RIYADH (Arrahmah.id) — Arab Saudi, negeri Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud, mulai buka suara terkait kekhawatirannya pasca perang Rusia-Ukraina. Hal ini disampaikan langsung oleh Menteri Keuangan (Menkeu) negara itu, Mohammed Al Jadaan.
Di sela-sela gelaran World Economic Forum (WEF), Al Jadaan mengatakan bahwa ketakutan terbesar Arab Saudi pasca perang adalah kenaikan harga pangan. Pasalnya Rusia dan Ukraina merupakan eksportir pangan yang cukup signifikan bagi dunia, khususnya wilayah Timur Tengah dan Afrika.
“Saya pikir ini adalah masalah yang sangat serius. Krisis pangan itu nyata. Saya pikir itu masih diremehkan oleh komunitas dunia,” kata Al Jadaan kepada CNBC International (25/5/2022).
“Wilayah Timur Tengah dan Afrika sangat, sangat, sangat rentan. Ini mengimpor banyak makanan, mewakili 26% dari populasi di dunia.”
Sebelum perang, lebih dari 95% dari total ekspor gandum, gandum, dan jagung Ukraina dikirim melalui Laut Hitam. Setengah dari angka itu dikirim ke negara-negara Timur Tengah dan Afrika.
Namun saat ini, saluran vital via Pelabuhan Odessa itu sekarang ditutup. Hal ini mencekik perdagangan maritim Kyiv dan beberapa negara dunia. Bahkan, di negara berpendapatan menengah ke bawah, inflasi tinggi sudah mulai terjadi.
Arab Saudi sendiri, pada akhir Maret, menjanjikan US$ 15 miliar bantuan ekonomi kepada Mesir. Dana itu disalurkan untuk menolong negara berpenduduk terpadat di Timur Tengah itu yang saat ini terpukul keras oleh rekor harga biji-bijian akibat perang.
Mesir diketahui mengimpor 80% gandumnya dari Ukraina dan Rusia. Lebanon, yang sudah bertahun-tahun mengalami krisis utang dan inflasi, mengimpor 60% gandumnya dari dua negara yang bertikai.
“Jadi kita harus sangat berhati-hati dengan apa yang terjadi di wilayah tersebut,” tambah Al Jadaan.
“Kami akan memberikan dukungan yang diperlukan sebanyak yang kami bisa, tetapi bukan hanya kami, ini adalah masalah global yang kami perlukan untuk bekerja sama dengan dunia untuk menghasilkan solusi.”
Perang Rusia dan Ukraina sudah terjadi sejak 24 Februari. Hingga kini belum ada kesepakatan damai yang dilakukan.
Menurut laporan Bank Dunia yang diterbitkan pada April, kenaikan harga pangan global baru-baru ini menjadi yang terbesar sejak 2008. Biaya makanan diproyeksi akan meningkat sebesar 22,9% tahun ini akibat kenaikan harga gandum sebesar 40%. (hanoum/arrahmah.id)