri untuk menarik mundur—jika diperlukan—dalam situasi yang tidak menguntungkan. Dalam sebuah surat kepada Ansharul Islam, jamaah jihad yang berbasis di Kurdistan, seorang petinggi senior Al-Qaeda (kemungkinan Osama bin Laden sendiri) menjelaskan bahwa “Irak bukanlah ujung jalan.” Dia menyatakan bahwa jika Al-Qaeda kalah di panggung jihad ini, itu memang bencana (yang tidak diharapkan). Meskipun demikian, “kita harus selalu mempersiapkan diri untuk segala kemungkinan.”
Petinggi tersebut mencatat bahwa “jihad akan terus berlangsung dengan atau tanpa kita”; ungkapan yang menunjukkan keyakinan Al-Qaeda bahwa perjuangan untuk menegakkan khilafah akan bertahan lama meski Al-Qaeda atau pendirinya sudah tiada. Ungkapan ini pun terbukti benar. Al-Qaeda terus beradaptasi dan berkembang sejak meninggalnya Osama bin Ladin, dengan tetap mengikuti gaya pendekatan terakhir amirnya tersebut. Strategi dan jamaah ini pun terbukti bertahan dalam perkembangan seismik (pasang-surut) yang—mungkin—dipandang sebagai “lonceng kematian” Al-Qaeda, seiring terbunuhnya banyak petinggi organisasi ini setelah Bin Ladin.
Menurut Daveed G. Ross, “Arab Spring” sebenarnya bisa dianggap sebagai pukulan telak bagi Al-Qaeda; karena mematahkan klaim bahwa hanya jihad dengan kekerasan yang bisa menyapu rezim otoriter di Timur Tengah. Menariknya, Al-Qaeda justru turut merayakan revolusi. Dalam surat yang baru dirilis, yang ditujukan kepada salah satu asisten Osama bin Ladin, seorang pejabat Al-Qaeda mengungkapkan harapannya bahwa perlawanan akan “menyebar di seluruh tanah air kaum muslimin, yang akan mempercepat kemenangan dan kesatuan seluruh umat Islam.”
Al-Qaeda tampak mempersiapkan diri untuk menjadi suksesor perjuangan dalam gejolak pasca-revolusi, dengan menggunakan model Bin Laden untuk persiapan dan menahan diri secara stratejik. Secara diam-diam, Al-Qaeda memperluas kehadirannya di sejumlah negara di Afrika Utara, seperti Mesir, Libia, dan Tunisia, dengan menggunakan kover organisasi Ansharusy Syar’iah untuk kegiatan dakwah, menyebarluaskan wacana pemikiran, dan perekrutan.
Di berbagai panggung jihad hari ini—termasuk Suriah, Irak, dan Yaman—Al-Qaeda telah melekatkan diri dalam masyarakat lokal dan mengembangkan hubungan. Setelah merebut kendali kota pelabuhan Mukalla di Yaman, Al-Qaeda di Jazirah Arab (AQAP) mendirikan kelompok yang dikenal sebagai “Abna’ul Hadhramaut”. Wadah ini pun muncul sebagai kekuatan adat yang mengakar dan berhasil menunjuk dewan lokal untuk menyelenggarakan administrasi untuk memerintah kota tersebut.
Tampaknya Al-Qaeda juga melakukan usaha yang sama untuk membangun koalisi di Suriah. Ini dibuktikan lewat arahan resmi yang dikeluarkan pada awal tahun 2015 oleh amir jamaah ini, Dr. Aiman Azh-Zhawahiri. Dr. Aiman menginstruksikan kepada Jabhatun Nushrah, cabang Al-Qaeda di Suriah, untuk bekerja sama lebih erat dengan kelompok perlawanan lainnya, memperkuat hubungan dengan masyarakat Lokal, membangun basis perlindungan yang aman dan kontinu, dan tidak merencanakan serangan terhadap Barat.
