DOHA (Arrahmah.com) – Kejatuhan diplomatis global dari pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi di konsulat Arab Saudi di Istanbul dapat membantu Qatar dalam kebuntuan politiknya dengan Riyadh, kata para ahli, dikutip Al Jazeera pada Kamis (25/10/2018).
Reaksi tersebut dapat memaksa Arab Saudi untuk meringankan sanksi yang dikenakan pada Doha sejak perselisihan meletus antara sekutu Teluk sebelumnya pada Juni 2017.
Pembunuhan Khashoggi – yang menjadi pukulan besar terhadap pemerintah Saudi dan blokade Qatar – dapat meyakinkan kaum yang skeptis bahwa klaim Doha atas “agresi” Saudi benar adanya, menurut para analis.
“Saya tidak akan terkejut jika Qatar secara tidak langsung dapat memperoleh manfaat dari apa yang terjadi saat ini,” kata Dr Andreas Krieg, dari King’s College London dan mantan penasihat militer Qatar.
“Orang-orang Saudi harus membuat konsesi.”
Selama 16 bulan terakhir, Arab Saudi – satu-satunya negara yang berbagi perbatasan darat dengan Qatar – telah menyebabkan sekutu Arab ini mengisolasi negara kecil yang kaya gas tersebut.
Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain, dan Mesir membekukan semua hubungan diplomatik dengan Doha, yang menuduhnya sebagai bersekongkol dengan Teheran dan mendukung “terorisme”.
Qatar membantah semua tuduhan yang diajukan oleh keempat negara tersebut.
Aktivitas ekonomi antara mantan sekutu ini terenggut, sementara pesawat Qatar telah dilarang menggunakan wilayah udara Saudi dan negara-negara lain.
Arab Saudi, UEA, dan Bahrain juga melarang warga mereka bepergian ke Qatar sebagai bagian dari boikot.
“Saya pikir jika pemerintah AS ingin mengakhiri krisis Qatar, negara itu dapat menggunakan kematian Khashoggi sebagai dasar untuk melakukan tawar-menawar,” Kristian Ulrichsen, seorang pakar di Institut Baker Universitas Rice, mengatakan kepada kantor berita AFP.
Yang lainnya tetap skeptis.
“Terlalu dini untuk mengatakannya,” kata Noha Aboueldahab, seorang tamu yang berkunjung di Brookings Doha Center.
“Kasus Khashoggi telah merusak reputasi Arab Saudi, terutama apa yang disebut narasi ‘kontra-terorisme'”, katanya.
“Tetapi pada titik ini, kebuntuan Qatar/Saudi masih cukup rendah dalam daftar prioritas,” lanjutnya.
Pasca raibnya Khashoggi 2 Oktober lalu, para sekutu utama Arab Saudi di Teluk mendukung kerajaan tersebut, sementara Qatar pada awalnya berdiam diri.
Doha hanya membuat komentar pertama tiga minggu setelahnya, menyebutnya “panggilan untuk bangkit”.
Doha mengaku enggan terseret ke dalam krisis, terutama karena beberapa orang berspekulasi bahwa Qatar terlibat dalam berbagai peristiwa.
Sebelum Riyadh mengakui Khashoggi tewas di tangan orang-orang Saudi, media sosial dipenuhi dengan klaim bahwa Qatar merencanakan insiden itu, terutama yang terjadi di Turki, sekutu setia Doha.
“Saya pikir dunia sekarang melihat apa yang orang-orang Timur Tengah lihat,” kata Ulrichsen. “Ini adalah Arab Saudi yang sangat berbeda yang mereka tinggali sejak Putra Mahkota Mohammed bin Salman naik ke kekuasaan.”
MBS yang muda dan ambisius dinobatkan sebagai penerus tahta oleh ayahnya, Raja Salman pada Juni 2017 dan sejak itu menyingkirkan semua saingannya.
Tapi nampaknya Riyadh terkena efek pembunuhan Khashoggi. Bahkan Al Jazeera melansir bahwa Arab Saudi sedang melakukan pendekatan ulang dengan Qatar.
Pada Rabu (24/10), MBS memuji ekonomi Qatar dalam sebuah pernyataan yang langka di Future Investment Initiative di Riyadh.
“Qatar, terlepas dari perbedaan yang kami miliki, memiliki ekonomi besar dan mereka akan melakukan banyak hal dalam lima tahun ke depan.”
Kontak formal Saudi terakhir yang diketahui dengan Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al-Thani melalui panggilan telepon MBS pada bulan September 2017.
Krieg berspekulasi konsesi pada akhirnya bisa berarti kesepakatan tentang ruang udara, haji, atau reunifikasi keluarga.
“Hal itu akan menjadi solusi bagi krisis yang dialami orang-orang,” katanya.
Tapi kemungkinan konsesi tidak akan mengakhiri krisis di Qatar atau kembali pada hubungan diplomatik pra-Juni 2017, kata para analis.
Setiap kesepakatan juga harus melibatkan UEA, tetapi permusuhan antara Abu Dhabi dan Qatar tampaknya sangat mengakar. (Althaf/arrahmah.com)