PADANG (Arrahmah.com) – Pimpinan Wilayah Lembaga Bahsul Masail Nahdlatul Ulama Sumatera Barat menyatakan pernikahan siri yang tidak tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA) tidak sesuai dengan hukum Islam dan sebaiknya jangan dilakukan oleh kaum muslim.
“Nikah siri itu hukumnya dilarang menurut hukum Islam,” kata Sekretaris Pimpinan Wilayah Lembaga Bahsul Masail Nahdlatul Ulama Sumatera Barat, Firdaus, di Padang, Rabu (27/3/2013) seperti dikutip ANTARA news.
Menurut dia, pada masa kini “model” nikah siri ada tiga. Pertama, nikah yang dilangsungkan tanpa kehadiran wali wanitanya. Nikah seperti ini jelas tidak dibenarkan hukum Islam karena bertentangan dengan hadis yang artinya, tidak sah nikah yang dilakukan tanpa wali.
Selanjutnya nikah yang berlangsung memenuhi syarat hukum Islam. Tetapi karena pertimbangan tertentu pernikahan tersebut dirahasiakan terjadinya. Takut dapat stigma negatif dari masyarakat yang terlanjur menganggap negatif pernikahan siri.
“Kemudian nikah yang memenuhi unsur dan rukun nikah, tapi tidak tercatat secara resmi di lembaga negara yang ditunjuk mengurusi persoalan nikah, yakni KUA,” ujar dia.
Dia mengatakan nikah siri pertama jelas tidak memenuhi ketentuan syarat, disebabkan menikah dilakukan tanpa menghadirkan wali wanita.
Diduga kuat ketidakhadiran wali bukan karena berhalangan secara syari sehingga posisinya dapat digantikan wali akrab atau wali wanita lain, tetapi ada faktor kesengajaan. Boleh jadi menghindari kemungkinan kehadiran wali wanita dapat menghalangi perkawinan.
“Nikah siri ini jelas dilarang dan haram hukumnya, karena bertentangan dengan nash,” kata dia.
Nikah siri bentuk kedua, segala unsur dan rukun nikahnya terpenuhi tanpa ada satupun yang kurang. “Persoalannya hanya nikah tersebut dirahasiakan dari pengetahuan orang banyak,” jelas Firdaus yang juga Dekan Fakultas Adab IAIN Imam Bonjol Padang.
Dia menambahkan, nikah siri bentuk ketiga sesungguhnya yang banyak diberitakan saat ini. Unsur dan rukun nikah terpenuhi, tetapi tidak tercatat pada lembaga negara sehingga akan merugikan, terutama pihak perempuan.
“Nikah siri adalah nikah yang tidak tercatat di KUA sehingga tidak ada akta nikah yang dikeluarkan oleh pemerintah. Nikah ini muncul setelah lahir UU Nomor 1/1974 dan PP Nomor 9/1975,” ujar dia.
Sementara itu Rais Syuriah PWNU Sumbar, Asassriwarni menyatakan, tidak setuju dengan istilah nikah siri, tapi sebut saja pernikahan yang tidak memenuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Dia menambahkan, seharusnya rukun nikah ditambah dengan wajib terdaftar di kantor pemerintah (KUA). Sehingga makin tegas, nikah yang tidak tercatat tidak sah.
(suara-islam/arrahmah.com)