RIYADH (Arrahmah.com) – “Raja Salman tidak akan menghadiri KTT Kamp David (yang diagendakan) AS dan pemimpin Arab sekutu”. Demikian jelas menteri luar negeri, Adel al-Jubeir, dilaporkan Al Jazeera, Senin (11/5/2015), yang memunculkan pertanyaan tentang hubungan antara Riyadh dan Washington.
Dalam sebuah pernyataan, Ahad (10/5), Jubeir mengatakan bahwa KTT Kamis (14/5) bertepatan dengan gencatan senjata kemanusiaan dalam konflik di Yaman, di mana koalisi negara-negara Arab memerangi pemberontak Houtsi.
Ia menjelaskan bahwa, Putra Mahkota Mohammed bin Nayef, yang juga menteri dalam negeri, akan memimpin delegasi Saudi bersama anak raja, Deputi Putra Mahkota Mohammed bin Salman, seagai menteri pertahanan, juga akan hadir.
Sebelumnya, Presiden Barack Obama telah merencanakan untuk bertemu empat mata dengan Raja Salman sebelum pertemuan para pemimpin di peristirahatan kepresidenan.
Di lain pihak, Kerajaan Bahrain mengatakan secara terpisah bahwa delegasinya akan dipimpin oleh putra mahkota negara, Salman bin Hamad Al Khalifa.
Sementara Sultan Oman, Qaboos bin Said, adalah di antara mereka yang menjauh. Kesultanan akan diwakili oleh wakil perdana menteri, Sayyid Fahd bin Mahmoud Al Said, dan pejabat lainnya, kata kantor berita resmi negara mengumumkan.
Masalah kesehatan juga akan menjadi alasan Presiden Uni Emirat Arab, Sheikh Khalifa bin Zayed Al Nahyan, dari menghadiri. Ia menderita stroke pada Januari tahun lalu dan belum pernah terlihat di depan umum sejak saat itu.
Sebagai putra mahkota Abu Dhabi yang berpengaruh, Sheikh Mohammed bin Zayed Al Nahyan, akan memimpin delegasi Emirat.
Di antara mereka yang akan mengikuti pertemuan itu adalah Emir Kuwait, Sabah Al Ahmad Al Sabah. Ia tiba di Andrews Air Force Base, Senin (11/5), lapor kantor berita resmi Kuwait.
Selain itu, Emir Qatar, Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani, dijadwalkan berangkat hari Senin (11/5) untuk mengambil bagian dalam pertemuan itu.
“Tidak ada ketidaksepakatan besar”
Gedung Putih mengatakan hal itu tidak berarti memutusan untuk meniadakan KTT sebagai pertanda ketidaksepakatan besarnya dengan AS, tetapi beberapa komentator menyebut pembatalan Raja Salman ini sebagai sebuah “penghinaan”.
The New York Times mengatakan, “Keputusan yang tampaknya menjadi sinyal ketidaksenangan lanjutan Arab Saudi dengan pemerintahan Obama atas hubungan Amerika Serikat dengan Iran, musuh regional yang sedang naik daun.”
Sekutu Arab merasa terancam oleh naiknya pengaruh Iran dan khawatir pakta nuklir terbentuk seiring (kerjasamanya dengan) AS, Iran dan negara-negara lain mungkin memberanikan Teheran untuk mengganggu negara-negara di wilayah ini secara lebih agresif lagi.
Raja Salman, yang mengambil alih kekuasaan pada bulan Januari setelah saudaranya Raja Abdullah meninggal, tidak bepergian ke luar negeri sejak kenaikannya ke tahta.
Pada KTT Camp David, pemimpin negara-negara Teluk akan mencari jaminan bahwa Obama memiliki dukungan mereka untuk melawan kelompok bersenjata pertempuran di Suriah, Irak dan Yaman.(adibahasan/arrahmah.com)