MOSKOW (Arrahmah.id) — Jenderal Sergei Surovikin atau yang dijuluki “Jenderal Armageddon” telah dipilih Presiden Rusia Vladimir Putin untuk menggantikan Jenderal Alexander Dvornikov memimpin peperangan Rusia di Ukraina.
Dilansir The Guardian (11/10/2022), Surovikin terpilih menjadi pemimpin baru peperangan di Ukraina tidak lama setelah terjadinya ledakan yang merusak Jembatan Krimea. Satu hari setelah ledakan dan terpilihnya Surovikin, berbagai kota Ukraina dihujani rudal-rudal Rusia.
Surovikin sendiri bukanlah jenderal baru dalam peperangan ini. Sebelumnya dia terlibat memimpin pasukan Rusia untuk menyerang bagian selatan Ukraina. Bahkan sehari sebelum invasi Rusia dimulai, Surovikin dijatuhi sanksi oleh Uni Eropa karena pengaruh militernya serta memiliki hubungan dengan Putin.
Surovikin lahir pada 1966 di Kota Novosibirisk. Dia memulai dinas militernya pada akhir 1980-an dan ditempatkan di Afghanistan yang kala itu diinvasi Uni Soviet.
Ahli sejarah dan budaya Rusia, Profesor Peter Waldron mengungkap kekalahan dan penarikan pasukan Uni Soviet serta kekerasan yang sering dijumpainya, membentuk kepribadian dan reputasi Surovikin.
Pada 1991, unjuk rasa terjadi di kota-kota besar Uni Soviet, termasuk Ibu Kota Moskow. Dalam unjuk rasa di Moskow, 3 demonstran pro-demokrasi meninggal karena bentrok dengan militer Uni Soviet.
Tiga demonstran itu diyakini meninggal karena menghalangi iring-iringan Surovikin. Surovikin sendiri diyakini memerintahkan agar iring-iringan tetap berjalan sehingga 3 demonstran itu mati. Namun semua tuduhan yang diarahkan kepada Surovikin tidak mempan karena saat itu dia hanya mengikuti aturan atasannya.
Empat tahun kemudian, jabatan Surovikin dihentikan sementara karena dia ketahuan menjual senjata api ilegal kepada siswa Akademi Militer Frunze. Namun Surovikin menyatakan dia dijebak dan akhirnya tuduhan itu dihapus.
Kemudian pada 1990-an, Surovikin diterjunkan untuk menangani konflik yang terjadi di Tajikistan dan Chechnya. Pada 2015, Surovikin kembali diterjunkan namun kali ini di Suriah untuk membantu pasukan Presiden Suriah, Basyar al-Assad.
Di Suriah, Surovikin dipilih menjadi komandan unit kedirgantaraan Rusia. Berbagai kota-kota yang jatuh ke tangan oposisi Assad pun dihancurkan Rusia di bawah pengawasan Surovikin.
Profesor Waldron mengungkap Rusia menciptakan berbagai kerusakan atas kota-kota dan kematian penduduk sipil dan Jenderal Surovikin diyakini sebagai dalangnya.
Rekam jejak Surovikin pun dipandang buruk oleh berbagai ahli.
Charles Lister, direktur Program Suriah di Institut Timur Tengah, mengatakan Jenderal Surovikin memiliki “sikap yang sama sekali tak kenal ampun terhadap musuh”. Lister juga mengungkap Surovikin melihat kombatan dan warga sipil sama saja.
Bukan hanya itu, tentara-tentara di bawah komando Surovikin sering dituduh melakukan kekerasan terhadap warga sipil. Salah satunya di Chechnya di mana saksi mata melihat pasukan Surovikin melakukan “operasi pembersihan” massal hingga memukuli penduduk setempat.
Menurut laporan Institute of the Study of War, Surovikin pernah memukuli prajurit bawahannya karena memiliki pandangan politik yang berbeda pada 2004. Akhirnya prajurit itu mengundurkan diri dari pasukan Surovikin.
Bahkan di tahun yang sama, Surovikin membentak salah satu kolonel di bawah pimpinannya. Kolonel itu pun dilaporkan menembak dirinya sendiri hingga terluka parah.
Namun di balik semua catatan kejam itu, Surovikin mendapat penghargaan tertinggi Rusia, yaitu medali Pahlawan Rusia dari Presiden Putin pada 2017. Surovikin pun terpilih menjadi pemimpin baru peperangan Rusia di Ukraina.
Tetapi di balik terpilihnya Surovikin, terlihat invasi Rusia di Ukraina tidak berjalan sesuai rencana.
“Anda tidak mengubah komandan militer Anda kecuali jika hal-hal tidak berjalan sesuai rencana. Mengganti komandan di sini mungkin membawa etos yang berbeda tetapi apakah itu membuat perbedaan pada kemampuan masih dipertanyakan,” jelas Profesor Waldron, seperti dilansir BBC (13/10).
Di balik semua itu, Surovikin tetap mendapat dukungan dan pujian, seperti dari pemimpin Chechnya, Ramzan Kadyrov dan pendiri pasukan tentara bayaran Wagner, Yevgeny Prigozhin. Bahkan Prigozhin memuji Surovikin sebagai komandan paling kompeten di militer Rusia.
Namun bagi Profesor Waldron, Putin hanya memilih Surovikin secara simbolis.
“Inilah seseorang yang mendapat reputasi publik sebagai orang yang brutal… Apakah Putin mencoba mengirim sinyal ke Ukraina tentang bagaimana dia ingin perang dilanjutkan dari sini dan seterusnya?,” jelas Profesor Waldron. (hanoum/arrahmah.id)