Fleksibilitas stratejik Al-Qaeda juga pernah ditunjukkan ketika merespons tantangan yang dimunculkan oleh ISIS, yang kemunculannya sempat dipandang oleh banyak analis dapat melumpuhkan—atau setidaknya—melemahkan Al-Qaeda. Sementara ISIS menantang posisi Al-Qaeda dalam komunitas jihad, situasi ini juga menawarkan kesempatan yang ditunggu-tunggu oleh Al-Qaeda untuk membersihkan imej “ekstrem” yang dipandang menodai wajah jihad dalam eksperimen yang belum sukses di Irak, Mali, atau tempat lainnya. Fenomena ISIS menjadi semacam filter yang menyaring dan menegaskan diferensiasi Al-Qaeda dalam upaya memperoleh ruang operasi yang lebih besar.
Sekali lagi, Al-Qaeda terbukti mampu mengatasi kemundurannya, bahkan mengubahnya menjadi keuntungan. Visi kelompok ini untuk perjuangan jihad multigenerasi telah mendorong organisasi ini untuk berpikir dan bertindak stratejik, dengan prioritas mengejar tujuan jangka panjang dan meninggalkan kemenangan jangka pendek yang sulit dipertahankan.
Bahkan, menurut Daveed G. Ross, kemampuan Al-Qaeda untuk berpikir dan berencana untuk jangka panjang tampil kontras jika dibandingkan dengan ISIS maupun pemerintah Amerika Serikat. Siklus pemilu, ketidakpastian anggaran, dan tarik-menarik antarlembaga Amerika Serikat telah menghambat pemikiran stratejik dalam melawan Al-Qaeda. Ross mengatakan, selama pendekatan jangka panjang Al-Qaeda diabaikan, berarti mereka telah meremehkan kelompok tersebut dan jatuh ke dalam perangkapnya. Sementara Al-Qaeda secara senyap terus menguasai wilayah di Timur Tengah, Afrika Utara, dan kawasan Tanduk Afrika—serta memanfaatkan “kerabunan” masyarakat internasional yang terlalu fokus pada ISIS—rencana jangka panjang kelompok tersebut semakin penting untuk dicermati.
Masih banyak dokumen Osama lainnya yang rencananya akan dipublikasikan akhir tahun ini setelah melalui pemeriksaan. Kemungkinan banyak hal menarik yang perlu dicermati, baik oleh kelompok jihadis maupun rival utama mereka, pemerintah Amerika Serikat.
[2] “Bin Laden letter reveal Al-Qaida’s fears of drone strikes and infiltration”, the Guardian, 1 Maret 2016.
[3] “Osama bin Laden worried wife had tracking device in filling”, the Washington Post, 1 Maret 2016.
[4] “Osama bin Laden warned against almost every aspect of Islamic State playbook”, the Washington Post, 1 Maret 2016.
[5] //www.bbc.com/indonesia/dunia/2016/03/160302_ dunia_binladen_alqaeda_tujuh_hal
[6] //www.dni.gov/files/documents/ubl2016/english/To the American people.pdf
[7] “Bin Laden called for Americans to rise up over climate exchange”, Reuters, 3/5/2016.
[8] “Osama bin Laden’s Files: Boko Haram’s leader wanted to be ‘under one banner'”, the Long War Journal, 4 Maret 2016.
[9] //www.dni.gov/files/documents/ubl2016/english/ Praise be to God the Lord of alk worlds.pdf
[10] //www.dni.gov/files/documents/ubl2016/english/ Letter to Our Honored Commander of the Faithful.pdf
[11] “Osama bin Laden’s Files: Letters to the ‘Commander of the Faithful'”, the Long War Journal, 3 Maret 2016.
[12] “Osama bin Laden’s ‘Bookshelf’ Reveals Al-Qaeda’s Long Game”, The Daily Beast, 17 Maret 2016: //createsend.com/t/r-B2B9793B2C4EECDE2540EF23F30FEDED