DOHA (Arrahmah.com) – Amerika Serikat dan Qatar telah sepakat bahwa Doha akan mewakili kepentingan diplomatik AS di Afghanistan, perwakilan resmi pertama AS di Kabul sejak penarikan pasukannya pada Agustus.
Menteri Luar Negeri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani dan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menandatangani sepasang perjanjian “strategis” pada Jumat (12/11/2021), dengan ketentuan bahwa Qatar akan mengambil peran “melindungi kekuatan” untuk kepentingan AS di Afghanistan, lansir Al Jazeera.
“Qatar adalah mitra penting dalam mempromosikan stabilitas regional,” kata Menteri Blinken dalam sambutannya dengan Al Thani di Departemen Luar Negeri di Washington, DC.
Pengumuman itu muncul beberapa hari setelah delegasi Qatar melakukan perjalanan ke Washington untuk melakukan pembicaraan antara kedua negara.
Al Thani mengatakan: “Kami berdedikasi untuk berkontribusi pada stabilitas Afghanistan dan keselamatan dan kesejahteraan rakyat Afghanistan.”
Seorang pejabat Qatar yang terlibat dalam perjanjian hari Jumat mengatakan, “Sepertinya kelanjutan dari dukungan Qatar untuk Amerika Serikat di Afghanistan adalah dengan mengasumsikan ‘kekuatan pelindung’. Ini akan memungkinkan Amerika Serikat untuk melanjutkan dialog dengan pemerintah sementara.”
Blinken mengatakan AS “bersyukur” atas dukungan di Afghanistan dan menyebut Qatar sebagai “mitra penting” dalam stabilitas regional.
“Qatar akan membentuk seksi kepentingan AS di dalam kedutaannya di Afghanistan untuk menyediakan layanan konsuler tertentu dan memantau kondisi dan keamanan fasilitas diplomatik AS di Afghanistan,” kata Blinken.
“Perjanjian kedua meresmikan kemitraan kami dengan Qatar untuk memfasilitasi perjalanan warga Afghanistan dengan Visa Imigran Khusus AS.”
Qatar menjalin hubungan dekat dengan Taliban, menjadi tuan rumah satu-satunya kantor kelompok itu di luar Afghanistan pada 2013. Ibu kotanya, Doha, adalah tempat negosiasi Taliban-AS dimulai pada 2018 yang menghasilkan kesepakatan yang ditandatangani pada Februari 2020 yang mengarah pada penarikan Pasukan koalisi AS dan NATO.
Kesepakatan itu seharusnya meletakkan dasar bagi pembicaraan intra-Afghanistan untuk mengarah pada pemerintahan yang inklusif. Doha menjadi tuan rumah beberapa putaran pembicaraan antara perwakilan dari Kabul dan Taliban, namun, itu tidak membuahkan hasil.
Taliban merebut kekuasaan di Kabul pada 15 Agustus, setelah kemajuan militer yang cepat di Afghanistan ketika pasukan internasional mundur setelah 20 tahun perang. (haninmazaya/arrahmah.com)