BELANDA (Arrahmah.com) – Puluhan tersangka penjahat perang Suriah diduga hidup dalam penyamaran di Belanda setelah mengungsi ke luar negeri pada puncak perang saudara, menurut investigasi NRC.
Surat kabar tersebut melaporkan bahwa tiga rekan Presiden Bashar Al Assad yang terlibat dalam kejahatan perang telah terlihat oleh pengusi lain. Mereka pun telah diberikan suaka oleh layanan imigrasi (IND).
Berdasarkan Pasal 1F Konvensi Jenewa, suatu negara dapat menolak suaka jika orang yang membuat permintaan tersebut melakukan kejahatan perang atau kejahatan terhadap kemanusiaan.
Namun, pada puncak perang saudara pada 2015, banyak pengungsi yang melarikan diri ke Eropa termasuk anggota Shabiha, loyalis rezim Assad yang dikenal kerap menangkap, menyiksa, memperkosa dan membunuh lawan politiknya.
“Mereka adalah pekerja lepas dari sebuah mesin perang,” ujar Ugur Üngör, seorang profesor studi genosida di Institut Belanda untuk Dokumentasi Perang (NIOD), sebagaimana dilansir NRC pada Senin (7/12/2020).
Üngör menyesalkan peran pemerintah yang selama ini fokus pada menyusupnya jihadis di dalam pengungsi. Padahal peran rezim Suriah dan pendukungnya dalam penghancuran masyarakat Suriah jauh lebih besar. Mereka lebih berbahaya ketimbang para jihadis.
Dalam sebuah wawancara dengan NRC, Raid Sadek, warga Suriah yang mengungsi ke Belanda, mengungkap bahwa seorang intelejen Suriah yang pernah menyiksanya dan warga lain sudah menjadi sopir dealer mobil di Belanda. Dia juga menunjukan foto-foto Bashar ketika menggunakan seragam militer Suriah.
Sopir bernama Bashar ini, sebelumnya dikenal sebagai anggota unit intelijen militer Suriah, yang mengkhususkan diri dalam menyiksa tahanan.
Cerita Sadek dikuatkan oleh saksi lain yang kesaksiannya dikumpulkan oleh pengacara hak asasi manusia yang berbasis di Paris, Mazen Darwish.
NRC juga mengatakan seorang pria Palestina dari Homs, Yassin, sekarang tinggal di kota Noord-Holland, merekrut beberapa milisi pro-Assad Liwa al Quds. (hanoum/arrahmah.com)