FRANKFURT (Arrahmah.com) – Sebelum Abi meninggalkan rumah orang tuanya di wilayah Jerman Barat pada tahun lalu, ia bertanya pada ayahnya, “Ayah, apa yang dapat aku bawakan dari perjalananku?” Ia menjawab sambil menutup bukunya, “Beberapa minyak wangi,”. “Hanya itu?” jawab Abi lalu memeluk ayahnya dan mengucapkan selamat tinggal.
Ayahnya terus menunggu bertahun-tahun untuk kepulangannya.
Abi kini berusia 23 tahun, ia dan suaminya yang tidak pernah melakukan perjalanan jauh merencanakan akan pergi ke Arab Saudi untuk memijakkan kaki di Mekkah dan Madinah. Ternyata mereka menjadi bagian dari kelompok pemuda Muslim dari Jerman dan negara Eropa lain yang pergi ke perbatasan Afghanistan-Pakistan dan bergabung dalam kamp-kamp pelatihan Al-Qaeda atau Taliban.
Seorang pemuda Jerman, Eric Breininger (Insha Allah syahid), beberapa waktu lalu dilaporkan meninggal dunia dalam sebuah pertempuran melawan tentara boneka Pakistan.
Sebuah situs berita Turki melaporkan bahwa baru-baru ini sembilan pejuang asing yang bergabung dalam kelompok Taliban meninggal dunia dalam pertempuran. Dua dari mereka diidentifikasi sebagai pemuda Muslim Jerman dari Bonn dan Berlin.
Dalam kasus lainnya, beberapa orang dihukum karena merencanakan serangan terhadap fasilitas Amerika Serikat yang berada di Jerman.
Pejabat intelijen Jerman tengah menaruh perhatian penuh terhadap pemuda Muslim, berusia di atas 20 tahun, akan digunakan oleh “militan” untuk dilatih dan menyebarkan propaganda.
Mereka yang kembali dari kamp pelatihan merekrut pemuda Jerman lainnya untuk terjun ke medan jihad.
“Ini merupakan situasi berbahaya dan keamanan Jerman sangat gelisah karenanya,” ujar Guido Steinberg, pengamat terorisme Jerman di Berlin.
Intelijen Jerman sangat yakin bahwa pemuda Jerman yang melakukan perjalanan ke perbatasan Afghan-Pakistan jumlahnya hanya sedikit, kurang dari 200 orang sejka tahun 1990. Namun mereka juga meyakini bahwa angka tersebut terus meningkat karena terinspirasi oleh video berbahasa Jerman yang disebar diinternet, termasuk beberapa pemuda Jerman yang menyebut dirinya Mujahidin Taliban Jerman dan mengatakan hidup mulia di bawah naungan Islam.
Para agen intelijen meyakini bahwa mereka menggunakan mobil untuk meninggalkan Jerman, dapat dengan mudah melewati pemeriksaan keamanan dan kebanyakan pergi ke Turki lalu dengan jalan ilegal menuju Iran dimana mereka bertemu dengan penyelundup menuju tujuan mereka.
Orang tua Abi (ibunya Jerman dan ayahnya berasal dari Afrika Barat) tidak menyangka anaknya berubah, dari seorang remaja Barat menjadi Muslim “radikal”. Orang tua Abi saat diwawancarai meminta untuk tidak disebutkan nama asli anaknya, Abi hanyalah kependekan dari nama aslinya.
Menurut orangtua Abi, perubahannya begitu cepat, sejak ia jatuh cinta dengan pemuda Iran yang tumbuh di Jerman. Setelah menikah di sebuah mesjid pada tahun 2008, ia mengubah penampilannya. Ia menutup auratnya dan suaminya memelihara janggut.
Pada Maret tahun lalu, Abi, suaminya dan beberapa orang Jerman lainnya pergi ke Pakistan.
Kini, otoritas Jerman mulai meningkatkan perhatian mereka terhadap permasalahan ini. (haninmazaya/arrahmah.com)