LAIZA (Arrahmah.id) – Junta Myanmar telah dituduh melakukan beberapa serangan berdarah terhadap target-target sipil di tengah upaya mereka untuk memadamkan perlawanan terhadap kudeta 2021.
Serangan terakhir terjadi sekitar pukul 11:30 malam pada Senin (9/10/2023), kata Kolonel Naw Bu dari Tentara Kemerdekaan Kachin (KIA) kepada AFP.
“Kami menemukan 29 mayat termasuk anak-anak dan orang tua 56 orang terluka,” katanya, seraya menambahkan bahwa mereka sedang menyelidiki jenis serangan yang menghantam kamp tersebut.
“Kami tidak mendengar suara pesawat,” katanya, sambil menambahkan bahwa mereka sedang menyelidiki apakah militer menggunakan pesawat tak berawak untuk menyerang kamp tersebut di dekat kota Laiza, di perbatasan Cina, lansir France24 (10/10).
Gambar-gambar media lokal yang diklaim menunjukkan akibat dari serangan tersebut, memperlihatkan tim penyelamat bekerja dengan cahaya obor untuk menemukan mayat-mayat dari reruntuhan kayu.
Setidaknya 10 mayat terlihat dibaringkan di atas handuk dan terpal di atas tanah.
Kolonel Naw Bu mengatakan bahwa 42 orang dirawat di sebuah rumah sakit di dekat Laiza, yang terletak di negara bagian Kachin.
Juru bicara Junta, Zaw Min Tun, mengklaim bahwa militer sedang “menyelidiki” laporan tersebut.
Ia mengklaim bahwa militer percaya bahwa sebuah gudang bom milik para pemberontak di daerah tersebut telah menyebabkan ledakan, tanpa memberikan bukti.
Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Myanmar mengatakan bahwa mereka “sangat prihatin” dengan laporan-laporan yang menyebutkan bahwa warga sipil telah terbunuh dalam serangan tersebut.
“Kamp-kamp pengungsian adalah tempat perlindungan, dan warga sipil, di mana pun mereka berada, tidak boleh menjadi target,” kata kantor tersebut.
Kedutaan Besar Inggris di Yangon mengatakan bahwa mereka “terkejut dengan laporan serangan militer Myanmar” yang menewaskan warga sipil.
Tembakan artileri di sekitar kota dapat didengar sepanjang Selasa, kata seorang wartawan AFP di Laiza.
Kemudian, penduduk setempat dan tentara KIA melakukan pemakaman massal bagi mereka yang terbunuh dalam serangan tersebut.
Kerumunan orang menyanyikan lagu-lagu rohani Kristen saat peti-peti kayu diletakkan di tanah.
Beberapa anggota keluarga menangis dan meletakkan karangan bunga sebelum sebuah ekskavator mendorong tanah di atas tempat peristirahatan.
Lebih dari 10.000 orang telah mengungsi di negara bagian Kachin sejak militer menggulingkan pemerintahan Aung San Suu Kyi pada 2021.
Kudeta tersebut memicu protes besar-besaran dan penumpasan berdarah terhadap perbedaan pendapat yang telah menyebabkan puluhan ribu orang ditangkap dan lebih dari 4.100 orang terbunuh, menurut kelompok pemantau setempat, Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP). (haninmazaya/arrahmah.id)